Setiap jamaah umroh diwajibkan memenuhi syarat-syarat dokumen yang ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia maupun Pemerintah Arab Saudi. Salah satu dokumen yang krusial adalah visa umroh.
Dalam buku Umroh Backpacker karya Haadiy Fatahillah dijelaskan, visa umrah yang dikeluarkan oleh Kementerian Luar Negeri Saudi Arabia pengurusannya tidak dilakukan langsung oleh kedutaan mereka di Jakarta. Kementerian Haji dan Kementerian Luar Negeri Saudi menunjuk beberapa yayasan atau biasa disebut sebagai muasasah.
Penunjukkan muasasah di sana adalah untuk mengakomodasi sekaligus menjadi penjamin semua jamaah umroh yang datang. Muasasah inilah yang akan bertanggung jawab atas segala hal yang terjadi kepada para jamaah, terutama apabila mereka overstay atau mungkin menghilang.
Di Indonesia, muasasah ini melakukan kerja sama dengan biro-biro perjalanan tertentu untuk memasarkan dan memenuhi persyaratan pengurusan visa. Biro perjalanan di Indonesia ini biasa disebut sebagai provider visa.
Saat ini (2015), provider visa yang beroperasi terdapat sekitar 90 perusahaan dan jumlah tersebut terus bertambah setiap tahunnya. Pemerintah Saudi memang menyerahkan tanggung jawab atas jamaah kepada muasasah. Namun muasasah juga mengoper tanggung jawab tersebut kepada provider di Indonesia.
Yakni dengan meminta deposit jaminan dari mereka. Apabila diketahui ada jamaah yang tidak pulang, maka deposit mereka akan dipotong. Namun pada akhirnya provider juga mengalihkan tanggung jawab itu kepada travel umroh yang menerima pendaftaran jamaah.
Yakni dengan menandatangani pernyataan bahwa mereka bersedia membayar denda bila jamaah yang diberangkatkan tidak kembali sebagaimana mestinya.