Ketika kita ziarah kubur, terdapat doa yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika memasuki area (kompleks) pemakaman. Diriwayatkan dari Sulaiman bin Buraidah, dari ayahnya, beliau mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan kepada mereka apa yang hendaknya mereka kerjakan apabila mereka pergi ziarah kubur,
السَّلَامُ عَلَى أَهْلِ الدِّيَارِ، مِنَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُسْلِمِينَ، وَإِنَّا، إِنْ شَاءَ اللهُ لَلَاحِقُونَ، أَسْأَلُ اللهَ لَنَا وَلَكُمُ الْعَافِيَةَ
“AS-SALAAMU ‘ALA AHLID DIYAAR MINAL MUKMINIIN WAL MUSLIMIIN WA INNAA INSYAA`ALLAHU BIKUM LALAAHIQUUN. ASALULLAHA LANAA WALAKUMUL ‘AAFIYAH”
“Semoga keselamatan tercurah bagi penghuni (kubur) dari kalangan orang-orang mukmin dan muslim dan kami insya Allah akan menyusul kalian semua. Saya memohon kepada Allah bagi kami dan bagi kalian al-‘afiyah (keselamatan).” (HR. Muslim no. 975)
Terdapat hadis yang lain dari sahabat Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau menceritakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam lewat di depan kuburan Madinah, lalu beliau menghadapkan mukanya dan mengucapkan,
السَّلَامُ عَلَيْكُمْ يَا أَهْلَ القُبُورِ، يَغْفِرُ اللَّهُ لَنَا وَلَكُمْ، أَنْتُمْ سَلَفُنَا، وَنَحْنُ بِالأَثَرِ
“ASSALAAMU ‘ALAIKUM YA AHLAL QUBUR, YAGHFIRULLAHU LANA WA WALAKUM, ANTUM SALAFUNA WA NAHNU BIL ATSARI.”
“Semoga keselamatan tercurah kepada kalian, wahai penghuni kubur. Semoga Allah mengampuni kami dan kalian. Kalian telah mendahului kami dan kami akan menyusul kalian.” (HR. Tirmidzi no. 1053)
Akan tetapi, hadis riwayat Tirmidzi di atas adalah dha’if, dinilai dha’if oleh Syekh Al-Albani. Di dalam sanadnya terdapat perawi bernama Qabus bin Abi Dzobyan. (Lihat penjelasan dha’if-nya hadis ini di kitab Minhatul ‘Allam, 4: 381)
Sehingga berkaitan dengan doa masuk ke pemakaman, cukuplah bagi kita mengamalkan hadis riwayat Muslim di atas.
Penjelasan teks doa
Yang dimaksud dengan “ahlud diyar” adalah penghuni kubur. Kata “الدِّيَار” merupakan bentuk jamak dari kata “الدّار”,yang artinya “tempat menetap”.
Kata “dari kalangan orang-orang mukmin dan muslim”, merupakan penggabungan (athaf) yang menunjukkan adanya perbedaan makna. Maksudnya, ketika istilah “Islam” (muslim) dan “iman” (mukmin) disebutkan bersamaan, maka yang dimaksud dengan Islam adalah amal lahiriyah, baik berupa ucapan lisan maupun amal anggota badan. Sedangkan iman dimaknai sebagai amal batin, baik berupa ucapan (keyakinan) hati maupun amalan hati (seperti rasa cinta dan rasa takut kepada Allah Ta’ala).
Akan tetapi, ketika hanya disebut Islam saja, istilah tersebut mencakup agama secara keseluruhan, sehingga termasuk di dalamnya adalah iman. Sebaliknya, ketika hanya disebut iman saja, maka Islam sudah tercakup di dalamnya. Di antara dalil yang menunjukkan hal tersebut adalah firman Allah Ta’ala,
قَالَتِ الْأَعْرَابُ آمَنَّا قُل لَّمْ تُؤْمِنُوا وَلَكِن قُولُوا أَسْلَمْنَا وَلَمَّا يَدْخُلِ الْإِيمَانُ فِي قُلُوبِكُمْ
“Orang-orang Arab Badui itu berkata, :Kami telah beriman.’ Katakanlah, ‘Kamu belum beriman, tapi katakanlah, ‘Kami telah tunduk.’ Karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu.’” (QS. Al-Hujurat: 14)
Allah Ta’ala juga berfirman,
فَأَخْرَجْنَا مَن كَانَ فِيهَا مِنَ الْمُؤْمِنِينَ فَمَا وَجَدْنَا فِيهَا غَيْرَ بَيْتٍ مِّنَ الْمُسْلِمِينَ
“Lalu, Kami keluarkan orang-orang yang beriman yang berada di negeri kaum Luth itu. Dan Kami tidak mendapati negeri itu, kecuali sebuah rumah dari orang yang berserah diri.” (QS. Adz-Dzariyat: 35-36)
Setiap mukmin adalah muslim, namun tidak semua muslim itu mukmin. Demikianlah yang disebutkan oleh para ulama peneliti (muhaqqiq), sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah (Lihat Jami’ul Ulum wal Hikam, penjelasan hadis kedua). Dan karena di pemakaman itu terkumpul orang-orang muslim dan mukmin, maka disebutkanlah keduanya sekaligus dalam lafaz doa tersebut di atas.
