Dalam perjalanan Isra dan Mi’raj, Nabi saw menerima perintah shalat dari Allah SWT secara langsung tanpa perantara malaikat.
Ibnu Hazm dan Anas bin Malik berkata, Nabi saw bersabda, “Allah SWT mewajibkan shalat atas umatku 50 kali sehari semalam. Maka aku turun membawa perintah itu. Ketika sampai di hadapan Musa, ia bertanya kepadaku, “Apa yang diperintahkan oleh Allah kepadamu untuk dilaksanakan umatmu?”
Jawabku, “Allah SWT mewajibkan shalat 50 kali.” Kata Musa, “Kembalilah kepada Tuhanmu, karena umatmu tidak akan sangup melaksanakannya.” Maka kembalilah aku kepada Tuhanku, lalu dikuranginya sebagian. Kemudian aku kembali kepada Musa dan berkata, “Allah mengurangi seperdua.”
Kata Musa, “Kembalilah kepada Tuhanmu, sesungguhnya umatmu tidak akan sangup melaksanakannya.” Kembalilah aku kepada Tuhanku. Lalu Allah mengurangi pula seperdua. Sesudah itu aku kembali pula mengabarkannya kepada Musa.
Kata Musa, “Kembalilah kepada Tuhanmu, sesungguhnya umatmu tidak akan sanggup melaksanakannya.” Maka kembali pula aku kepada Tuhanku. Kemudian Allah SWT berfirman, “Walaupun lima, namun lima puluh juga. Putusan-Ku tidak dapat dirubah lagi.”
Maka aku kembali pula mengabarkannya kepada Musa. Kata Musa, “Kembalilah kepada Tuhanmu.” Jawabku, “Malu aku kepada Tuhanku.” (HR Bukhari).
Itulah prosesi penerimaan perintah shalat lima waktu yang diterima oleh Nabi SAW. Meskipun lima kali namun nilainya sama dengan 50 kali. Subhanallah. Hal ini menunjukkan sangat pentingnya ibadah shalat bagi kehidupan kaum Muslimin.
Shalat merupakan bentuk ungkapan penghambaan diri kepada Sang Khalik. Ia sebagai tali penghubung antara seorang hamba dengan Tuhannya. Dengan demikian, jika Nabi saw melakukan mikraj untuk menerima perintah shalat, kini bagi kaum Muslim shalat sebagai sarana mikraj ke haribaan Allah SWT.
Oleh karena itu, dalam peringatan Isra dan Mi’raj Nabi saw kali ini hendaknya dijadikan sebagai momentum untuk mengevaluasi kualitas pelaksanaan shalat kita. Sehingga, shalat yang kita lakukan dapat mengubah diri menjadi lebih baik.
Selain itu, pelaksanaan shalat secara berkualitas dapat mensucikan diri dari sifat-sifat buruk. Allah SWT berfirman, ”Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar.” (QS Al-Ankabut [29]: 45).
Rasululllah saw bersabda, ”Barangsiapa yang mendirikan shalat tetapi dirinya tidak terhindar dari perbuatan keji dan munkar, maka hakikatnya dia tidak melaksanakan shalat.” (HR Thabrani).
Hal ini terbukti dengan keadaan orang-orang munafik. Meskipun mereka shalat bersama Nabi saw, namun mereka justru menjadi penghuni neraka yang paling bawah.
Karena shalat yang dilakukan bermaksud untuk riya. Seakan-akan mereka mendirikan shalat dengan penuh khusyuk, namun sejatinya mereka tidak shalat. (QS An-Nisa [4]: 142-143).
Marilah pada peringatan Isra dan Mi’raj Nabi saw kali ini jangan sebatas rutinitas, tapi jadikan sebagai sarana untuk terus memperbaiki kualitas shalat kita, agar perubahan ke arah yang lebih baik dapat terwujud. Semoga.
oleh: H Imam Nur Suharno MPdI