Pada zaman Rasulullah dan sahabat, Â kepala negara selalu menegur para hakim (qadhi) yang salah mengambil keputusan. Bahkan, mereka memerintahkan para hakim itu mengkaji kembali Alquran dan Sunnah Nabi, bila mereka melihat keputusan hakim bertentangan dengan kedua pegangan hidup itu.
Peringatan keras, bahkan hukuman, akan dijatuhkan bila seorang hakim berbuat zalim, baik karena sengaja memvonis dengan tidak adil maupun akibat kesalahan pribadi di luar perkara yang ditanganinya. Hanya dalam soal perbedaan hasil ijtihad, kepala negara memberi toleransi, selama ijtihad hakim tadi memang berbasis Alquran dan Sunnah Nabi.
Diriwayatkan Imam Bukhari dan Muslim dari Abi Mas’ud al Anshari bahwa Rasulullah saw pernah memarahi qadhi Mu’adz bin Jabal di depan umum hanya karena dia mengimami shalat dengan membaca ayat-ayat Alquran yang terlalu panjang. Bayangkan, untuk kesalahan seremeh itu, seorang qadhi harus menerima hukuman dipermalukan di hadapan rakyat.
Pada kesempatan lain, Khalifah Ali mendesak qadhi Syuraih mendalami lagi Alquran karena dia salah dalam memutuskan perkara warisan orang meninggal yang cuma memiliki saudara sepupu, tanpa berayah dan beranak. Kesalahan Syuraih cukup ditebus dengan memperbaiki keputusannya karena dia cuma lalai dalam membaca dalil.
Persoalan jadi lain bila kesalahan vonis terjadi karena disengaja hakim, entah karena dia menerima suap/hibah, takut menegakkan kebenaran, atau dendam pada salah satu pihak yang beperkara. Dalam hal ini, hakim tadi wajib ditegur. Dia pun wajib didesak meninjau kembali keputusannya, bahkan wajib diadili. Dalam sistem Islam, pengadilan bagi pejabat negara, termasuk hakim, disebut Mahkamah Mazalim.
Jangankan hakim, kepala negara (khalifah) sekalipun bisa diadili. Sejarah membuktikan, dua ahli surga, Khalifah Umar bin Khattab diadili qadhi Ubay bin Ka’ab dalam kasus pelebaran areal Masjidil Haram dan Khalifah Ali bin Abi Thalib diadili qadhi Syuraih pada kasus tuduhan pencurian baju besi oleh seorang Yahudi. Kedua qadhi itu sama berani memvonis salah kedua khalifah itu.
Pengadilan bagi pejabat pemerintah sangat perlu. Bila tidak, pengadilan Allah di Padang Mahsyar akan menunggu dengan sanksi yang belum pernah terpikirkan manusia mana pun.
Oleh Fahmi A Pane