Pada kalimat “dan kami insyaAllah akan menyusul kalian semua”, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama. Mengapa terdapat kata “insyaa Allah”, sedangkan kematian itu pasti datang? Bagaimana mungkin sesuatu yang sudah pasti datangnya (yaitu, kematian) dikaitkan dengan kehendak (masyiah) Allah Ta’ala?
Sebagian ulama mengatakan bahwa yang dimaksud adalah waktu datangnya kematian. Sehingga maknanya menjadi, “Ketika Allah menghendaki.” Dengan kata lain, “Kami akan menyusul kalian pada waktu yang dikehendaki oleh Allah Ta’ala.”
Sebagian ulama yang lain mengatakan bahwa yang dimaksud adalah mati di atas keimanan. Dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah menziarahi pemakaman lalu berdoa,
السَّلَامُ عَلَيْكُمْ دَارَ قَوْمٍ مُؤْمِنِينَ
“Semoga keselamatan tetap dilimpahkan kepadamu, wahai kaum mukminin … ” (HR. Muslim no, 249)
Adapula yang menjelaskan bahwa yang dimaksud adalah dalam rangka melaksanakan firman Allah Ta’ala,
وَلَا تَقُولَنَّ لِشَيْءٍ إِنِّي فَاعِلٌ ذَلِكَ غَداً إِلَّا أَن يَشَاءَ اللَّهُ
“Dan janganlah sekali-kali kamu mengatakan tentang sesuatu, ‘Sesungguhnya aku akan mengerjakan ini besok pagi, kecuali (dengan menyebut), ‘InsyaAllah.”” (QS. Al-Kahfi: 23, 24)
Sebagian ulama yang lain menjelaskan bahwa yang dimaksud adalah “menyusul kalian semua di tempat (pemakaman) yang ini”. Sehingga kata insyaa Allah tersebut dimaksudkan untuk bertemu (menyusul) di tempat pemakaman tertentu. Karena kita tidak tahu di mana kita akan dimakamkan ketika meninggal dunia. Pendapat ini dikuatkan oleh Al-Qurthubi rahimahullah. (Lihat Ma’alimus Sunan, 4: 351; At-Tamhid, 20: 243; Al-Mufhim, 1: 500-501; dan Syarh An-Nawawi ‘ala Muslim, 3: 140)
Faedah-faedah dari hadis di atas
Terdapat beberapa faedah dari hadis di atas, di antaranya:
Faedah pertama, hadis tersebut merupakan dalil dianjurkannya ziarah kubur dan mendoakan keselamatan untuk penghuni kubur. Dan juga doa memohon al-‘afiyah (keselamatan) bagi orang yang masih hidup dari penyakit badan dan penyakit hati (yang lebih parah dari penyakit badan) dan bagi penghuni kubur dari azab kubur dan azab neraka. Inilah di antara hikmah ziarah kubur yang berkaitan dengan penghuni kubur.
Adapun hikmah ziarah kubur yang lain adalah yang berkaitan dengan orang yang masih hidup, yaitu bagi peziarah kubur, yaitu pada kalimat “dan kami insyaAllah akan menyusul kalian semua.” Dalam kalimat ini terdapat hikmah yang agung, yaitu ketika seseorang meyakini bahwa dia akan berjumpa dengan kematian dan dia tidak tahu kapan dia akan mati, wajib baginya untuk mempersiapkan bekal dan menyiapkan diri agar dia tidak berjumpa dengan kematian dalam kondisi lalai dan banyak maksiat.
