Akal Sebagai Sumber Ajaran Islam

Akal Sebagai Sumber Ajaran Islam

Berikut ini penjelasan terkait akal sebagai sumber ajaran Islam. Pada dasarnya, dalam Islam, akal memiliki posisi yang sangat mulia. Meski demikian, bukan berarti akal diberi kebebasan tanpa batas dalam memahami agama.

Islam memiliki aturan untuk menempatkan akal sebagaimana mestinya. Bagaimanapun, akal yang sehat akan selalu cocok dengan syariat Allah swt, dalam permasalahan apa pun. Akal adalah nikmat besar yang Allah swt titipkan dalam jasmani manusia.

Akal merupakan salah satu kekayaan yang sangat berharga bagi diri manusia. Keberadaannya membuat manusia berbeda dengan makhluk-makhluk lain ciptaan Allah. Bahkan tanpa akal manusia tidak ubahnya seperti binatang yang hidup di muka bumi ini.

Dengan bahasa yang singkat, akal menjadikan manusia sebagai makhluk yang berperadaban. Tetapi meskipun demikian, akal yang selalu diagung-agungkan oleh golongan pemikir sebut saja golongan ra’yu atau mu’tazilah juga memiliki keterbatasan dalam fungsinya .(Harun Nasution, 1986: 71).

Akal itu adalah sebuah timbangan yang cermat, yang hasilnya adalah pasti dan dapat dipercaya (Ibnu Khaldun, 1999: 457). Khaldun menjelaskan mempergunakan akal itu menimbang soal-soal yang berhubungan dengan keesaan Allah swt, atau hidup di akhirat kelak, atau hakikat kenabian (nubuwah), atau hakikat sifat-sifat ketuhanan atau halhal lain di luar kesanggupan akal, adalah sama dengan mencoba mempergunakan timbangan tukang emas untuk menimbang gunung.

Ini tidaklah berarti bahwa timbangan itu sendiri tidak boleh dipercaya. Soal yang sebenarnya ialah bahwa akal itu mempunyai batas-batas yang dengan keras membatasinya; oleh karena itu tidak bisa diharapkan bahwa akal itu dalam memahami Allah swt dan sifat-sifatnya.

Akal akan mempertimbangkan hal-hal yang dilihat atau didengar lewat indera penglihatan atau pendengaran. Ini berarti bahwa akal dapat berfungsi setelah ada informasi yang bersifat empirik dari indera yang lain.

Lalu bagaimana dengan fungsi akal untuk memikirkan hal-hal yang bersifat abstrak? hal-hal yang bersifat ghaib?  Mempertimbangkan bahwa akal dapat berfungsi ketika ada informasi yang bersifat empirik dari panca indera yang lain, ini berarti akal akan berfungsi sebagaimana mestinya untuk hal-hal yang bersifat dapat diraba dan didengar.

Adapun untuk hal-hal yang bersifat ghaib atau abstrak diperlukan petunjuk khusus, yakni wahyu (agama). Dengan begitu, meskipun di dalam Al-Qur’an sangat ditekankan pada penggunaan akal dalam setiap persoalan, namun di sisi lain akal sangat membutuhkan wahyu (agama) atau lebih tepatnya religiusitas dalam menimbang hal-hal yang bersifat abstrak (ghaib).

Islam adalah agama yang sangat memperhatikan peran dan fungsi akal secara optimal, sehingga akal dijadikan sebagai standar seseorang diberikan beban taklif atau sebuah hukum. Jika seseorang kehilangan akal maka hukum-pun tidak berlaku baginya. Saat itu dia dianggap sebagai orang yang tidak terkena beban apapun.

Di dalam Islam, dalam menggunakan akal mestilah mengikuti kaedah-kaedah yang ditentukan oleh wahyu supaya akal tidak terbabas, supaya akal tidak digiring oleh kepentingan, sehingga tidak menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal, sehingga tidak menjadikan musuh sebagai kawan dan kawan pula sebagai musuh.

Meskipun demikian, akal bukanlah penentu segalanya. Ia tetap memiliki kemampuan dan kapasitas yang terbatas. Oleh karena itulah, Allah Swt menurunkan wahyu-Nya untuk membimbing manusia agar tidak tersesat.

Di dalam keterbatasannya-lah akal manusia menjadi mulia. Sebaliknya, ketika ia melampaui batasnya dan menolak mengikuti bimbingan wahyu maka ia akan tersesat.

Syahdan, dalam Al-Qur’an tidak ditemukan kata aqala yang menunjuk potensi manusiawi itu. Yang ditemukan adalah kata kerjanya dalam bentuk ya’qilun dan ta’qilun(Quraish.2000:57). Masingmasing muncul dalam Al-Qur’an sebanyak 22 dan 24 kali. Di samping itu,ada juga kata na’qilu dan qiluha serta aqaluhu yang masing-masing disebut sekali dalam al-Qur’an.

Terulangnya kata akal dan aneka bentuknya dalam jumlah yang sedemikian banyak mengisyaratkan pentingnya peranan akal. Bahkan kedudukan itu diperkuat oleh ketetapan al-Qur‟an tentang pencabutan/pembatasan wewenang mengelola dan membelanjakan hartawalau milik seseorang bagi yang tidak memiliki akal/pengetahuan Q.S. An-Nisa (4): 5.

Bahkan pengabaian akal berpotensi mengantar seseorang tersiksa di dalam neraka, seperti Qs. Al-Mulk (67):11. Melalui akal, lahir kemampuan menjangkau pemahaman sesuatu yang pada gilirannya mengantar pada dorongan berakhlak luhur. Ini dapat dinamai al-aql al-wazi, yakni akal pendorong.

Akal juga digunakan untuk memperhatikan dan menganalisis sesuatu guna mengetahui rahasia-rahasia yang terpendam untuk memperoleh kesimpulan ilmiah dan hikmah yang dapat ditarik dari analisis tersebut.

Kerja akal di sini membuahkan ilmu pengetahuan sekaligus perolehan hikmah yang mengantar pemiliknya mengetahui dan mengamalkan apa yang diketahuinya. Ini dinamai al-aql al-mudrik, yakni akal penjangkau (pengetahuan).

Di samping kedua fungsi di atas, masih ada lagi yang melebihi keduanya, yaitu yang mencakup keduanya, tapi dalam bentuk yang sempurna dan matang sehingga tidak ada lagi kekurangan atau kekeruhan.

Memang, bisa saja ada akal yang menghasilkan pengetahuan, tetapi (masih berpotensi mengandung) kekurangan hikmah. Demikian juga bisa jadi ada hikmah yang dilahirkan oleh mereka yang tidak berpengetahuan.

Untuk meraih hal-hal di atas, maka akal harus difungsikan. Dalam konteks memfungsikannya, Al-Qur’an sekali menggunakan kata yatafakkarun. kemudian menggunakan ya’qilun. Dan menggunakan kata yatadabbarun, selanjutnya yatadzakkarun, dan lain-lain.

Semuanya mengarah pada upaya memfungsikan akal guna meraih pengetahuan atau pengetahuan dan hikmah, bahkan guna meraih rusyd yang menjadikan peraihnya dinamai Ulu al-Albab atau ar-Rasikhun fi al-Ilm (orang yang mantap dalam pengetahuannya). Al-Qur’an tidak saja menganjurkan penggunaan akal, tetapi juga mengecam yang tidak menggunakannya untuk meraih ilmu dan hikmah.

Sekian penjelasan terkait akal sebagai sumber ajaran Islam. Semoga penjelasan akal sumber ajaran Islam ini beramanfaat.

BINCANG SYARIAH