Syaikh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi Rahimahullah adalah ulama besar Indonesia yang pernah menjadi imam, khatib dan guru besar di Masjidil Haram, sekaligus Mufti Mazhab Syafi’i pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Dia memiliki peranan penting di Mekkah al Mukarramah dan di sana menjadi guru para ulama Indonesia.
Syaikh Ahmad Khatib Al – Minangkabawi Rahimahullah merupakan tokoh yang memiliki darah Koto Gadang, sebuah desa yang memiliki keunikan intelektualitas di Minangkabau Pada Masa Kolonialisme ( Baca : Koto Gadang, Desa Intelektual di Lereng Gunung Singgalang dan Puncak Ngarai Sianok)dan Satu Keturununan dengan tokoh besar Koto Gadang lainnya yakni Abdul Rahman Datuk Dinegeri Orang Kaya Besar, Haji Abdul Gani Rajo Mangkuto, Sutan Muhamad Salim, K.H Agus Salim, Abdul Muis, , Rohana Kudus, Sutan Syahrir dan Prof.Dr. Emil Salim merupakan tokoh – tokoh besar Koto Gadanng yang berasal dari satu keturunan yaitu Tuanku Nan Kecil dan Syaikh Imam Abdullah Bin Abdul Aziz
Riwayat
Nama lengkapnya adalah Ahmad Khatib bin Abdul Latif al-Minangkabawi, lahir di Koto Tuo – Balai Gurah, IV Angkek Candung, Agam, Sumatera Barat, pada hari Senin 6 Dzulhijjah 1276 H (1860 Masehi) dan wafat di Mekkah hari Senin 8 Jumadil Awal 1334 H (1916 M).
Awal berada di Mekkah, ia berguru dengan beberapa ulama terkemuka di sana seperti Sayyid Bakri Syatha, Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan, dan Syekh Muhammad bin Sulaiman Hasbullah al-Makkiy.
Banyak sekali murid Syaikh Khatib yang diajarkan fiqih Syafi’i. Kelak di kemudian hari mereka menjadi ulama-ulama besar di Indonesia, seperti Abdul Karim Amrullah (Haji Rasul) ayah dari Buya Hamka; Syaikh Muhammad Jamil Jambek, Bukittinggi; Syaikh Sulaiman Ar-Rasuli, Candung, Bukittinggi, Syaikh Muhammad Jamil Jaho Padang Panjang, Syaikh Abbas Qadhi Ladang Lawas Bukittinggi, Syaikh Abbas Abdullah Padang Japang Suliki, Syaikh Khatib Ali Padang, Syaikh Ibrahim Musa Parabek, Syaikh Mustafa Husein, Purba Baru, Mandailing, dan Syaikh Hasan Maksum, Medan. Tak ketinggalan pula K.H. Hasyim Asy’ari dan K.H. Ahmad Dahlan, dua ulama yang masing-masing mendirikan organisasi Islam terbesar di Indonesia, Nahdatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, merupakan murid dari Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah.
Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah adalah tiang tengah dari mazhab Syafi’i dalam dunia Islam pada permulaan abad ke XX. Ia juga dikenal sebagai ulama yang sangat peduli terhadap pencerdasan umat. imam Masjidil Haram ini adalah ilmuan yang menguasai ilmu fiqih, sejarah, aljabar, ilmu falak, ilmu hitung, dan ilmu ukur (geometri).
Nasab
Ia bernama lengkap Al ‘Allamah Asy Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah bin ‘Abdul Lathif bin ‘Abdurrahman bin ‘Abdullah bin ‘Abdul ‘Aziz Al Khathib Al Minangkabawi Al Jawi Al Makki Asy Syafi’i Al Atsari rahimahullah.
Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah Al Khatib dilahirkan di Koto Tuo, kenagarian Balai Gurah, Kec. Ampek Angkek Candung, Kab. Agam, Prov. Sumatera Barat pada hari Senin 6 Dzul Hijjah 1276 H bertepatan dengan 26 Mei 1860 M. Ibunya bernama Limbak Urai binti Tuanku Nan Rancak. Ayahnya bernama ‘Abdul Lathif yang berasal dari Koto Gadang. ‘Abdullah, kakek Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah atau buyut menurut riwayat lain, adalah seorang ulama kenamaan. Oleh masyarakat Koto Gadang, ‘Abdullah ditunjuk sebagai imam dan khathib. Sejak itulah gelar Khatib Nagari melekat dibelakang namanya dan berlanjut ke keturunannya di kemudian hari.
Pendidikan
Ketika masih di kampung kelahirannya, Ahmad kecil sempat mengenyam pendidikan formal, yaitu pendidikan dasar dan berlanjut ke Sekolah Raja atau Kweek School yang tamat tahun 1871 M.
