Bagaimana Seorang Mukmin Mengelola Pikirannya?

Saudaraku, pernahkah anda mendengar hukum ‘the law of attraction’?

Hukum fisika yang mengandung makna bahwa pikiran merupakan sumber energi positif dan negatif yang akan menarik energi dari luar untuk masuk ke dalam pikiran manusia (hukum tarik menarik).

Apabila pikiran positif yang terpancar dari tubuh seseorang, maka energi positif pun secara otomatis menghampirinya, begitu pun sebaliknya. ‘The law of attraction’ telah mempengaruhi jutaan manusia untuk mencapai “kesuksesan” duniawi.

Seorang ilmuwan barat juga mempopulerkan istilah ‘think and grow rich’ (berfikirlah dan kau akan menjadi kaya). Orang-orang yang meyakini konsep pemikiran ini mengklaim bahwa pikiran manusia sangat mempengaruhi apa yang ia terima, baik hal-hal yang baik maupun buruk.

Mereka kemudian mempraktekkan konsep ini dengan melakukan visualisasi keinginan setiap pagi dan malam hari, membayangkan apa saja yang mereka inginkan. Dan lagi, mereka mengaku bahwa dengan mempraktekkan hal demikian, segala keinginan mereka dapat terwujud.

Lantas, bagaimana dengan kita? Apakah yang mendorong kita untuk mencapai kesuksesan duniawi dan ukhrawi kita?

Mukmin dalam praktik ‘law of attraction’ dan ‘think and grow rich’

Saudaraku, ketahuilah bahwa telah ada dalam ajaran agama Islam yang mulia ini tentang bagaimana mengelola pikiran positif untuk mencapai apapun yang kita inginkan. Ajaran dan konsep yang jauh lebih komprehensif daripada ‘the law of attraction’ ataupun ‘think and grow rich’.

Sebagai hamba Allah Ta’ala yang beriman, kita senantiasa memegang teguh prinsip-prinsip bertauhid. Di antaranya adalah tauhid rububiyyah, yaitu meyakini bahwa Allah Ta’ala merupakan Zat Tunggal yang mengatur segalanya yang ada di jagad raya ini. Oleh karena itu, seorang muwahhid (orang yang bertauhid) meyakini bahwa pikirannya yang mendorong keinginan terhadap sesuatu selalu ia manifestasikan dalam bentuk doa kepada Rabbnya. Hal itu disertai dengan keyakinan bahwa Allah mengabulkan segala yang ia minta.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

ادْعُوا اللَّهَ وَأَنْتُمْ مُوقِنُونَ بِالإِجَابَةِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ لاَ يَسْتَجِيبُ دُعَاءً مِنْ قَلْبٍ غَافِلٍ لاَهٍ

“Berdoalah kepada Allah dalam keadaan yakin akan dikabulkan! Dan ketahuilah bahwa Allah tidak mengabulkan doa dari hati yang lalai.” (HR. Tirmidzi no. 3479)

Ya, keyakinan merupakan simbol energi positif dari seorang mukmin. Keyakinan penuh kepada Allah Ta’ala yang menetapkan takdir. Seorang mukmin dengan pikiran positif terhadap Allah (husnudzh-dzhan) akan mendapatkan ganjaran berupa anugerah dari Allah atas apa yang ia butuhkan. Karena Allah Ta’ala akan selalu bersama hamba-hamba-Nya yang selalu berprasangka baik kepada-Nya. Allah Ta’ala pun memberikan apa yang ia inginkan. Inilah energi positif yang sesungguhnya.

Baca Juga: Sikap Terhadap Ibu yang Zalim dan Cara Menasihatinya

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Allah Ta’ala berfirman,

أَنَا عِنۡدَ ظَنِّ عَبۡدِي بِي، وَأَنَا مَعَهُ حَيۡثُ يَذۡكُرُنِي. وَاللهِ، لَلَّهُ أَفۡرَحُ بِتَوۡبَةِ عَبۡدِهِ مِنۡ أَحَدِكُمۡ يَجِدُ ضَالَّتَهُ بِالۡفَلَاةِ. وَمَنۡ تَقَرَّبَ إِلَيَّ شِبۡرًا، تَقَرَّبۡتُ إِلَيۡهِ ذِرَاعًا. وَمَنۡ تَقَرَّبَ إِلَيَّ ذِرَاعًا، تَقَرَّبۡتُ إِلَيۡهِ بَاعًا. وَإِذَا أَقۡبَلَ إِلَيَّ يَمۡشِي، أَقۡبَلۡتُ إِلَيۡهِ أُهَرۡوِلُ

‘Aku sesuai sangkaan hamba-Ku kepada-Ku dan Aku bersamanya ketika dia mengingat-Ku. Demi Allah, Allah benar-benar lebih gembira terhadap tobat hamba-Nya daripada (gembiranya) salah seorang kalian mendapatkan kembali tunggangannya yang hilang di gurun pasir. Siapa saja yang mendekat kepada-Ku sejarak satu jengkal, maka Aku akan mendekat kepadanya sejarak satu hasta. Siapa saja yang mendekat kepada-Ku sejarak satu hasta, Aku akan mendekat kepadanya sejarak satu depa. Dan jika dia menuju kepada-Ku dengan berjalan, Aku akan menuju kepadanya dengan berjalan cepat.” (HR. Muslim no. 2675)

Subhanallah, adakah kebahagiaan yang lebih besar daripada kebahagiaan seorang hamba yang selalu dekat dengan Rabb-Nya?

