SEHABIS mengisi isi acara kajian di Masjid al-Muhajirin Sidoarjo, kami langsung menuju lapangan badminton untuk membakar lemak. Lupa sekali bahwa saya punya janji bertemu dengan Syekh Nadirsyah Hosen, sahabat dan guru saya yang ganteng itu yang sedang mampir ke Surabaya (kalau jadi, tidak ada pemberitahuan kembali).
Keringatpun mengucur deras, tarikan nafas mengajak istirahat sambil minum air hangat yang dihidangkan pemilik lapangan badminton, Mr. Sam, owner showroom terjujur, Sam Mobil Surabaya. Lalu kami berbincang tentang kehidupan. Syekh Haffandi, teman sekolah Pak Mahfud MD, berkata bahwa kehidupan ini sebenarnya bagai abjad a, b, c sampai z. Susunannya menjadi kata bisa ditebak. Hidup itu bisa dipelajari. Simpel saja. Hidup itu bagai angka-angka. Mau diapakan saja pasti berpulang pada angka 0, 1 sampai 9. Apanya yang sulit?
Saya manggut-manggut saja. Dalam benak berkata bahwa yang sulit adalah ketika susunan huruf itu akhirnya berbunyi GAGAL. Bagi saya, hidup itu bagai huruf hija’iyah (aksara Arab). Gampang-gampang sulit. Kalau tahu aturannya, makhraj dan tajwidnya, maka sungguh akan menjelma menjadi suara indah menyejukkan. Siapa yang tahu aturan hidup dan kemudian taat dalam menjalaninya maka hiduppun akan damai dan nyaman.
Dalam tajwid tentang hukum nun mati dan tanwin bertemu huruf hijaiyah ada lima: idzhar (terang dan jelas), idgham bighunnah (memasukkan sambil dengung), idgham bilaa ghunnah (memasukkan tanpa dengung), iqlab (berubah suara), dan ikhfa’ (menyamarkan). Dalam kehidupan, lima hukum itu berlaku. Masih kurang jelas? Kapan-kapan saya idzharkan. Yang jelas, kini saya tak akan iqlab, berubah suara. Salam, AIM. [*]