Akhlak Antikorupsi

Nabi Muhammad SAW bersabda, La yaqbalu sholatan bighoiri tohurin wa la shodaqotan min ghululin, (Allah tidak menerima salat seseorang tanpa bersuci dan sedekah (harta) dari hasil korupsi). (HR Muslim).

Tidak ada kebaikan yang diterima Allah SWT yang dibangun dengan material kejahatan dan kezhaliman. Ibadah shalat yang dikerjakan, sedekah yang ditunaikan, haji yang dikerjakan atau kebaikan lain yang dilakukan tidak bermakna ibadah sama sekali di sisi Allah SWT, bila seorang Muslim masih Melakukan praktik korupsi dalam hidupnya, menumpuk kekayaan, dan memberikan nafkah kepada keluarganya dari hasil korupsi.

Rasullulah SAW sangat membenci perilaku ghulul atau di Indonesia kita kenal sebagai korupsi atau perilaku maling yakni mengambil hak orang lain atau hak publik, atau menggunakan kekuasaan yang dimiliki untuk kepentingan pribadi atau kelompok, memperkaya diri dengan cara yang haram, serta abai terhadap hak-hak orang banyak.

Nabi SAW sangat membenci korupsi. Kebencian Rasulullah SAW terhadap korupsi pernah ditunjukkan ketika ada salah satu sahabat yang gugur dalam Perang Khaibar.

Nabi SAW diajak untuk menshalati sahabat yang gugur tersebut. Namun Beliau dengan tegas menolak, dan mempersilahkan sahabat lain untuk menshalati sahabat yang gugur tersebut.

Sahabat yang lain bertanya mengapa Rasulullah SAW menolak menshalati sahabat yang gugur tersebut. Rasul menjawab, “Sahabat kita itu telah melakukan ghulul.

Setelah dicek, ternyata sahabat yang gugur tersebut masih menyimpan manik-manik hasil rampasan perang yang belum dibagikan, yang nilainya sekitar dua dirham.

Bila dikonversi dengan nilai Rupiah saat ini sekitar Rp 150 ribu. Hanya karena menggelapkan ghonimah senilai dua dirham, Nabi SAW menunjukkan ekspresi kebencian yang terang. Bagi para sahabat, hukuman yang diterapkan Rasulullah SAW tersebut sangat berat, baik secara sosial maupun secara spiritual.

Melalui peristiwa Perang Khaibar tersebut, Islam membangun konstruksi budaya antikorupsi yang sangat kuat. Betapa tindakan koruptif ditempatkan pada posisi yang bisa menggugurkan ibadah-ibadah lainnya, merobohkan susunan kebaikan yang sudah dan akan dilakukan seorang Muslim.

Bahkan sebagian ulama sampai pada satu kesimpulan bahwa tindakan koruptif adalah tindakan syirik. Mereka yang melakukan korupsi dinilai telah tunduk dan menuhankan uang atau materi, dan abai akan kehadiran Allah SWT. Padahal, dosa syirik tidak diampuni oleh Allah SWT.

Tindakan koruptif teramat sulit bertobatnya karena harus meminta maaf kepada seluruh rakyat yang dirugikan akibat praktik korupsi yang pernah dilakukan. Tindakan korupsi yang pernah dilakukan seseorang bisa jadi secara tidak langsung memberikan kesengsaraan bagi hidup orang banyak.

Maka, ketika korupsi masih tetap ramai dilakukan oleh sebagian besar pimpinan dan rakyat suatu bangsa dan negara, sejatinya mereka meninggalkan ajaran Islam, melupakan tauhid, dan mengabaikan budaya antikorupsi yang dibangun oleh Islam melalui perintah Allah SWT dan sunah Rasullulah.

Meninggalkan perilaku koruptif dan membangun budaya antokorupsi dengan menghadirkan nilai-nilai kejujuran adalah budaya sejati Islam. Islam tidak bisa tegak tanpa menghadirkan nilai-nilai akhlak yang baik. Islam adalah husn khuluq (akhlak yang baik). Akhlak yang baik itu adalah akhlak yang antikorupsi.

 

Oleh: Dahnil Anzar Simanjuntak

sumber: republika Online