Kisah Abu Hurairah Dipukul oleh Sayyidina Umar

Kisah Abu Hurairah Dipukul oleh Sayyidina Umar

Dalam sejarah Islam, terdapat berbagai peristiwa yang menjadi titik balik penting dalam perkembangan umat Muslim. Salah satu peristiwa yang mengejutkan adalah tragedi kisah Abu Hurairah dipukul oleh Sayyidina Umar, yang muncul karena kalimat “Thoyyibah”.

Adapun kisah Abu Hurairah dipukul Sayyidina Umar ini terdokumentasi dalam kitab Sahih Muslim, jilid 1, halaman 44, yang menjadi saksi bisu dari insiden tersebut.

Masyarakat muslim sekarang, barangkali sering mendengar kutipan-kutipan hadis dari para dai atau penceramah bahwa seorang yg meyakini bahwa tiada Tuhan Kecuali Allah maka ia akan masuk surga. Tentu saja kutipan itu benar dan status haditsnya shahih. 


Tetapi, yang banyak terabaikan dari para penceramah dan dai — apa lagi yang hanya mementingkan kelucuan — adalah dialektika dibalik kalimat Tayyibah tersebut yang sedikit dramatis berikut logikanya.

Imam Muslim, dalam kitabnya, meriwayatkan kisah dari Abu Hurairah ketika para sahabat sedang duduk santai bersama Nabi. Boleh dikatakan, kondisi dan situasinya saat itu sedang jagongan ilmiah dan zikir. Dalam forum itu turut hadir Sayyidina Umar dan Abu Bakr bersama orang yang lain.  

Tak lama dari itu, Rasulullah (saw) berdiri dan beranjak pergi dari tengah-tengah forum, dan kepergiannya cukup lama. Nabi Muhammad masih belum kembali. Sehingga membuat para sahabat khawatir, terlebih Abu Hurairah sebagai orang yang pertama menyadarinya. Sahabat yang lain juga takut, jangan-jangan Rasulullah meninggalkan para sahabat. Sehingga membuat para sahabat pun sangat cemas dan beranjak dari forum. 

Abu Hurairah langsung berinisiatif untuk menyusul dan mencari Nabi. Ia bergegas hingga tiba di taman Banu Najjar yang sayangnya tidak ditemukan gang atau pintu masuk. Abu Hurairah pun, berpaling dan menemukan parit dari sebuah sungai maka tanpa pikir panjang Abu Hurairah melewati parit tersebut seraya berjongkok bak rubah.

Melewati parit akhirnya Abu Hurairah menjumpai Rasulullah yang sedikit kaget dan refleks Nabi bertanya, “Apakah itu Abu Hurairah?”, yang langsung diiyakan oleh Abu Hurairah. Lalu menambahkan, “Ada apa Abu Hurairah?”. Tanya Nabi.

Segara Abu Hurairah menceritakan situasi forum yang sebelumnya ditinggalkan Rasulullah, “Ya Rasulullah, sampeyan tadi berada di menemani kami, setelah itu sampeyan pergi dan tidak segera kembali. Kami pun khawatir takut ada yang mengganggu sampeyan. Dan saya adalah orang pertama yang khawatir.

Jadi, saya mencari sampean yang ditemukan di taman ini. Untuk sampai ke sini, saya rela berjongkok menerobos parit yg sempit layaknya rubah untuk masuk ke taman ini sementara sahabat yang lain masih mengikuti saya di belakang”. Tegas Abu Hurairah pada Rasulullah.

Mendengar cerita Abu Hurairah, Nabi lalu memberikan dua sandalnya kepada Abu Hurairah dan menyuruh balik seraya berpesan, “Ambil sandal saya dan beri tahu siapa pun yang kau temui di luar taman ini, jika mereka bersaksi bahwa tidak ada yang berhak disembah selain Allah dan benar-benar memiliki keyakinan di hati mereka akan hal ini, maka sampaikanlah kepada mereka kabar gembira yaitu surga”. Begitulah pesan Nabi.

Mendapat intruksi demikian, Abu Hurairah langsung mengeksekusinya dan langsung balik tak sabar akan menyebarluaskan kabar gembira tersebut. Orang yang pertama ditemui adalah Sayyidina Umar, yang langsung Beliau (ra) bertanya, “Wahai Abu Hurairah! Sandal apa ini?”. “Sandal ini milik Nabi (saw) dan beliau telah mengutus saya dengan menitipkan sandal ini sebagai tanda untuk memberikan kabar gembira tentang surga kepada orang yang bersaksi bahwa tidak ada yang berhak disembah selain Allah dan benar-benar memegang keyakinan ini di dalam hati mereka”. Jawab Abu Hurairah.

Sayangnya, alih-alih bahagia Sayyidina Umar justru geram kepada Abu Hurairah sehingga beliau membugem dada Abu Hurairah sampai terjungkal ke belakang, dan menyuruh untuk mengkonfirmasi pada Nabi. Akhirnya keduanya menemui Nabi yang mana Abu Hurairah hampir saja menangis lantaran kena bugem Umar. 

Nabi yang melihat perubahan ekspresi dari Abu Hurairah langsung menanyakan kondisinya, “Wahai Abu Hurairah! Ada apa?” ​. Abu Hurairah menjawab, “Saya bertemu dengan ‘Umar (ra) dan memberitahunya tentang pesan yang sampean kirimkan kepada saya, namun ‘Umar (ra) malah memukul dada saya hingga saya jatuh ke belakang dan ‘Umar (ra) menyuruh saya untuk Kembali”. Mendengar penjelasan Abu Hurairah, Nabi kemudian menyuruh dia pulang lebih dulu.

Sementara Nabi menanyakan perihal motif Umar memukul Abu Hurairah, padahal memberi kabar bahagia justru geram. Nabi (saw) bertanya, “Wahai ‘Umar (ra)! Mengapa engkau memukul Abu Hurairah?”.

Hadhrat ‘Umar (ra) menjawab, “Wahai Rasulullah (saw)! Demi ibu dan ayah saya! Apakah sampean mengirim Abu Hurairah dengan sandal jenengan dan mengatakan kepadanya untuk memberikan kabar gembira berupa surga kepada orang yang bersaksi bahwa tidak ada yang berhak disembah selain Allah dan memiliki keyakinan yang teguh dalam hal ini?”. Tanpa menunggu jawaban Nabi, Umar langsung mengajukan ketidak-setujuannya untuk menyebarluaskan ajaran “Kalimat Thayyibah” kepada khalayak ramai dan orang-orang awam. 

Bahkan sedikit mensomasi, beliau matur pada Nabi, “Mohon jangan sebarkan kalimat Thayyibah seperti itu Nabi, karena saya khawatir orang-orang hanya akan mengandalkan hal ini. Oleh karena itu, lebih baik membiarkan mereka terus melakukan perbuatan baik dan menjalankan perintah sehingga mereka menjadi mukmin sejati. Jika tetap menyebarkannya, maka mereka akan bersandar pada pernyataan “Tidak ada yang berhak disembah selain Allah” dan menganggapnya cukup bekal untuk masuk surga tanpa amal dan kesalehan-kesalehan sosial dan ritual lainnya”. 

Mendengarkan alasan Umar yang logis, Nabi akhirnya meng-Acc-nya dan berkata, “Baiklah, tinggalkan saja kalau begitu” (Sahih Muslim, 1/44).

BINCANG SYARIAH