Bijak Menyikapi Aib Orang Lain

Bijak Menyikapi Aib Orang Lain

Seiring kehadiran media komunikasi dan teknologi informasi, pornografi dan buka-buka aib kian marak di internet dan media sosial

Kasus seorang menantu berzina dengan ibu mertuanya sedang ramai diperbincangkan di jagad maya tanah air. Kisahnya sedang viral lantaran menjadi trending topik di beberapa media sosial dan kian memuncak saat diangkat dalam podcast seorang publik figur yang channel Youtubenya memiliki jutaan pelanggan.

Kasus itu semakin rumit karena pihak tertuduh yang tidak lain adalah mantan suami si korban menyangkal semua tuduhan itu dan berencana melaporkan balik mantan istrinya dengan tuduhan pencemaran nama baik.

Intrik rumah tangga yang asalnya adalah masalah pribadi itupun kini menjadi konsumsi nasional bahkan dunia. Lalu pantaskah hal yang demikian terjadi?

Buya Yahya ketika ditanya mengenai hal ini di awal sebelum menjawab beliau mengucapkan kalimat tasbih terlebih dahulu karena rasa kaget beliau mendengar fenomena perzinahan semacam ini.

Pengasuh LPD Al Bahjah Cirebon itu menjelaskan bahwa kasus ini adalah sebuah kesedihan yang berlapis-lapis. Pertama adalah kasus perzinahan itu sendiri, kedua, ditambah fakta bahwa perzinahan itu dilakukan oleh sesama mahram (menantu – mertua), lalu kasus ini diangkat ke publik lewat media sosial yang penyebarannya sangat masif.

Ulama muda alumni Universitas Al-Ahgaff Hadramaut Yaman itu juga memberi teguran keras dan menyerukan kepada mereka yang membuat kasus ini menjadi besar yakni pihak-pihak yang men-share kasus ini di media sosial atau mengangkat cerita ini di acara perbincangan-perbincangan (podcast) agar sesegera mungkin menutup dan tidak mengulik lebih luas lagi kasus semacam ini.

Hal ini karena kasus ini dianggap sebagai bagian dari membuka aib sesama umat Rasulullah yang implikasinya sangat besar di hadapan Allah kelak.

Beliau juga mengajak masyarakat untuk lebih bijak, daripada menggunjing kelakuan maksiat para tersangka dalam kasus itu lebih baik mendoakan mereka yang dibuka aibnya dalam kasus itu agar lekas bertobat.

Buya Yahya juga menjelaskan bahwa awal mula pemicu kasus perzinahan ini adalah karena mata yang dipenuhi “kotoran” akibat pengaruh film-film amoral dan aturan menutup aurat yang tidak dihiraukan manusia saat ini. Film-film amoral itu menurut Buya Yahya membuat otak kacau sehingga kepada sesama mahram pun akhirnya bisa memiliki syahwat birahi. (https://youtu.be/3bU7QSzHpx8)

Apa yang dikatakan Buya Yahya itu bukan bualan belaka sebab jika diteliti lebih dalam pernyataan tersebut sesuai dengan fenomena yang sedang menggejala saat ini yakni Narkolema alias Narkoba Lewat Mata.

Seiring kehadiran media komunikasi serta perkembangan teknologi komunikasi informasi yang kian pesat maka penyebaran materi pornografi juga kian mudah. Sebuah survei menyatakan bahwa setiap tahunya ada 72 juta pengunjung website pornografi.

Dalam setiap detiknya 28,000 pengguna internet melihat konten pornografi. Dua per tiga para penikmat pornografi di internet ini adalah laki-laki dan sisanya adalah perempuan. Kelompok usia 12-17 tahun adalah konsumen terbesar pornografi di internet.

Narkolema (Narkoba Lewat Mata) adalah pornografi yang dilihat oleh seseorang yang memiliki efek kecanduan dan daya rusak sebagaimana pada pengguna narkotika.

Kerusakan yang dialami akibat kecanduan pornografi adalah rusaknya otak bagian depan (pre frontal cortex/ PFC). Pre frontal cortex berfungsi sebagai pusat pertimbangan dan pengambilan keputusan serta membentuk kepribadian seseorang. (Hardiningsih, et all, 2021).

Narkolema (Narkoba lewat mata) atau yang lebih kita kenal dengan pornografi tersusun dari dua kata yaitu pornos yang berarti melanggar kesusilaan atau cabul dan grafis yang berarti tulisan, gambar, atau patung, atau barang pada umumnya yang berisi atau menggambarkan sesuatu yang menyinggung rasa susila dari orang yang membaca atau melihatnya.

