Benarkah ibu hamil tidak boleh umrah? Animo untuk melaksanakan umrah terbilang tinggi di masyarakat Indonesia. Umrah digemari segala macam orang, baik laki-laki, perempuan, tua, maupun anak-anak. Jadi pertanyaan adalah bagaimana hukum melaksanakan umrah bagi ibu hamil dalam Islam? Apakah ada pertimbangan khusus yang perlu diperhatikan?
Benarkah Ibu Hamil Tidak Boleh Umrah?
Dalam Islam, melaksanakan umrah hukumnya adalah sunnah. Ibadah ini dilakukan dengan mengunjungi Masjidil Haram di Mekah. Dalam pelaksanaan umrah, melibatkan serangkaian ritual, termasuk thawaf (mengelilingi Ka’bah), sa’i (berlari-lari di antara bukit Shafa dan Marwah), serta tahallul (mencukur atau memotong rambut).
Terkait hukum umrah bagi wanita hamil, ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Pertama-tama, penting untuk memahami bahwa Islam adalah agama yang sangat memperhatikan kesehatan dan kesejahteraan individu.
Prinsip dasar dalam Islam adalah menjaga kehidupan dan kesehatan diri sendiri serta orang lain. Oleh karena itu, jika melakukan ibadah berpotensi membahayakan kesehatan ibu hamil atau janin yang dikandungnya, Islam memberikan kelonggaran dan pertimbangan tertentu.
Dalam konteks umrah, mayoritas ulama sepakat bahwa ibu hamil diperbolehkan untuk menunda atau tidak melaksanakan umrah selama masa kehamilan jika ada potensi risiko terhadap kesehatan ibu atau janin. Meskipun umrah bukanlah kewajiban seperti haji, melainkan ibadah yang dianjurkan, tetapi kesehatan dan keselamatan ibu dan anak lebih diutamakan.
Seorang ibu hamil dapat memilih untuk menunda umrah sampai setelah melahirkan dan kondisinya memungkinkan untuk melakukan perjalanan. Dalam banyak kasus, kesehatan dan kondisi ibu hamil akan lebih baik jika tidak terlibat dalam aktivitas fisik yang melelahkan seperti berjalan jauh, berdiri lama, atau terkena panas yang berlebihan.
Syekh Syauqi Alam Ibrahim, dari Dar Ifta Mesir memberikan penjelasan secara panjang lebar. Ia mengatakan bahwa pada dasarnya perempuan atau ibu hamil diperbolehkan syariat menjalani umrah, akan tetapi dengan catatan, bahwa itu tidak sampai mengakibatkan mudharat bagi kandungan dan bayinya.
أداء العمرة للمرأة الحامل متوقف على مدى قدرتها واستطاعتها في القيام بهذه الشعيرة، فإن علمتْ مِن نفسها أنها قادرة على القيام بها دون أن يلحقها ولا جنينها أي ضرر، كان لها ذلك، وإن علمتْ مِن نفسها احتمال تضررها أو جنينها بمشقة السفر والمناسك، كان الأولى في حقها عدم أداء العمرة حتى تضع حملها وتستعيد صحتها ويزول احتمال تضررها، ويؤيد كلُّ هذا رأي الطبيب المختص، لا سيما وأن الأمر هنا لا يتعلق بها وحدها، وإنما يتعلق أيضًا بالجنين الذي تحمله في بطنها.
Artinya; Ibu hamil dapat melakukan umrah bergantung pada kemampuan dan kesiapannya dalam menjalankan ibadah ini. Jika ia yakin mampu melakukannya tanpa membahayakan dirinya atau janinnya, maka boleh dilakukan.
Namun, jika ia merasa ada risiko bagi kesehatannya atau janinnya karena kesulitan dalam perjalanan dan pelaksanaan ibadah, sebaiknya ia tidak melaksanakan umrah sampai ia melahirkan, pulih kesehatannya, dan hilang risiko yang ada. Pendapat dokter yang ahli sangat mendukung hal ini, terutama karena ini tidak hanya berhubungan dengan ibu hamil, tetapi juga dengan janin yang ada dalam kandungannya.
Terakhir, bagi ibu hamil yang ingin melaksanakan seyogianya melakukan konsultasi medis sebelum memutuskan untuk melakukan umrah. Sebaiknya ia berkonsultasi dengan tenaga medis atau dokter kandungan. Dokter akan dapat memberikan penilaian medis terkait apakah perjalanan dan aktivitas umrah aman bagi kondisi kesehatan ibu dan janin.
Demikian penjelasannya, semoga bermanfaat.