Rasulullah ﷺ membolehkan orang yang kuat menahan syahwatnya untuk mencium istrinya pada waktu puasa dan melarangnya bagi yang tidak kuat menahan syahwatnya
ADA orang yang berpuasa, tapi pada siang hari ia mencium istrinya. Apakah puasanya tidak batal ustadz?
Jawaban: Orang yang berpuasa dan mencium istrinya tidak lepas dari dua keadaan. Pertama; orang tersebut kuat menahan syahwatnya.
Artinya, dia hanya sekedar mencium saja dan bisa menahan diri untuk tidak melanjutkan kepada hal-hal yang lebih dari itu. Untuk golongan seperti ini, menurut mayoritas ulama dibolehkan untuk mencium istri atau suaminya dalam keadaan berpuasa.
Apakah ini dikhususkan bagi suami istri yang sudah tua saja?
Jawaban: Hal ini tidak dikhususkan bagi pasangan suami istri yang tua saja, tetapi mencakup juga pengantin baru atau pasangan suami istri yang masih muda, asal kuat menahan syahwatnya.
Kedua; orang tersebut tidak kuat menahan syahwatnya. Artinya, jika ia mencium istrinya kemungkinan akan berlanjut pada hal yang lebih dari itu, bahkan sampai pada hubungan badan.
Untuk golongan yang kedua ini, hukum mencium istri ketika puasa menjadi makruh karena dikhawatirkan akan menjurus kepada hal-hal yang membatalkan puasa. Bahkan bisa menjadi haram jika ia yakin hal tersebut akan menghantarkannya pada hubungan badan.
Dasar pijakan dari penjelasan di atas adalah sebagai berikut:
1. Hadits yang diriwayatkan dari Aisyah r.a:
عن عاشة رضى الله عنها قالت :كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يقبل وهو صائم ويباشر وهو صائم ، ولكنه كان أملككم لأربه .
“Dari Aisyah ra bahwasanya ia berkata: “Bahwasanya Rasulullah ﷺ mencium (istrinya) sedang beliau dalam keadaan puasa , begitu juga beliau menyentuh istrinya sedang beliau dalam keadaan puasa, tetapi beliau paling kuat menahan syahwatnya diantara kalian.” (HR Bukhari Muslim)
Hadits di atas menunjukkan bahwa Rasulullah ﷺ adalah orang yang paling kuat menahan syahwatnya maka tidak apa mencium istrinya dalam keadaan puasa.
2. Hadits riwayat Umar r.a:
وعن عمر رضي الله عنه، قال: هششت يومًا، فقبلت وأنا صائم، فأتيت النبي صلى الله عليه وسلم، فقلت: إني صنعت اليوم أمرًا عظيمًا: قبلت وأنا صائم، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ” أرأيت لو تمضمضت بماء وأنت صائم؟ ” قلت: لا بأس بذلك، قال ” ففيم؟ “
“Diriwayatkan dari Umar r.a, ia berkata: Pada suatu hari aku senang melihat istriku, kemudian aku menciumnya sedang aku dalam keadaan puasa. Kemudian aku datang kepada Rosulullah ﷺ sambil berkata, ’Pada hari ini aku telah melakukan sesuatu yang besar, saya telah mencium istriku dalam keadaan puasa.’ Rosulullah ﷺ bersabda, ’Bagaimana pendapatmu jika kamu berkumur dengan air dalam keadaan puasa?’ Saya berkata, ‘tidak apa-apa.’ Bersabda Rasululullah ﷺ, ‘Kalau begitu, apa yang ditanyakan?’.” (Hadits Shahih, HR Abu Daud).
Hadits di atas menjelaskan bahwa Rasululullah ﷺ tidak menegur Umar bin Khattab ra ketika mencium istrinya dalam keadaan berpuasa. Karena Rasululullah ﷺ mengetahui bahwa Umar ra orang yang kuat menahan syahwatnya maka ia dibiarkan saja.
Bahkan beliau memberitahu Umar bahwa mencium istri pada waktu puasa hakikatnya seperti orang yang berwudlu dalam keadaan puasa.
3. Hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah r.a:
وعن أبي هريرة رضى الله عنه أن رجلاً سأل النبي صلى الله عليه وسلم عن المباشرة للصائم فرخَّص له، وأتاه آخر فنهاه ، فإذا الذي رخص له شيخ، والذي نهاه شاب .
“Dari Abu Hurairah r.a bahwasanya seorang laki-laki pernah bertanya kepada Rasulullah ﷺ tentang sentuhan antara suami istri yang sedang berpuasa. Maka Rosulullah memberikan keringanan baginya, kemudian datang laki-laki lain yang bertanya tentang hal itu juga, tapi Rasulullah ﷺ kali ini melarangnya. Berkata Abu Hurairah, ‘Ternyata yang diberi keringanan adalah orang yang sudah tua, sedang yang dilarang adalah orang yang masih muda’.” (Hadits Hasan, HR Abu Daud dan Baihaqi).
4. Hadits riwayat Abdulah bin Amru bin Ash r.a:
وعن عبد الله بن عمرو بن العاص قال :كنا عند النبي صلى الله عليه وسلم، فجاء شاب فقال: يا رسول الله، أقبل وأنا صائم؟ فقال: “لا” فجاء شيخ فقال: أقبل وأنا صائم؟ قال: “نعم” .
Dari Abdullah bin Amru bin Ash, bahwasanya ia berkata: “Suatu ketika kami bersama Rosulullah ﷺ, tiba-tiba datang seorang pemuda bertanya, “Wahai Rasulullah bolehkah saya mencium istri saya dalam keadaan puasa?’ Beliau menjawab, ‘Tidak boleh.’ Kemudian datang seorang yang tua bertanya, ’Wahai Rasulullah bolehkah saya mencium istri saya dalam keadaan puasa?’ Beliau menjawab, ‘Boleh’.” (HR Ahmad, hadits ini shohih menurut Syekh Muhammad Syakir).
Hadits Abu Hurairah dan Abdullah bin Amru r.a di atas menunjukkan bahwa Rasulullah ﷺ membolehkan orang yang kuat menahan syahwatnya untuk mencium istrinya pada waktu puasa dan melarangnya bagi yang tidak kuat menahan syahwatnya.
Adapun perkataan Abu Hurairah dan Abdullah bin Amru yang menjelaskan bahwa yang dibolehkan adalah orang yang sudah tua, sedang yang dilarang adalah orang yang masih muda, itu hanya kebetulan saja.
Sebab, rata-rata orang yang sudah tua lebih kuat menahan syahwatnya dibanding yang muda. Akan tetapi, hal ini tidak menutup kemungkinan jika sebagian yang muda justru lebih kuat menahan syahwatnya dari pada yang tua.
Maka ukuran yang tepat dalam hal ini bukanlah tua dan muda tetapi ukurannya adalah yang kuat menahan syahwatnya dan yang tidak kuat, sebagaimana yang sudah dijelaskan di atas. Wallahu A’lam.*/Dr. Ahmad Zain an-Najah, Lc, MA, Pusat Kajian Fiqih Indonesia (PUSKAFI)