Dalam kehidupan berumah tangga, melakukan persetubuhan adalah salah satu kegiatan yang dapat meningkatkan keharmonisan pasangan. Tetapi, karena aktifitas yang padat atau terlalu lelah saat bekerja membuat sebagian suami menolak ajakan istrinya untuk melakukan persetubuhan. Lantas, bagaimanakah hukum suami menolak ajakan berhubungan istri?
Dalam literatur kitab fikih, dijumpai beberapa keterangan yang menjelaskan kewajiban suami untuk melakukan persetubuhan dengan istrinya.
Menurut mazhab Maliki suami diwajibkan untuk melakukan persetubuhan dengan istrinya disaat tidak ada udzur. Sementara menurut Mazhab Hanbali suami juga diharuskan mengqadha malam yang tidak bisa digunakan untuk melakukan persetubuhan dengan istrinya, ketika perbuatan itu dirasa merugikan istrinya.
Sebagaimana dalam keterangan Al-Fawakihu Al- Dawany, juz 5, halaman 131 berikut,
وأما الوطء فقد قال صاحب القبس : الوطء واجب على الزوج للمرأة عند مالك إذا انتفى العذر , وقال ابن حنبل والأجهوري : يجب على الرجل وطء زوجته ويقضى عليه به حيث تضررت المرأة بتركه
Artinya : “Adapun mengenai perihal persetubuhan menurut Sohibul Qabas suami wajib melakukan persetubuhan dengan istrinya menurut Imam Malik ketika tidak ada udzur, Imam Ibnu hambal dan Al-jahwari berpendapat bahwasanya suami diwajibkan melakukan persetubuhan dengan istrinya dan dia juga harus mengantinya ketika merasa dapat merugikan istrinya ketika tidak dilakukan.”
Namun demikian, masih terjadi perbedaan diantara ulama mengenai berapa kali suami wajib untuk melakukan persetubuhan dengan istrinya. Ada yang berpendapat cukup satu kali seumur hidup, ada yang berpendapat wajibnya setiap 4 malam satu kali, dan ada juga yang mewajibkan melakukannya satu kali disaat dalam keadaan suci.
Saebagaimana dalam keterangan kitab Fathul Bari, juz 6, halaman 373 berikut,
والمشهور عند الشافعية أنه لا يجب عليه وقيل يجب مرة وعن بعض السلف في أربع ليلة وعن بعضهم في كل طهر مرة
Artinya : “Pendapat yang mashur dari kalangan Syafi’i sesungguhnya tidak ada kewajiban kepada suami untuk melakukan persetubuhan. Menurut satu pendapat wajib satu kali. Menurut sebagian ulama salaf wajib setiap empat malam. Menurut sebagian yang lain wajib satu kali setiap sucian.”
Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa masih terjadi perbedaan diantara ulama mengenai berapa kali suami wajib untuk melakukan persetubuhan dengan istrinya. Kalaupun misalkan mengambil pendapat yang paling berhati-hati, yakni melakukannya di setiap empat malam, maka apabila suami telah melakukannya dia diperbolehkan untuk menolak ajakan istri untuk melakukannya lagi.
Demikian penjelasan mengenai hukum suami menolak ajakan berhubungan istri. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.