Allah SWT melarang Muslim menghina agama apa pun selain Islam
Dalam kehidupan di dunia ini ada banyak keyakinan, meski awalnya keyakinan hanya kepada Allah SWT.
Allah SWT yang Mahapengasih dan penyayang melarang orang beriman mencaci keyakinan orang lain. Larangan ini diabadikan Allah SWT dalam surat Al Anam 108.
وَلَا تَسُبُّوا الَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ فَيَسُبُّوا اللَّهَ عَدْوًا بِغَيْرِ عِلْمٍ
“Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan.”
Prof Quraisy Shihab dalam karyanya, Tafsir Al-Misbah mengatakan, ayat ini merupakan bimbingan secara khusus ditujukan kepadi kaum muslimin. Bimbingan ini menyangkut larangan mencaci tuhan-tuhan mereka yang boleh jadi dilakukan kaum Muslimin, terdorong emosi menghadapi gangguan kaum musyrikin atau ketidaktahuan mereka, tentang yakin kepada Allah SWT pasti akan selamat.
“Hal ini (mencacai keyakinan yang lain tidak mungkin akan terjadi dari Nabi Muhammad SAW yang sangat luhur budi pekertinya lagi bukan seorang
pemaki dan pencerca,” kata Prof Quraish. Karena itu redaksi ayat ini hanya ditujukan kepada jamaah kaum Muslimin, yakni:
“Dan janganlah kamu wahai kaum muslimin memaki sembahan-sembahan seperti berhala-berhala yang mereka sembah selain Allah.”
Karena jika kamu memakinya maka akibatnya mereka akan memaki pula Allah dengan melampaui batas atau secara tergesa-gesa tanpa berpikir dan tanpa pengetahuan. Apa yang dapat mereka lakukan dari cacian itu sama dengan apa yang telah dilakukan kaum musyrikin yang lain sepanjang masa.
“Karena demikianlah Kami memperindah bagi setiap umat amal buruk mereka akibat kebejatan budi mereka dan akibat godaan setan terhadap mereka,” katanya.
Tetapi jangan duga mereka akan lepas dari tanggung jawab, karena kemudian, yakni nanti setelah datang waktu yang ditentukan, yang boleh jadi kamu anggap lama sebagaimana dipahami dari kata “tsumma” kepada Tuhan merekalah yang sampai saat ini masih terus memelihara mereka, kembali mereka, yakni pada akhirnya mereka pasti kembali kepada Allah SWT.
Bahwa ayat ini, kata Prof Quraish, melarang memaki kepercayaan kaum musyrikin. Karena makian tidak merighasilkan sesuatu menyangkut kemaslahatan agama.
“Agama Islam datang membuktikan kebenaran, sedang makian biasanya ditempuh mereka yang lemah,” katanya.
Sebaliknya dengan makian boleh jadi kebatilan dapat nampak di hadapan orang-orang awam sebagai pemenang, karena itu suara keras si pemaki dan kekotoran lidahnya tidak pantas dilakukan seorang Muslim yang harus memelihara lidah dan tingkah lakunya.
Di sisi lain, makian dapat menimbulkan antipati terhadap yang mencaci, sehingga jika hal itu dilakukan seorang Muslim, yang dimaki akan semakin menjauh.