Pornografi merupakan istilah yang berasal dari bahasa Yunani, pornographia. Istilah ini bermakna tulisan atau gambar tentang pelacur. (Soebagijo, 2008).

Menurut Mark B. Kastleman dalam Subiakto, 2020, pornografi adalah narkoba di era milenium baru yang membuat dunia berada di tengah-tengah bencana yang mengerikan. Selain dapat mengacaukan kehidupan, pornografi dapat merusak otak khususnya pada bagian PFC (Pre frontal cortex).

PFC adalah kontrol di area kortikal pada otak bagian depan yang mengatur fungsi kognitif dan emosi. Jika PFC rusak, maka akan timbul gejala-gejala yang ditandai dengan kurangnya daya berkonsentrasi, tidak dapat membedakan benar dan salah, berkurangnya kemampuan untuk mengambil keputusan dan menjadi pemalas.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Pemberdayaan Anak (Kemen PPPA) menyebut kasus pornografi di kalangan anak termasuk kejahatan luar biasa. Data tahun 2016 mencatat, lebih dari 63 ribu anak di Indonesia telah terpapar pornografi dalam dua bulan.

Narkolema memiliki sejuta pengaruh buruk terhadap kesehatan mental maupun fisik. Kecanduan pornografi bisa memberikan pengaruh terhadap kegagalan adaptasi, serta merusak fungsi otak dan struktur otak.

Pola kerusakan yang terjadi menyerupai gejala fisiologi seseorang yang mengkonsumsi alkohol dan narkoba.

Selain itu, secara medis dampak Narkolema sangat beragam mulai dari penyebaran penyakit seksual seperti HIV-AIDS dan adanya kemungkinan penyimpangan seksual.

Sementara pada remaja, Narkolema dapat menyebabkan banyaknya kasus hubungan seksual bebas sebelum menikah. Bahkan pakar bedah saraf menyatakan bahwa pornografi menyebabkan seseorang kecanduan.

Jika dilakukan terus-menerus, akan terjadi kerusakan pada otak bagian depan atau pre frontal cortex. Bagian otak ini memiliki fungsi sebagai pengatur emosi, mengorganisasi dan merencanakan sesuatu. (https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/658/narkolema-penyebab-akibat-dan-penanggulangan)

Zina dalam pandangan Islam

Di dalam Al Quran dijelaskan dengan sangat tegas bahwa Allah berfirman,

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا ۖ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا

“Dan janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk.” (QS: al-Isra’/17:32).

Di dalam ayat tersebut Allah Azza wa Jalla menyebutkan, وَلَا تَقْرَبُوا الِـزّنَـى “dan janganlah kamu mendekati zina!” Allah tidak berfirman, وَلَا تَـزْنُـوْا “jangan berzina!”

Mengapa demikian? Karena Allah hendak menutup rapat saluran-saluran yang membawa kepada perbuatan zina, sekecil apapun itu.

Di dalam hadis shahih dijelaskan bahwa di kalangan monyet pun tidak menerima perbuatan zina. Sahabat ‘Amr bin Maimun al-Audi Radhiyallahu anhu berkata,

رَأَيْـتُ فِـي الْـجَاهِلِـيَّـةِ قِـرْدَةً ، اِجْتَمَعَ عَلَيْهَا قِرَدَةٌ قَدْ زَنَتْ فَـرَجَـمُوْهَـا…

“Aku menyaksikan di zaman Jahiliyyah dulu ada seekor monyet yang berzina. Lantas berkumpullah monyet-monyet lainnya untuk melemparinya dengan batu (dirajam).” (HR: Bukhari, no. 3849)

Jika makhluk yang tidak berakal saja bisa memiliki aturan yang keras kepada hal yang berbau perzinahan, lantas mengapa kini manusia mulai menormalisasi perzinahan mulai dari yang terkecil yakni pacaran hingga yang terbesar berupa perzinahan bertarif (prostitusi).

Apakah sudah melampaui derajat binatang kah mereka.

Dikatakan bahwasannya orang beriman yang berzina maka cahaya keimanannya dicabut oleh Allah SWT. Hal ini sesuai perkataan Sahabat Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhu yang mengatakan,

يُنْزَعُ مِنْهُ نُوْرُ الْإِيْمَانِ فِيْ الزِّنَا

“Dicabut nur (cahaya) keimanan dalam perbuatan zina.”(Diriwayatkan oleh Imam Bukhari)

Bahkan lebih keras lagi dinyatakan bahwa orang berzina maka statusnya saat itu bukan dalam keadaan sebagai orang yang beriman. Rasulullah ﷺbersabda,

انْقَلَعَ رَجَعَ إِلَيْهِ الْإِيْمَـانُ

“Apabila seseorang berzina maka imannya akan keluar di atasnya seolah-olah sebuah naungan. Jika ia kembali (bertaubat), maka imannya akan kembali.” (HR: Abu Daud)

Sikap orang beriman

Setelah mengetahui pandangan Islam terhadap perzinahan maka sebagai seorang Mukmin kita harus bersikap dengan bijak,  terutama dalam menyikapi apa-apa yang terjadi di zaman ini termasuk dalam masalah perzinahan menantu dan mertua tersebut.