Ziarah kubur ini tidak memiliki waktu khusus (tertentu). Bahkan ziarah kubur dianjurkan di setiap waktu, baik malam atau siang hari. Oleh karena itu, terdapat dalam Shahih Muslim dari ibunda ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berziarah ke kubur Baqi’ pada malam hari. Adapun mengkhususkan (mengistimewakan) waktu ziarah kubur di hari Jumat atau ketika hari raya, maka hal itu tidak memiliki dalil dari syariat.
Faedah kedua, terdapat di dalam Shahih Muslim, dari ibunda ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha ketika menceritakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang berziarah ke pemakaman Baqi’. Di dalamnya terdapat keterangan,
حَتَّى جَاءَ الْبَقِيعَ فَقَامَ، فَأَطَالَ الْقِيَامَ، ثُمَّ رَفَعَ يَدَيْهِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ
“Ketika beliau sampai di Baqi’, beliau memperlama berdiri, kemudian mengangkat tangannya tiga kali … “ (HR. Muslim no. 974)
Di dalam hadis tersebut terdapat dalil dianjurkannya mengangkat kedua tangan ketika mendoakan penghuni kubur. Juga terdapat dalil bawa doa sambil berdiri itu lebih baik dibandingkan sambil duduk ketika di pemakaman. (Lihat Syarh Shahih Muslim, 7: 48 dan Fataawa Ibnu Baaz, 13: 337-338)
Faedah ketiga, para ulama berdalil dengan hadis ini bahwa orang yang meninggal dunia itu mendapatkan manfaat dari doa orang yang masih hidup. Karena jika doa orang yang masih hidup itu tidak ada manfaatnya, lalu buat apa didoakan?
Demikian pula sebagian ulama berdalil dengan hadis ini bahwa roh orang yang meninggal dunia itu dikembalikan lagi ke jasadnya ketika sedang didoakan (keselamatan). Dan juga bahwa mayit itu mendengar ucapan orang yang masih hidup secara umum, bukan mendengar secara terus-menerus. Akan tetapi, di waktu dan kondisi tertentu, mereka bisa mendengar. Hal ini adalah pendapat Syekhul Islam Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qayyim rahimahumallah. (Lihat Al-Fataawa, 24: 331, 364)
Faedah keempat, Ash-Shan’ani rahimahullah berdalil dengan hadis riwayat Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma di atas bahwa orang yang lewat di pemakaman itu tetap dianjurkan untuk mengucapkan doa (salam) meskipun dia tidak bermaksud untuk ziarah kubur. (Lihat Subulus Salaam, 2: 228)
Akan tetapi, pendapat ini perlu ditelaah kembali, apalagi mengingat hadisnya dha’if. Dan bisa jadi yang dimaksudkan oleh Ash-Shan’ani dan para ulama yang lainnya rahimahumullah adalah bahwa pemakaman pada zaman dahulu itu tidak memiliki batas (pagar) yang tegas dan jelas. Sehingga orang yang lewat di jalan bisa saja melihat (melewati) makam meskipun tidak bermaksud ziarah kubur secara khusus. Adapun di zaman sekarang, kompleks pemakaman itu memiliki batas (pagar) yang jelas. Zahir dari hadis di atas bahwa doa tersebut tidaklah diucapkan, kecuali ketika masuk ke area pemakaman.
Syekh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata, “Yang lebih afdal adalah tetap mengucapkan doa (salam) meskipun hanya sekedar lewat. Akan tetapi, bermaksud (berniat) untuk ziarah kubur itulah yang lebih afdal dan lebih sempurna.” (Al-Fataawa, 13: 333)
Faedah kelima, di dalam hadis tersebut terdapat dalil bahwa dianjurkan mendoakan diri sendiri terlebih dahulu sebelum mendoakan orang lain, yaitu diambil dari kalimat, “Saya memohon kepada Allah bagi kami dan bagi kalian al-‘afiyah (keselamatan).”
Demikian pembahasan ini, semoga bermanfaat. Wallahu Ta’ala a’lam.
***
@Rumah Kasongan, 2 Syawal 1444/ 23 April 2023
Penulis: M. Saifudin Hakim
Artikel: Muslim.or.id
Catatan kaki:
Disarikan dari kitab Minhatul ‘Allam fi Syarhi Bulughil Maram (4: 380-384).
© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/84577-doa-ketika-masuk-pemakaman.html