Di samping belajar di pendidikan formal yang dikelola Belanda itu, Ahmad kecil juga mempelajari mabadi’ (dasar-dasar) ilmu agama dari Syaikh ‘Abdul Lathif, sang ayah. Dari sang ayah pula, Ahmad kecil menghafal Al Quran dan berhasil menghafalkan beberapa juz.
Pada tahun 1287 H, Ahmad kecil diajak oleh sang ayah, ‘Abdul Lathif, ke Tanah Suci mekkah untuk menunaikan ibadah haji. Setelah rangkaian ibadah haji selesai ditunaikan, ‘Abdullah kembali ke Sumatera Barat sementara Ahmad tetap tinggal di mekkah untuk menyelesaikan hafalan Al Qurannya dan menuntut ilmu dari para ulama-ulama mekkah terutama yang mengajar di Masjid Al Haram terutama yang mengajar di Masjid Al Haram.
Di antara guru-guru Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah di mekkah adalah:
Sayyid ‘Umar bin Muhammad bin Mahmud Syatha Al Makki Asy Syafi’I (1259-1330 H)
Sayyid ‘Utsman bin Muhammad Syatha Al Makki Asy Syafi’i (1263-1295 H)
Sayyid Bakri bin Muhammad Zainul ‘Abidin Syatha Ad Dimyathi Al Makki Asy Syafi’i (1266-1310 H) –penulis I’anatuth Thalibin.
Dalam Ensiklopedi Ulama Nusantara dan Cahaya dan Perajut Persatuan mencatat beberapa ulama lain sebagai guru Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah, yaitu:
Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan (wafat 1304) –mufti Madzhab Syafi’i di mekkah-
Yahya Al Qalyubi Muhammad Shalih Al Kurdi
Mengenai bagaimana semangat Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah dalam thalabul ‘ilmi, mari sejenak kita dengarkan penuturan seorang ulama yang sezaman dengannya, yaitu Syaikh ‘Umar ‘Abdul Jabbar rahimahullah dalam Siyar wa Tarajim hal. 38-39, “…Ia adalah santri teladan dalam semangat, kesungguhan, dan ketekunan dalam menuntut ilmu serta bermudzakarah malam dan siang dalam pelbagai disiplin ilmu. Karena semangat dan ketekunannya dalam muthala’ah dalam ilmu pasti seperti mathematic (ilmu hitung), aljabar, perbandingan, tehnik (handasah), haiat, pembagian waris, ilmu miqat, dan zij, ia dapat menulis buku dalam disiplin ilmu-ilmu itu tanpa mempelajarinya dari guru (baca: otodidak).”
Selain mempelajari ilmu Islam, Ahmad juga gemar mempelajari ilmu-ilmu keduniaan yang mendudkung ilmu diennya seperti ilmu pasti untuk membantu menghitung waris dan juga bahasa Inggris sampai betul-betul kokoh.
Murid
Mengenai murid-murid Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah rahimahullah, Siradjuddin ‘Abbas berkata, “Sebagaimana dikatakan di atas bahwa hamper ulama Syafi’I yang kemudian mengembangkan ilmu agama di Indonesia, seperti Syaikh Sulaiman Ar Rasuli, Syaikh Muhd. Jamil Jaho, Syaikh ‘Abbas Qadhli, Syaikh Musthafa Purba Baru, Syaikh Hasan Ma’shum Medan Deli dan banyak lagi ulama-ulama Indonesia pada tahun-tahun abad XIV adalah murid dari Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah Khathib Minangkabau ini.”[2]
Ucapan senada juga dinyatakan penulis Ensiklopedi Ulama Nusantara di banyak tempat. Bahkan Dr. Kareel A. Steenbrink membuat satu pasal dalam Beberapa Aspek:Guru untuk Generasi Pertama Kau Muda. Namun, tidak salah kiranya kita sebutkan di sini beberapa murid-muridnya yang menonjol, baik secara keilmuan maupun dakwah yang mereka lancarkan, di antaranya adalah:
Syaikh ‘Abdul Karim bin Amrullah rahimahullah –ayah Ustadz Hamka-. Seorang ulama kharismatik yang memiliki pengaruh kuat di ranah Minang dan Indonesia. Di antara karya tulisnya adalah Al Qaulush Shahih yang membicarakan tentang nabi terakhir dan membantah paham adanya nabi baru setelah Nabi Muhammad terutama pengikut Mirza Ghulam Ahmad Al Qadiyani.
Muhammad Darwis alias Ustadz Ahmad Dahlan bin Abu Bakar bin Sulaiman rahimahullah –pendiri Jam’iyyah Muhammadiyyah-.
Ustadz Muhammad Hasyim bin Asy’ari Al Jumbangi rahimahullah –salah satu pendiri Jam’iyyah Nahdlatul ‘Ulama-.
