Jangan Asal Nikah, Baru Kenal di Media Sosial Sudah Dianggap Ideal

Jangan Asal Nikah, Baru Kenal di Media Sosial Sudah Dianggap Ideal

Seringkali terlontar pertanyaan yang terdengar menyebalkan bagi mereka yang sudah waktunya menikah, tapi tak kunjung dikarunia jodoh. Jodoh memang pemberian Allah, namun sebagai umatnya kita juga diwajibkan berikhtiar untuk mencari jodoh.

Pertanyaan yang menyebalkan di atas jangan anggap sebagai provokasi untuk bertingkah gegabah asal nikah. Menikah perlu kehati-hatian karena mencari  pasangan hidup yang nantinya akan menemani selama hidup kita tidak semudah berselancar di media sosial. Apalagi mencari jodoh di media sosial.

Berselancar di media sosial untuk mencari jodoh dengan beragam platform yang ada bukan jalan utama. Itu hanya cara dan sarana saja, tetapi tidak langsung dianggap paling ideal. Di media sosial semua orang seolah tampak ideal. Menutupi kekurangan dan hanya menampakkan kelebihan yang terkadang dibuat-buat.

Jika hanya mengandalkan media sosial, kita tidak bisa melihat secara penuh perilaku, sikap dan akhlak seseorang. Bisa jadi kita hanya terjebak dalam gambaran ideal, tetapi sesungguhnya bisa berujung fatal.

Banyak contoh misalnya terungkap pernikahan menjadi modus baru perdagangan perempuan, bahkan banyak kasus-kasus yang lalu, pernikahan dijadikan alasan untuk memilih pengantin bom dan terjadilah aksi terorisme yang melibatkan perempuan sebagai korbannya. Semuanya dimulai di media sosial.

Kenapa penting mengetahui secara langsung karena Islam memberikan kriteria jodoh yang perlu keyakinan. Tidak cukup hanya bermodal tahu informasi di media sosial.

Pertama, memiliki agama atau pandangan agama yang sama.

Bagi seorang wanita muslim diwajibkan bagi mereka mencari pasangan yang seiman atau memiliki agama dan keyakinan yang sama atau sekufu. Harus dipahami tentang pentingnya pernikahan yang mempertimbangkan bebet bobot calon pasangan hidup. Sekufu secara syariat menurut mayoritas ulama adalah sebanding dalam agama, nasab (keturunan), kemerdekaan, dan pekerjaan.

Dengan kata lain memiliki kesetaraan dalam agama dan status sosial. Allah berfirman, “Perempuan-perempuan yang keji untuk laki-laki yang keji. Dan laki-laki yang keji untuk perempuan-perempuan yang keji pula. Perempuan-perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik. Dan laki-laki yang baik untuk perempuan-perempuan yang baik pula.” (QS. An Nur: 26)

Kedua, taat beragama.

Bukan hanya penting untuk memiliki keimanan yang sama, namun juga penting bagi kita memilih pasangan hidup yang memiliki ketaatan agama yang baik, karena pada dasarnya seorang pasangan akan membantu kita mendekatkan diri pada hal kebaikan atau justru keburukan. Seperti yang difirmankan oleh Allah Ta’ala, “Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian adalah yang paling bertaqwa.” (QS. al Hujurat: 13)

Seorang wanita harus berjuang untuk mendapatkan jodoh suami yang paling mulia di sisi Allah, yaitu seorang yang taat kepada aturan agama supaya dapat mendekatkan kita kepada sang pencipta.

Ketiga, menjauhi kemaksiatan.

Tentunya pasangan yang baik adalah mereka yang mampu menjaga diri atau menjauhkan diri dari hal yang berbau kemaksiatan. Orang yang dalam hidupnya dekat dengan kemaksiatan, tentu saja akan cenderung melakukan kemaksiatan tersebut. Itulah alasannya mengapa menjadi seorang muslim penting untuk menjauhi hal-hal yang berbau maksiat.

Allah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari siksa api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah atas perintah Allah kepada mereka dan selalu taat pada apa yang diperintahkan.” (QS. At-Tahriim: 6).

Surat diatas menjelaskan bahwa pasangan yang beriman akan mampu mendorong diri kita untuk menaati Allah dan menjauhi larangan-Nya, bertobat dari sesuatu yang membuat Allah murka dan mendatangkan azab-Nya. Pasangan yang beriman akan mengajarkan adab dan agama serta mendorong kita untuk senantiasa melaksanakan perintah Allah.

Oleh karena itu, seorang hamba tidaklah akan selamat sampai ia dapat melaksanakan perintah Allah pada dirinya dan pada orang yang berada di bawah kekuasaannya seperti istri, anak dan sebagainya.

Keempat, memiliki nasab yang baik.

Memilih suami dengan nasab yang baik atau dari keturunan keluarga baik-baik. Pasalnya seorang suami bukan hanya yang akan memberikan nafkah saja, namun seorang suami juga akan memberikan bibit keturunan bagi keturunan kita, dari pasangan dengan nasab yang baik, diharapkan nantinya akan lahir keturunan yang baik pula.

Kriteria di atas tidak cukup diraih informasi dari media sosial. Jangankan melalui media sosial, terkadang pertemuan langsung yang singkat saja tidak cukup menggambarkan seseorang memiliki kriteria di atas.

Karena itulah, jangan terburu-buru menikah hanya karena alasan sudah saatnya menikah jika tidak menemukan kriteria di atas. Jangan anggap pernikahan hanya sekedar tinggal serumah saja, tetapi itu menentukan masa depan anda ke depan.

ISLAM KAFFAH