Janggal dan Ganjil

Menakar Arti Janggal dan Ganjil

Kebiasaan atau budaya di suatu tempat bisa dijadikan patokan, asalkan tidak bertentangan dengan fitrah manusia,patokan inilah kita menjadi jelas mana yang janggal dan mana yang ganjil

JANGGAL, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), berarti tidak sedap dipandang mata, atau tidak sedap didengar telinga. Sedangkan ganjil, masih menurut KBBI, berarti lain dari pada yang lain.

Seharusnya, ganjil belum tentu janggal. Sebab, bila mengacu pada definisi di atas, yang ganjil tak berarti janggal.

Ada hal-hal yang lain dari pada yang lain, namun bukan berarti dia tidak sedap dipandang mata. Bingung? Mari saya tunjukkan satu contoh.

Ada seseorang yang terbiasa mengenakan kain sarung dan kopiah hitam saat shalat di masjid. Pada suatu hari, orang tersebut shalat di masjid kantoran yang semua jamaahnya mengenakan celana panjang dan tidak berpeci hitam. Praktis, ia menjadi lain dari pada yang lain. Ia terlihat ganjil.

Namun, apakah pakaian yang dikenakan orang tersebut janggal? Apakah kain sarung dan kopiah yang dipakainya tak sedap dipandang mata? Tentu tidak!  Ia hanya “salah” tempat sehingga terlihat lain dari pada yang lain.

Dalam kehidupan sehari-hari ada banyak yang ganjil namun tidak janggal. Dulu, seorang tentara wanita akan terlihat ganjil jika mengenakan jilbab. Bahkan, ia tak sekadar dianggap ganjil, juga dinilai janggal. “Tentara kok pake jilbab. Memangnya anak pesantren?” Begitu kira-kira sindiran orang.

Padahal, wanita Muslim berjilbab bukanlah sesuatu yang janggal. Di mana pun ia berada, dan apa pun profesinya, sewajarnya dia berjilbab.

Sebab, menutup aurat itu kewajiban seorang wanita Muslim. Alhamdulillah, pemandangan yang dulunya ganjil lama-kelamaan tidak lagi. Kita saksikan saat ini banyak tentara wanita yang mengenakan jilbab.

Begitu juga kegiatan membaca Al-Qur’an, sejatinya tidak ganjil dan tidak juga janggal. Tapi, ketika ada sekelompok anak muda yang mensyiarkan gerakan membaca Al-Qur’an di pinggir jalan Yogyakarta, masyarakat langsung menganggapnya ganjil, bahkan janggal. Mereka memprotesnya, bahkan melarangnya.

Padahal, menyaksikan anak-anak muda menghabiskan waktu dengan membaca Qur’an di mana pun ia berada, bukanlah pemandangan yang tak sedap dipandang mata, meskipun lain dari pada yang lain. Justru itu keindahan. Sama sekali tidak janggal. 

Ini berbeda bila ada anak-anak muda Muslim memanfaatkan jalanan untuk mempertontonkan pergaulan bebas, lalu menjadi ajang kontes para homoseksual menampilkan aksi menjijikkannya, sama sekali tidak sedap dipandang mata meskipun banyak orang mengatakan itu tidak ganjil.

Ah, dunia memang sudah terbalik-balik! Ini mungkin karena definisi ganjil dan janggal juga tak terlalu jelas dalam KBBI. Akibatnya jadi tercampur aduk.

Mari buka kembali KBBI dan simak lebih seksama. Ternyata ganjil berarti juga tidak sebagaimana biasa, sedang janggal berarti tidak biasanya. Mirip kan?

Karena itu kita perlu patokan yang jelas untuk menetapkan apakah sesuatu itu dinilai janggal atau tidak. Patokan tersebut tak lain adalah fitrah manusia. Apa yang sesuai dengan fitrah manusia, sudah pasti tidak janggal. Sebaliknya, sesuatu yang bertentangan dengan fitrah manusia, sudah jelas janggal.

Apa fitrah manusia? Dialah Islam! Islam mengatur manusia sesuai fitrahnya. Ini sudah dijelaskan oleh Allah Ta’ala dalam al-Qur’an Surat ar-Ruum [30] ayat 30;

فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا ۚ فِطْرَتَ ٱللَّهِ ٱلَّتِى فَطَرَ ٱلنَّاسَ عَلَيْهَا ۚ لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ ٱللَّهِ ۚ ذَٰلِكَ ٱلدِّينُ ٱلْقَيِّمُ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ ٱلنَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam), (sesuai) fitrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS: ar-Ruum: 30).

Selain itu, kebiasaan atau budaya di suatu tempat bisa dijadikan patokan, asalkan tidak bertentangan dengan fitrah manusia.  Nah dari patokan inilah kita menjadi jelas mana yang janggal dan mana yang ganjil. Wallahu a’lam.*

HIDAYATULLAH