Energi positif dalam prasangka baik kepada Allah

Orang yang selalu berprasangka baik kepada Allah Ta’ala adalah orang yang jauh dari hati yang lalai. Hati yang lalai yakni hati yang selalu berprasangka buruk terhadap Allah atas segala cobaan yang sedang dihadapi.

Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Aku mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tiga hari sebelum wafat bersabda,

لاَ يَمُوتَنَّ أَحَدُكُمْ إِلاَّ وَهُوَ يُحْسِنُ بِاللَّهِ الظَّنَّ

‘Janganlah salah satu di antara kalian meninggal dunia, kecuali dia berprasangka baik kepada Allah.’” (HR. Muslim no. 2877)

Energi positif yang akan diperoleh oleh orang yang berprasangka baik kepada Allah adalah bahwa ia akan mendapatkan apapun yang ia inginkan melalui doa-doa yang ia panjatkan kepada Rabbnya.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

ادعُوا اللهَ وأنتم مُوقِنُون بالإجابةِ واعلَموا أنَّ اللهَ لا يَستَجيبُ دُعاءً مِن قلبٍ غافِلٍ لاهٍ

“Berdoalah kepada Allah dalam keadaan yakin akan dikabulkan! Dan ketahuilah bahwa Allah tidak mengabulkan doa dari hati yang lalai.”. (HR. at-Tirmidzi no. 3479)

Dalam hadis lain, dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,

لَيْسَ شَيْءٌ أَكْرَمَ عَلَى اللَّهِ تَعَالَى مِنَ الدُّعَاءِ

“Tidak ada sesuatu yang lebih besar pengaruhnya di sisi Allah Ta’ala, selain doa.”  (HR. Tirmidzi no. 3370, Ibnu Majah no. 3829)

Dalamnya pemahaman prasangka baik kepada Allah

Saudaraku, katakanlah bahwa engkau adalah hamba Allah yang telah mempraktikkan segala cara yang menurutmu telah sesuai dengan tuntunan agama dalam rangka memperoleh segala hal yang engkau inginkan.

Engkau telah berikhtiar semaksimal mungkin. Engkau telah berdoa dalam sujud, di sepertiga malam, di waktu hujan, di jumat sore, di antara azan dan ikamah. Akan tetapi, tak ada satu pun yang engkau dapatkan dari hasil jerih payahmu itu.

Lantas, adakah engkau kecewa kepada Rabbmu?

Ingatlah, bahwa jalan keluar atas segala permasalahan adalah takwa. Allah Ta’ala berfirman,

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا , وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ

“Barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” (QS. Ath-Thalaq: 2-3)

Sebagaimana umumnya kita ketahui, makna takwa adalah melaksanakan perintah Allah Ta’ala dan menjauhi larangannya. Sesederhana itukah?

Saudaraku, terkadang kita hanya fokus kepada satu aspek dari makna takwa, yaitu melaksanakan perintah Allah dengan melaksanakan salat, puasa sunah, bersedekah, berzikir, berbuat baik, dan sebagainya. Akan tetapi, kita lupa aspek lainnya, yaitu menjauhi segala larangan Allah Ta’ala. Mata masih tak mampu dijaga dari yang diharamkan Allah. Mulut masih tak bisa direm dari gibah. Bahkan tubuh masih tak bisa ditahan untuk tidak melakukan hal-hal yang melanggar syariat-Nya.

Ya, bisa saja itulah penyebab mengapa hasil jerih payah itu belum juga diperoleh. Mari kita introspeksi diri!

Atau, engkau merasa telah berusaha menjauh dari segala hal yang menjadi larangan Allah, namun hasil jerih payah itu belum juga diperoleh. Bagaimanakah cara menyikapinya?

Saudaraku, jika engkau merasa doa-doamu belum di-ijabah, sementara engkau merasa telah melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya dengan semaksimal mungkin. Maka, sebagai seorang mukmin yang senantiasa menjaga prasangka baiknya kepada Allah, yakinlah bahwa di balik itu semua tersimpan hikmah yang luar biasa. Perhatikanlah hadis berikut ini.

Dari Abu Sa’id, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

ما مِنْ مُسْلِمٍ يَدْعُو بِدَعْوَةٍ لَيْسَ فِيهَا إِثْمٌ وَلاَ قَطِيعَةُ رَحِمٍ إِلاَّ أَعْطَاهُ اللَّهُ بِهَا إِحْدَى ثَلاَثٍ إِمَّا أَنْ تُعَجَّلَ لَهُ دَعْوَتُهُ وَإِمَّا أَنْ يَدَّخِرَهَا لَهُ فِى الآخِرَةِ وَإِمَّا أَنْ يَصْرِفَ عَنْهُ مِنَ السُّوءِ مِثْلَهَا. قَالُوا إِذاً نُكْثِرُ. قَالَ اللَّهُ أَكْثَرُ

“Tidaklah seorang muslim memanjatkan doa pada Allah selama tidak mengandung dosa dan memutuskan silaturahmi (antar kerabat, pen), melainkan Allah akan beri padanya tiga hal: (1) Allah akan segera mengabulkan doanya, (2) Allah akan menyimpannya baginya di akhirat kelak, dan (3) Allah akan menghindarkan darinya kejelekan yang semisal.” Para sahabat lantas mengatakan, “Kalau begitu kami akan memperbanyak berdoa.” Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam lantas berkata, “Allah akan lebih banyak lagi.” (HR. Ahmad 3: 18)

Wallahu a’lam bishshawab

  • Penulis: Fauzan Hidayat

© 2022 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/78653-bagaimana-seorang-mukmin-mengelola-pikirannya.html