Nabi Melarang Umatnya Mengumbar Aib dan Kemaksiatannya Sendiri

Nabi Melarang Umatnya Mengumbar Aib dan Kemaksiatannya Sendiri

Termasuk salah satu nikmat terbesar yang dianugerahkan oleh Allah Swt adalah satru al-‘uyub, menutup aib-aib hamba-Nya. Boleh jadi seseorang dalam satu waktu tergelincir dalam perbuatan maksiat yang tidak diketahui oleh orang lain. Tidak ada yang tahu kecuali Allah Swt dan dirinya sendiri.

Ketika hal ini terjadi kepada kita, jangan lantas kita merasa aman untuk terus-menerus berbuat dosa. Insaflah bahwa dengan adanya perbuatan maksiat kita tidak atau belum diketahui oleh orang lain berarti bahwa Allah Swt sejatinya masih memberi kita kesempatan dan tenggat waktu untuk memperbaiki kesalahan kita dengan bertaubat dan menyesali perbuatan buruk yang telah kita lakukan.

Islam sangat menghargai privasi pemeluknya. Oleh karena itu Islam mencela orang-orang yang membuka aib saudaranya. Alih-alih mengumbar aib orang lain, membuka, menceritakan dan men-share aib dan dosa kita sendiri saja dilarang oleh Islam. Orang-orang yang mengumbar aib dirinya sendiri disebut mujaharah.

Dalam sebuah hadits sahih yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari melalui jalur Abu Hurairah, Rasulullah Saw telah bersabda:

كُلُّ أُمَّتِيْ مُعَافًى إِلَّا المُجاهِرِينَ وإِنَّ مِنَ المُجاهَرَةِ أنْ يَعْمَلَ الرَّجُلُ بِاللّيلِ عَمَلاً ثُمَّ يُصْبِحَ وَقَدْ سَتَرَهُ اللهَ عليهِ فيقولُ : يَافُلانُ عَمِلْتَ البَارِحَةَ كَذا وكَذا وقَدْ بَاتَ يَسْتُرُهُ رَبُّهُ وَيُصْبِحُ يَكْشِفُ سِتْرَ اللهِ عَنْهُ.

Artinya:

Setiap umatku dimaafkan, kecuali mujahirin (orang yang suka mengumbar aibnya sendiri). Sesungguhnya termasuk mujaharah adalah ketika seseorang berbuat dosa di malam hari kemudian ia masuk waktu pagi dalam keadaan Allah Swt menutupi dosa-dosanya lalu ia berkata: ‘Hai Fulan. Tadi malam aku melakukan dosa ini, dosa itu’. Padahal ia tidur di malam hari dalam keadaan Allah Swt menutup aibnya, dan di pagi hari ia menyingkap tutupan Allah Swt dari dosa-dosanya (HR Bukhari).

Nabi Muhammad Saw melarang perbuatan mujaharah, menampakkan dosa dan maksiat. Mujahirin (orang-orang yang melakukan mujaharah) adalah orang fasik yang menyiarkan kefasikannya dengan bangga dan teledor. Orang-orang yang melakukan perbuatan mujaharah berarti telah bersikap kurang ajar dan tidak tahu malu di hadapan Allah Swt. Mujahirin adalah orang-orang yang meremehkan batasan-batasan Allah Swt.

Mempertontonkan dosa dengan cara menyebut dan menceritakannya kepada orang lain merupakan salah satu faktor yang mampu menyebabkan dosa kecil menjadi dosa besar, begitu yang dikatakan oleh al-Ghazali dalam kitabnya at-Taubah ila Allah wa Mukaffirat adz-Dzunub.

Hal ini tidak mengherankan, sebab dengan menceritakan dosa-dosa yang dilakukan kepada orang lain secara tidak langsung juga sekaligus merusak tirai yang Allah Swt berikan untuk menutupi aib-aib kita. Padahal adanya tirai (satr) terhadap kemaksiatan kita merupakan sebentuk anugerah Allah Swt. Belum pula, perilaku mujaharah ini juga dapat berdampak lebih luas dan mengkhawatirkan, yakni membuat orang lain berpotensi untuk ikut-ikutan melakukan kemaksiatan. Lain itu mujaharah juga mengandung keangkuhan.

Mari kita senantiasa menjaga perilaku kita dari perbuatan-perbuatan maksiat. Kalaupun kita diberi cobaan dengan tergelincir dalam kubangan dosa, tak elok jika kita mengumbarnya begitu saja. Sebab mujaharah sangat dikecam oleh Rasulullah Saw. Semoga kita senantiasa dilindungi oleh Allah Swt. Wallahu a’lam.

BINCANG SYARIAH