Artikel berikut tentang kunci agar mengingat Kematian. Sejatinya, mengingat kematian adalah sebuah cara untuk mengingatkan diri kita tentang kehidupan sesudah mati dan mengingatkan kita tentang kepentingan dari menjalankan amalan baik dan berdoa. Berikut adalah cara mengingat kematian.
Menurut Greenberg (2002) manusia selalu berusaha untuk menghindari kematiannya dan kematian yang pasti akan datang kapanpun membuat manusia dengan akalnya mencari cara agar tetap bisa melangsungkan kehidupannya. Sehingga menimbulkan gejolak kecemasan (anxiety buffer), yaitu perasaan yang muncul pada saat individu menyadari bahwa dirinya akan meninggal.
Akan tetapi di sisi lain manusia juga bisa memandang penting kematian, dengan kata lain kematian memiliki arti penting (mortality of salience), misalnya bagi orang beriman kematian merupakan sebuah kebahagiaan karena pulang kepada Allah dan dengan kematian kesusahan di dunia akan berganti dengan kebahagiaan.
Mortality of salience merupakan istilah yang menggambarkan kesadaran bahwa pada akhirnya seseorang itu pasti akan mati. Berawal dari mengingat (remember) akan mati, kemudian membuat kesadaran (awareness) akan mati (Putra, dkk, 2016). Sementara itu menurut Pyzcnki, dkk (dalam Greenberg, 2002) mortality of salience adalah proses kognisi untuk mengakses atau mengingat kematian.
Perlu diketahui bahwa mortality of salience merupakan pengembangan dari Terror Management Theory (TMT) yang menjelaskan bahwa manusia memiliki kecemasan akan kematian, dan manusia akan menghindari kematian (Solomon, Greenberg, dan Pyszczynski, dalam Greenberg, 2002).
Mortality of salience sendirisangat dipengaruhi oleh dua hal, yaitu harga diri (self-estem) dan pandangan budaya atau kepercayaan (cultural world view) di mana seseorang itu berada (Pyszczynski dalam Greenberg, 2002).
Menurut Feist (2010) pandangan budaya atau kepercayaan bisa berupa agama, politik, norma sosial. Budaya mempromosikan norma untuk membantu membedakan manusia dengan binatang, hal ini membedakan fungsi psikologis yang sangat penting dengan memberikan perlindungan melawan perhatian yang mendalam atas kematian (Goldenberg, dkk, 2001). Nah, kemudian dengan self-estem yang setiap manusia pasti memilikinya akan memperkuat keyakinan dalam menjalankan pandangan budaya (Putra, dkk, 2016).
Islam menjelaskan bahwa kematian merupakan suatu keniscayaan dalam kehidupan manusia, dengan kata lain pasti akan terjadi. Dalam Al-Qur’an Surat Al-Imran ayat 185 juga dikatakan bahwa setiap jiwa pasti merasakan mati. Akan tetapi banyak dari kita yang melupakan hal itu.
Semetara itu Imam al-Ghazali menjelaskan dalam Kitab Ihya Ulumuddin bahwa ada dua penyebab lupa dengan kematian yaitu cinta dunia, dan kebodohan.
Cinta dunia membuat manusia merasa berat untuk berpisah dengan dunia, dan mencegah manusia berpikir tentang kematian. Begitu juga dengan kebodohan (kelalaian), membuat manusia merasa bisa hidup sesuai dengan kemauannya. Padahal kematian bisa datang kapanpun, dan dimanapun.
Maka setiap manusia harus sadar bahwa kematian merupakan suatu hal yang pasti akan terjadi, dan sadar akan kematian juga merupakan solusi agar terbebas dari cinta terhadap dunia.
Kita harus punya kesadaran bahwa kematian itu pasti akan terjadi, dan kunci mengingat kematian adalah tidak menjadi orang yang hubbud dunya. Kita juga harus menyadari bahwa keberhasilan seorang insan itu terletak pada sejauh mana dalam mengingat kematian, serta meninggal dalam keadaan khusnul khotimah dengan membawa iman dan Islam.