Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa mengenai masalah strategis kebangsaan [masail asasiyyah wathaniyah]. Berdasarkan fatwa MUI haram pemimpin yang ingkar janji, terlebih janji yang diucapkan saat kampanye. Dalam fatwa MUI tersebut tidak boleh mentaati pemimpin yang memerintahkan sesuatu yang dilarang agama.
Nah berikut Keputusan Komisi A terkait Masalah Strategis Kebangsaan, Ijtima’ Ulama Fatwa Se-Indonesia tentang Kedudukan Pemimpin yang Tidak Menepati Janjinya.
- Pada dasarnya, jabatan merupakan amanah yang pasti dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah Swt. Meminta dan/atau merebut jabatan merupakan hal yang tercela, apalagi bagi orang yang tidak mempunyai kapabilitas yang memadai dan/atau diketahui ada orang yang lebih kompeten. Dalam hal seseorang memiliki kompetensi, maka ia boleh mengusulkan diri dan berjuang untuk hal tersebut.
- Setiap calon pemimpin publik, baik legislatif, yudikatif, maupun ekskutif harus memiliki kompetensi (ahliyyah) dan kemampuan dalam menjalankan amanah tersebut.
- Dalam mencapai tujuannya, calon pemimpin publik tidak boleh mengumbar janji untuk melakukan perbuatan di luar kewenangannya.
- Calon pemimpin yang berjanji untuk melaksanakan suatu kebijakan yang tidak dilarang oleh syariah, dan terdapat kemaslahatan, maka ia wajib menunaikannya. Mengingkari janji tersebut hukumnya haram.
- Calon pemimpin publik dilarang berjanji untuk menetapkan kebijakan yang menyalahi ketentuan agama. Dan jika calon pemimpin tersebut berjanji yang menyalahi ketentuan agama maka haram dipilih, dan bila ternyata terpilih, maka janji tersebut untuk tidak ditunaikan.
- Calon pemimpin publik yang menjanjikan memberi sesuatu kepada orang lain sebagai imbalan untuk memilihnya maka hukumnya haram karena termasuk dalam ketegori risywah (suap).
- Pemimpin publik yang melakukan kebijakan untuk melegalkan sesuatu yang dilarang agama dan atau melarang sesuatu yang diperintahkan agama maka kebijakannya itu tidak boleh ditaati.
- Pemimpin publik yang melanggar sumpah dan/atau tidak melakukan tugas-tugasnya harus dimintai pertanggungjawaban melalui lembaga terkait dan diproses sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
- Pemimpin publik yang tidak melaksanakan janji kampanyenya adalah berdosa, dan tidak boleh dipilih kembali.
- MUI agar senantiasa memberikan taushiyah kepada para pemimpin yang mengingkari janji dan sumpahnya.
Fatwa MUI ini diharapkan dapat menjadi pengingat bagi para pemimpin untuk selalu menepati janjinya kepada rakyat. Janji adalah amanah yang harus ditunaikan. Apabila seorang pemimpin mengingkari janjinya, maka ia telah melanggar amanah dan berbuat dosa.
Selain itu, fatwa ini juga diharapkan dapat meningkatkan kesadaran rakyat untuk menuntut pemimpin yang mengingkari janjinya. Rakyat memiliki hak untuk menuntut pemimpin yang tidak menjalankan tugasnya dengan baik, termasuk mengingkari janjinya.
Demikian penjelasan terkait fatwa MUI terkait haram pemimpin yang ingkar janji. Semoga bermanfaat.