Ustadz ‘Abdul Halim Majalengka rahimahullah–pendiri Jam’iyyah I’anatul Mubta’allimin yang bekerja sama dengan Jam’iyyah Khairiyyah dan Al-Irsyad
Syaikh ‘Abdurrahman Shiddiq bin Muhammad ‘Afif Al Banjari rahimahullah –mufti Kerajaan Indragiri-.
Muhammad Thaib ‘Umar
Dan lain-lain.
Imam Besar Masjidil Haram Mekkah pertama dari orang non Arab
Kealiman Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah dibuktikan dengan dilangkatnya ia menjadi imam dan khathib sekaligus staf pengajar di Masjid Al Haram. Jabatan sebagai imam dan khathib bukanlah jabatan yang mudah diperoleh. Jabatan ini hanya diperuntukkan orang-orang yang memiliki keilmuan yang tinggi.
Mengenai sebab pengangkatan Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah Al Khathib menjadi imam dan khathib, ada dua riwayat yang nampaknya saling bertentangan. Riwayat pertama dibawakan oleh ‘Umar ‘Abdul Jabbar dalam kamus tarajimnya, Siyar wa Tarajim (hal. 39). ‘Umar ‘Abdul Jabbar mencatat bahwa jabatan imam dan khathib itu diperoleh Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah berkat permintaan Shalih Al Kurdi, sang mertua, kepada Syarif ‘Aunur Rafiq agar berkenan mengangkat Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah menjadi imam & khathib. Sedangkan riwayat kedua dibawakan oleh Hamka rahimahullah dalam Ayahku, Riwayat Hidup Dr. ‘Abdul Karim Amrullah dan Perjuangan Kaum Agama di Sumatera yang kemudian dinukil oleh Dr. Akhria Nazwar dan Dadang A. Dahlan. Ustadz Hamka menyebutkan cerita ‘Abdul Hamid bin Ahmad Al Khathib, suatu ketika dalam sebuah shalat berjama’ah yang diimami langsung Syarif ‘Aunur Rafiq. Di tengah shalat, ternyata ada bacaan imam yang salah, mengetahui itu Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah pun, yang ketika itu juga menjadi makmum, dengan beraninya membetulkan bacaan imam. Setelah usai shalat, Syarif ‘Aunur Rafiq bertanya siapa gerangan yang telah membenarkan bacaannya tadi. Lalu ditunjukkannya Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah yang tak lain adalah menantu sahabat karibnya, Shalih Al Kurdi, yang terkenal dengan keshalihan dan kecerdasannya itu. Akhirnya Syarif ‘Aunur Rafiq mengangkat Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah sebagai imam dan khathib Masjid Al Haram untuk madzhab Syafi’i.
Gagasan-gagasan
Perhatiannya terhadap hukum waris juga sangat tinggi, kepakarannya dalam mawarits (hukum waris) telah membawa pembaharuan adat Minang yang bertentangan dengan Islam. Martin van Bruinessen mengatakan, karena sikap reformis inilah akhirnya al-Minangkabawi semakin terkenal. Salah satu kritik Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah yang cukup keras termaktub di dalam kitabnya Irsyadul Hajara fi Raddhi ‘alan Nashara. Di dalam kitab ini, ia menolak doktrin trinitas Kristen yang dipandangnya sebagai konsep Tuhan yang ambigu.
Selain masalah teologi, dia juga pakar dalam ilmu falak. Hingga saat ini, ilmu falak digunakan untuk menentukan awal Ramadhan dan Syawal, perjalanan matahari termasuk perkiraan wahtu salat, gerhana bulan dan matahari, serta kedudukan bintang-bintang tsabitah dan sayyarah, galaksi dan lainnya.
Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah juga pakar dalam geometri dan tringonometri yang berfungsi untuk memprediksi dan menentukan arah kiblat, serta berfungsi untuk mengetahui rotasi bumi dan membuat kompas yang berguna saat berlayar. Kajian dalam bidang geometri ini tertuang dalam karyanya yang bertajuk Raudat al-Hussab dan Alam al-Hussab.
Karya
Karya-karya tulis Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu karya-karya yang berbahasa Arab dan karya-karya yang berbahasa Melayu dengan tulisan Arab. Kebanyakan karya-karya itu mengangkat tema-tema kekinian terutama menjelaskan kemurnian Islam dan merobohkan kekeliruan tarekat, bid’ah, takhayul, khurafat, dan adat-adat yang bersebrangan dengan Al Quran & Sunnah.
