Berikut ini artikel tentang larangan menghina agama lain dalam Islam. Sebagaimana yang telah jamak diketahui, bahwasanya Agama yang resmi di Indonesia ini ada 6. Namun kepercayaan yang dianut masyarakat tidak terbatas pada 6 tadi, yakni di samping itu ada pula yang menganut Penghayat kepercayaan.
Melansir dari laman Penghayat Kepercayaan, yang juga dikenal sebagai pemeluk kepercayaan tradisional atau agama adat, adalah kelompok masyarakat Indonesia yang mempraktikkan kepercayaan-kepercayaan tradisional yang berasal dari nenek moyang mereka.
Meskipun jumlah penghayat kepercayaan relatif kecil dibandingkan dengan penganut agama-agama utama, mereka memainkan peran penting dalam menjaga keberagaman budaya dan kearifan lokal di Indonesia.
Penghayat kepercayaan di Indonesia merupakan kelompok yang terdiri dari suku-suku asli yang menjunjung tinggi kepercayaan-kepercayaan tradisional mereka. Mereka memiliki beragam keyakinan dan praktik, yang sering kali terkait dengan kehidupan alam, hubungan dengan roh nenek moyang, serta siklus alam dan agraris.
Setiap kelompok etnis memiliki kepercayaan khas mereka sendiri, seperti Sunda Wiwitan, Kaharingan, Marapu, dan Aluk To Dolo. Lalu bagaimana hukumnya, menghina atau mencaci mereka?
Yang demikian adalah tidak boleh, sebab terdapat larangan langsung dari Allah Swt untuk menghina mereka yang tidak menyembah-Nya. Dulunya, orang-orang Muslim melecehkan tuhan kafir Quraisy, bahkan Rasulullah Saw sendiri. Sampai-sampai kafir Quraisy geram, lalu mereka mengancam umat Islam bahwa mereka juga akan mencela tuhan mereka. Sehingga turunlah ayat 108 surat al-An’am, di mana Allah berfirman;
وَلَا تَسُبُّوا الَّذِيْنَ يَدْعُوْنَ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ فَيَسُبُّوا اللّٰهَ عَدْوًاۢ بِغَيْرِ عِلْمٍۗ كَذٰلِكَ زَيَّنَّا لِكُلِّ اُمَّةٍ عَمَلَهُمْۖ ثُمَّ اِلٰى رَبِّهِمْ مَّرْجِعُهُمْ فَيُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ
Artinya; Dan janganlah kamu memaki sesembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa dasar pengetahuan. Demikianlah, Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan tempat kembali mereka, lalu Dia akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan.
Ketika menafsiri ayat ini, al-Hafidz Ibnu Katsir mengatakan;
يَقُولُ تَعَالَى نَاهِيًا لِرَسُولِهِ ﷺ وَالْمُؤْمِنِينَ عَنْ سَبِّ آلِهَةِ الْمُشْرِكِينَ، وَإِنْ كَانَ فِيهِ مَصْلَحَةٌ، إِلَّا أَنَّهُ يَتَرَتَّبُ عَلَيْهِ مَفْسَدَةٌ أَعْظَمُ مِنْهَا، وَهِيَ مُقَابَلَةُ الْمُشْرِكِينَ بِسَبِّ إِلَهِ الْمُؤْمِنِينَ، وَهُوَ اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ. كَمَا قَالَ عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَلْحَةَ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ فِي هَذِهِ الْآيَةِ: قَالُوا: يَا مُحَمَّدُ، لَتَنْتَهِيَنَّ عَنْ سَبِّكَ آلِهَتَنَا، أَوْ لَنَهْجُوَنَّ رَبَّكَ، فَنَهَاهُمُ اللَّهُ أَنْ يَسُبُّوا أَوْثَانَهُمْ.
Dalam ayat ini, Allah melarang Nabi Saw dan umatnya untuk mencela tuhannya non muslim, meskipun dalam mencelanya terdapat sebuah kemaslahatan. Sebab mencela tuhan mereka, berdampak pada pengolokan tuhan kita juga.
Seperti halnya yang dikatakan oleh Ibnu Abbas, bahwa kafir Quraisy menyampaikan keberatan mereka atas pengolokan tuhannya. Jika tidak, niscaya mereka akan membalasnya. Sehingga, dari respon ini Allah melarang untuk mencela tuhan non muslim. (Tafsir Al-Quran al-Adzim,:108)
Maka dari itu, hindari mencaci maki mereka yang tida menyembah Allah. Bahkan Imam Al-Qurthubi dengan tegas menyatakan;
حُكْمُهَا بَاقٍ فِي هَذِهِ الْأُمَّةِ عَلَى كُلِّ حَالٍ، فَمَتَى كَانَ الْكَافِرُ فِي مَنَعَةٍ وَخِيفَ أَنْ يَسُبَّ الْإِسْلَامَ أَوِ النَّبِيَّ عَلَيْهِ السَّلَامُ أَوِ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ، فَلَا يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يَسُبَّ صُلْبَانَهُمْ وَلَا دِينَهُمْ وَلَا كَنَائِسَهُمُ، وَلَا يَتَعَرَّضُ إِلَى مَا يُؤَدِّي إِلَى ذَلِكَ، لِأَنَّهُ بِمَنْزِلَةِ الْبَعْثِ عَلَى الْمَعْصِيَةِ.
“Pelarangan ini masih berlaku, sehingga kita tidak diperbolehkan untuk mengolok apa-apa yang terkait dengan atribut keagamaan mereka. Semisal nama agama, tempat ibadah, logo keagamaan dan sebagainya. Dan bahkan kita tidak diperbolehkan melakukan sesuatu yang berpotensi membuat mereka mengejek kita, sebab ini dianggap sebagai pemantik kemaksiatan”. (Tafsir Al-Qurthubi, 6:108)
Dengan demikian, jangan sampai menghina atau mencaci mereka yang tidak menganut Agama Islam, meskipun mereka adalah Penghayat kepercayaan. Karena tidak ada faedahnya, justru dengan menghina mereka bisa menghilangkan lahan dakwah bagi kita. Di samping itu, juga berpotensi membuat chaos.
Mengingat betapa heterogennya struktur masyarakat Nusantara, sehingga mari saling bertenggang rasa dan menghormati keyakinannya. [Baca juga: Doa Ketika Melihat Tempat Ibadah Agama Lain].
Demikian penjelasan terkait larangan menghina agama lain dalam Islam. Semoga bermanfaat.