Meski dibesarkan dari keluarga ateis, sosok yang telah berganti nama Islam menjadi Ali Viacheslav Polosin ini sejak remaja percaya ada kuasa Tuhan di balik aktivitas semesta alam. Ia kerap membayangkan Tuhan, tetapi tidak memiliki cara memahaminya.
Untuk mencari tahu tentang kebenaran Tuhan, Ali memutuskan belajar di Fakultas Filsafat Universitas Negeri Moskow. Di perkuliahan ini, ia membuka Alkitab untuk pertama kalinya.
Peristiwa ini begitu berkesan bagi pengalaman spiritual dirinya. Ia datang ke sebuah gereja ortodoks Rusia saat berusia 19 tahun. Di sana ia menyaksikan sebuah tradisi, mendengarkan keindahan nyanyian memuji Tuhan. Peristiwa ini membuatnya ingin mempelajari ilmu teologi dan mulai aktif di seminar yang diadakan gereja.
Setelah mempelajari dalil-dalil ajaran Kristen di seminar, Ali menjadi seorang pastur pada 1983. Bagi saya, imamat adalah simbol peperangan ruhani dan intelektual dengan kefasikan. Saya merasa diri saya menjadi prajurit Tuhan, katanya.
Selain sebagai pelayan gereja, Ali juga diminta mengabdikan diri dalam berbagai ritual publik. Ritual ini bertentangan dengan prinsip dirinya. Seperti memercayai tahayul. Baginya, ia hanya ingin fokus pada ranah keimanan dan intelektual.
Peristiwa ini membuat Ali mengalami pergolakan batin antara iman pribadi dan tugas publik. Perlahan-lahan ia tidak lagi merasa sebagai pejuang Tuhan, tetapi sebagai seseorang yang diharapkan dapat melakukan ritual dan mantra. Akhirnya, Ali meninggalkan pelayanan imamat pada 1991.
Peristiwa itulah yang membuat pria kelahiran 26 Juni 1956 mempelajari kembali tentang sejarah agama, termasuk Islam. Ia mulai mencari tahu tentang prinsip monoteisme.
Walaupun banyak pihak yang mencegahnya untuk memahami hal tersebut. Ali memutuskan memeluk Islam saat mengetahui kisah Yesus dalam Alquran. Akhirnya, pada Mei 1999, ia mengumumkan kepada publik bahwa dirinya dan istri telah memeluk Islam.