Dari sahabat Mu’adz bin Jabal Radiyallahu Anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ عَيَّرَ أَخَاهُ بِذَنْبٍ لَمْ يَمُتْ حَتَّى يَعْمَلَهُ

“Siapa yang menjelek-jelekkan saudaranya karena suatu dosa, maka ia tidak akan mati kecuali mengamalkan dosa tersebut.” (HR: Tirmidzi no. 2505).

Artinya jangan kita menertawakan atau menggunjing pelaku maksiat yang berlaku tidak senonoh itu namun doakan mereka, nasihati dan bimbing mereka.

Sebab manusia itu gudangnya kesalahan. Mereka saling berbeda-beda dalam cara bermaksiat kepada Allah namun tetap satu jua, sebagai makhluk pendosa.

Di dalam hadis tersebut ada peringatan yang membuat takut orang beriman yakni siapa yang menjelekkan muslim lain karena dosa yang mereka kerjakan, maka sebelum mati dia akan terjatuh pada dosa yang sama yang pernah dilakukan oleh orang yang ditertawainya tadi .

Ibnul Qayyim Rahimahullah berkata,

وَكُلُّ مَعْصِيَةٍ عُيِّرَتْ بِهَا أَخَاكَ فَهِيَ إِلَيْكَ يَحْتَمِلُ أَنْ يُرِيْدَ بِهِ أَنَّهَا صَائِرَةٌ إِلَيْكَ وَلاَ بُدَّ أَنْ تَعْمَلَهَا

“Setiap maksiat yang dijelek-jelekkan pada saudaramu, maka itu akan kembali padamu. Maksudnya, engkau bisa dipastikan melakukan dosa tersebut.” (Madarijus Salikin, 1: 176)

Namun jangan disalahpahami bahwa hadis itu berisi  larangan mengingkari kemungkaran, kita harus bisa membedakan mana mengingkari dan mana meremehkan pelaku kemaksiatan.

Hadis itu maknanya adalah dilarang ta’yir (menjelek-jelekkan) pelaku kemaksiatan dan merasa lebih baik dari mereka sembari tetap dibarengi mengingkari perilaku mungkar mereka.

Karena menjelek-jelekkan mengandung kesombongan (meremehkan orang lain) dan merasa diri telah bersih dari dosa. Sedangkan mengingkari kemungkaran dilakukan ikhlas lillahi Ta’ala, bukan karena kesombongan.

Rasulullah ﷺjuga bersabda,

وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا, سَتَرَهُ اَللَّهُ فِي اَلدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ  

“Barang siapa menutupi aib seorang Muslim, Allah akan menutupi aibnya di dunia dan akhirat.” (HR Muslim).  

Menutup aib orang lain tidak hanya memiliki keutamaan akan menutup aib kita di dunia dan akhirat, tapi pahalanya juga seperti menghidupkan bayi yang dikubur hidup-hidup.

Hal ini sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi ﷺyang berbunyi, “Siapa melihat aurat (aib orang lain) lalu menutupinya, maka seakan-akan ia menghidupkan bayi yang dikubur hidup-hidup.” (HR: Abu Daud).

Semoga kasus viral ini bisa membuat kita sadar bahwa ada dosa besar dan ketidakmanfaatan  yang banyak dari penyebaran aib-aib orang lain seperti itu.

Dan paling utama di dalam agama hal itu juga sangat dilarang. Setiap manusia memiliki aib dan setiap manusia waras tidak akan mau aibnya diketahui oleh orang lain.

Dan setiap manusia pasti tidak luput dari melakukan dosa dan salah dengan jalan yang berbeda-beda. Maka mari sikapi dengan bijak aib dan dosa masing-masing. Apa yang jadi aib dan masuk wilayah privat hendaknya tidak diumbar ke khalayak ramai. Inilah sikap orang beriman seharusnya.Wallahu A’lam Bis Showab.*

Oleh: Muhammad Syafii Kudo, Murid Kulliyah Dirosah Islamiyah Pandaan Pasuruan

HIDAYATULLAH