Karya-karya Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah dalam bahasab ’Arab:
Hasyiyah An Nafahat ‘ala Syarhil Waraqat lil Mahalli
Al Jawahirun Naqiyyah fil A’malil Jaibiyyah
Ad Da’il Masmu’ ‘ala Man Yuwarritsul Ikhwah wa Auladil Akhwan Ma’a Wujudil Ushul wal Furu’
Raudhatul Hussab
Mu’inul Jaiz fi Tahqiq Ma’nal Jaiz
As Suyuf wal Khanajir ‘ala Riqab Man Yad’u lil Kafir
Al Qaulul Mufid ‘ala Mathla’is Sa’id
An Natijah Al Mardhiyyah fi Tahqiqis Sanah Asy Syamsiyyah wal Qamariyyah
Ad Durratul Bahiyyah fi Kaifiyah Zakati Azd Dzurratil Habasyiyyah
Fathul Khabir fi Basmalatit Tafsir
Al ‘Umad fi Man’il Qashr fi Masafah Jiddah
Kasyfur Ran fi Hukmi Wadh’il Yad Ma’a Tathawuliz Zaman
Hallul ‘Uqdah fi Tashhihil ‘Umdah
Izhhar Zaghalil Kadzibin fi Tasyabbuhihim bish Shadiqin
Kasyful ‘Ain fi Istiqlal Kulli Man Qawal Jabhah wal ‘Ain
As Saifu Al Battar fi Mahq Kalimati Ba’dhil Aghrar
Al Mawa’izh Al Hasanah Liman Yarghab minal ‘Amal Ahsanah
Raf’ul Ilbas ‘an Hukmil Anwat Al Muta’amil Biha Bainan Nas
Iqna’un Nufus bi Ilhaqil Anwat bi ‘Amalatil Fulus
Tanbihul Ghafil bi Suluk Thariqatil Awail fima Yata’allaq bi Thariqah An Naqsyabandiyyah
Al Qaulul Mushaddaq bi Ilhaqil Walad bil Muthlaq
Tanbihul Anam fir Radd ‘ala Risalah Kaffil ‘Awwam, sebuah kitab bantahan untuk risalah Kafful ‘Awwam fi Khaudh fi Syirkatil Islam karya Ustadz Muhammad Hasyim bin Asy’ari yang melarang kaum muslimin untuk nimbrung di Sarekat Islam (SI)
Hasyiyah Fathul Jawwad dalam 5 jilid
Fatawa Al Khathib ‘ala Ma Warada ‘Alaih minal Asilah
Al Qaulul Hashif fi Tarjamah Ahmad Khathib bin ‘Abdil Lathif
Adapun yang berbahasa Melayu adalah:
Mu’allimul Hussab fi ‘Ilmil Hisab
Ar Riyadh Al Wardiyyah fi Ushulit Tauhid wa Al Fiqh Asy Syafi’i
Al Manhajul Masyru’ fil Mawarits
Dhaus Siraj Pada Menyatakan Cerita Isra’ dan Mi’raj
Shulhul Jama’atain fi Jawaz Ta’addudil Jumu’atain
Al Jawahir Al Faridah fil Ajwibah Al Mufidah
Fathul Mubin Liman Salaka Thariqil Washilin
Al Aqwal Al Wadhihat fi Hukm Man ‘Alaih Qadhaish Shalawat
Husnud Difa’ fin Nahy ‘anil Ibtida’
Ash Sharim Al Mufri li Wasawis Kulli Kadzib Muftari
Maslakur Raghibin fi Thariqah Sayyidil Mursalin
Izhhar Zughalil Kadzibin
Al Ayat Al Bayyinat fi Raf’il Khurafat
Al Jawi fin Nahw
Sulamun Nahw
Al Khuthathul Mardhiyyah fi Hukm Talaffuzh bin Niyyah
Asy Syumus Al Lami’ah fir Rad ‘ala Ahlil Maratib As Sab’ah
Sallul Hussam li Qath’i Thuruf Tanbihil Anam
Al Bahjah fil A’malil Jaibiyyah
Irsyadul Hayara fi Izalah Syubahin Nashara
Fatawa Al Khathib dalam versi bahasa Melayu
Wafat
Pada tanggal 9 Jumadil Ula tahun 1334 H, Allah ‘memanggil’ Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah ke hadhirat-Nya setelah sekian lama hidup di dunia yang fana ini. Ya, jatah ia tinggal di dunia ini telah habis setelah mencetak kader-kader yang hingga detik ini masih disebut-sebut. Jasadnya memang sudah tiada, namun kehadirannya seakan-akan masih bisa dirasakan karena keilmuan dan peninggalan-peninggalannya berupa murid-muridnya yang terus memperjuangkan misi-misinya dan terutama karya-karya ilmiahnya yang masih terus dibaca hingga hari ini. Rahimahullah wa askanahu fasiha jannatih.
https://id.wikipedia.org/wiki/Ahmad_Khatib_Al-Minangkabawi