Penelitian terbaru berjudul “The Burden of Mental Disorders di Wilayah Mediterania Timur 1990-2013” menempatkan warga Palestina sebagai warga dengan penderita gangguan kesehatan mental tertinggi di Timur Tengah dengan jumlah mencapai 40 persen lebih.
Penelitian mengungkap, 54 persen anak laki-laki dan 46,2 persen anak perempuan Palestina berusia 6-12 tahun memiliki gangguan emosional dan perilaku. Di Gaza, krisis ini sangat akut dengan tiga serangan militer Israel dalam waktu enam tahun terakhir, Seperti dilansir dari The New Arab pada hari Minggu (14/05).
Dari serangan 2008-2009, ditemukan 30 persen gejala Post Traumatic Stress Disorder, yang menurut laporan Medical Aid for Palesians (MAP) berasal dari dampak 50 tahun pendudukan. Selama perang 2014 di Gaza, 54 persen anak menderita PTSD berat dengan gejala mimpi buruk, kilas balik dan sulit tidur.
Dalam perang 52 hari yang menewaskan 2.200 warga Palestina di tahun 2014, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan lebih dari 20 persen populas warga Gaza memerlukan perawatan prikososial.
Sedangkan pembatasan pergerakan, pembongkaran rumah, pos pemeriksaan dan pelecehan tentara Israel jadi paparan utama memburuknya mental di Tepi Barat. Sekitar 78 persen warga Palestina melaporkan penggerebekan, 62 persen dianiaya verbal dan 43 persen alami kekerasan visi (1987-2011).
Pertahanan untuk Anak Internasonal-Palestina (DCIP) menemukan 75 persen anak-anak yang ditahan antara kurun waktu 2012 dan 2015 mengalami kekerasan. 70 persen mengaku dilecehkan, diintimidas dan dihina secara verbal, serta 70 persen mengaku telah ditelanjangi saat ditahan.
“Hak atas kesehatan Palestina tidak dapat direalisasikan di bawah pendudukan Zionis Israel terus-menerus, yang menimbulkan ancaman konstan tidak cuma keselamatan fisik tapi kesejahteraan psikologis dan emosional,” tulis kesimpulan penelitian MAP. (Rol/Ram)