Musim haji tahun 2022 sudah mulai terasa. Rombongan pertama jamaah haji Indonesia bahkan telah menginjakkan kaki di tanah suci. Disusul rombongan berikutnya sampai semua jamaah haji Indonesia tahun ini berangkat dan tiba di kota suci semuanya. Alhasil satu bulan ke depan pemberitaan seputar informasi haji akan menghiasi media masa.
Satu peristiwa yang biasa terjadi adalah jamaah haji yang meninggal saat menunaikan ibadah haji. Semua tentu tidak berharap demikian, tapi takdir menghendakinya.
Sebagai manusia biasa wajar kalau bersedih karena ada keluarga yang meninggal di tanah suci saat menunaikan rukun Islam yang kelima tersebut. Akan tetapi, bagi yang ditakdirkan meninggal di tanah haram ia memperoleh kemuliaan tersendiri. Karenanya, keluarga tidak boleh terlarut dalam kesedihan mendalam seandainya salah satu anggota keluarganya ada yang meninggal saat menunaikan ibadah haji.
Imam Ghazali dalam Ihya’ ‘Ulumuddinnya menjelaskan, seseorang yang melakukan ibadah haji atau umrah, kemudian meninggal dunia, ia diberi pahala haji atau umrah hingga hari kiamat. Dan, seseorang yang meninggal di salah satu tanah haram (Makkah dan Madinah), ia terbebas dari hisab, kepadanya dikatakan, “masuklah ke surga”.
Apa yang dikatakan Imam Ghazali di atas sesuai dengan hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Thabrani.
Nabi berkata: “Siapa yang meninggal di salah satu tanah haram, ia wajib mendapatkan syafaatku dan di hari kiamat ia termasuk orang yang beruntung”.
Karena itu, umat Islam dianjurkan untuk berdoa supaya diwafatkan di tempat yang mulia, seperti Makkah, Madinah dan Baitul Maqdis. Hal ini ditulis oleh Imam Nawawi dalam kitabnya al Majmu’ dan al Adzkar li al Nawawi.
Tetapi, tidak mungkin semua umat Islam memperoleh keberuntungan takdir meninggal di dua kota suci Makkah dan Madinah ataupun Baitul Maqdis. Maka menurut Ibnu Hajar al Haitami dalam kitabnya Tuhfatul Muhtaj, semua tempat-tempat orang shaleh di seluruh penjuru dunia selayaknya disamakan dengan tiga tempat tersebut.
Dengan demikian, orang yang meninggal di suatu tempat yang disitu terdapat orang shaleh, seperti ulama dan wali, ia juga mendapatkan kemuliaan sama seperti mereka yang meninggal di tanah haram atau Baitul Maqdis.
Abdul Hamid al Syarwani dalam kitabnya Hasyiyah al Syarwani ‘ala Tuhfah al Muhtaj menulis, berdoa berharap mati di tempat mulia bukan suatu kesalahan. Yang tidak dibolehkan adalah berharap mati pada waktu tertentu di tempat tertentu pula.
Sayyidina Umar pernah berdoa: “Ya Allah, berikanlah aku anugerah mati syahid di jalan-Mu, dan jadikan kematianku di tanah Rasul-Mu”. (HR. Bukhari)
Kesimpulannya, meninggal di tempat mulia, khususnya di tanah haram, menjadi dambaan semua umat Islam. Karenanya, untuk mereka yang sedang menjalankan ibadah haji tahun ini tidak boleh khawatir atau takut andaikan takdir menentukan harus meninggal saat melakukan ibadah haji. Asalkan sebab kematian tersebut bukan karena disengaja.
Dan, bagi keluarga yang ditinggalkan hendaklah ikhlas melepas kepergian salah satu anggotanya yang meninggal dunia saat melakukan ibadah haji. Mereka telah menghadap Allah dengan kemuliaan.