Rasulullah, Muhammad SAW, merupakan pribadi yang unggul, dikenal sebagai manusia terbaik yang pernah hidup di antara umat manusia. Salah satu aspek kehidupan beliau yang mencolok adalah kesetiaan luar biasa kepada istri pertamanya, Sayyidah Khadijah. Dalam menggambarkan kehidupan Rasulullah bersama Sayyidah Khadijah, kita dapat melihat bukti nyata tentang bagaimana beliau menjadikan cinta, kesetiaan, dan pengabdian sebagai fondasi pernikahan yang kokoh.
Dalam “Sejarah Hidup Muhammad” karya Muhammad Husain Haikal, diuraikan bahwa hingga mencapai usia 50 tahun, Rasulullah hanya memiliki satu istri, yakni Sayyidah Khadijah. Hal ini sungguh menonjol jika dibandingkan dengan kebiasaan poligami yang umum pada masa itu. Rasulullah hidup bersama Sayyidah Khadijah selama 17 tahun sebelum kerasulannya dan 12 tahun setelahnya, tanpa pernah terlintas untuk menikahi wanita lain.
Penting untuk dicatat bahwa kesetiaan Rasulullah bukan hanya sebatas ketidakpoligaman, tetapi juga mencakup sikapnya yang tidak pernah tergoda atau terpikat oleh kecantikan wanita lain. Bahkan sebelum bertemu Sayyidah Khadijah, Rasulullah tidak tergoda oleh kecantikan wanita-wanita di sekitarnya, yang pada masa itu masih menganut budaya Jahiliyah dengan aurat yang tidak tertutup.
Kisah cinta Rasulullah dengan Sayyidah Khadijah memberikan inspirasi yang mulia bagi umat Islam. Selama hidupnya, Rasulullah tidak hanya memuliakan Sayyidah Khadijah saat beliau hidup, tetapi juga terus menyebut-nyebut sosok istri pertamanya tersebut setelah kepergiannya. Nabi tidak hanya mengenang jasa-jasa Sayyidah Khadijah dalam hidupnya tetapi juga memuji peran istimewa yang dimilikinya dalam menyokong dakwah Islam.
Rasulullah tidak hanya menunjukkan kesetiaan karena keterbatasan atau ketidakmampuan untuk menikah lagi, melainkan sebagai pilihan bijaksana dan teladan luhur. Kesetiaan beliau kepada Sayyidah Khadijah bukan sekadar menolak poligami, tetapi merupakan manifestasi cinta, penghargaan, dan keterlibatan penuh dalam hubungan pernikahan.
Pemikiran ini membawa kita kepada sebuah konsep yang dapat diambil oleh umat Islam. Daripada fokus pada nilai poligami yang diajarkan oleh Rasulullah, seharusnya umat Islam mampu menarik inspirasi dari kesetiaan beliau. Rasulullah tidak hanya mencintai Sayyidah Khadijah secara lahiriah tetapi juga memberikan dukungan penuh pada istrinya dalam segala aspek kehidupan.
Menggali Lebih dalam Tujuan Poligami Rasulullah
Perlu dipahami bahwa Rasulullah menikah bukan semata-mata karena nafsu atau keinginan pribadi, melainkan dengan tujuan yang lebih luas dan mulia. Beliau menikahi janda-janda untuk membantu mereka dari keterpurukan sosial dan juga untuk tujuan politik, seperti memperluas wilayah penyebaran agama Islam. Ini menunjukkan bahwa pernikahan Rasulullah bukanlah semata urusan pribadi tetapi juga langkah strategis untuk memperluas misi dakwah dan kemanusiaan.
Kisah cinta Rasulullah dan Sayyidah Khadijah memberikan contoh yang luar biasa tentang kesetiaan, cinta, dan pengabdian dalam pernikahan. Umat Islam dapat mengambil inspirasi dari sikap Rasulullah yang tidak hanya menolak poligami tetapi juga mengangkat kesetiaan sebagai landasan utama dalam hubungan pernikahan. Lebih dari sekadar meniru nilai-nilai yang diajarkan Rasulullah, umat Islam diharapkan untuk memahami konteks dan tujuan pernikahan dalam Islam, yang mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan dan dakwah. Dengan memahami dan menginternalisasi prinsip-prinsip tersebut, umat Islam dapat menciptakan pernikahan yang mulia dan penuh berkah.
Jika ingin meneladani Rasulullah kenapa hanya mengambil dan selalu menggemborkan persoalan Rasulullah poligami? Kenapa tidak mengambil pelajaran dari cara Rasulullah setia membangun keluarga bersama Khadijah sampai wafat. Kenapa selalu tergiur dengan poligami dengan alasan mengikuti sunnah?