Allah Wujud Sebelum Adanya Ada, Ini Penjelasan Quraish Shihab

Allah wujud sebelum adanya ada adalah salah satu sifat wajib Allah SWT. Ini berarti bahwa Allah SWT sudah ada sebelum adanya semua yang diciptakan, termasuk alam semesta, waktu, dan ruang. Allah SWT tidak diciptakan oleh siapapun dan tidak memiliki awal atau akhir. Nah berikut penjelasan Profesor Quraish Shihab tentang Allah wujud sebelum adanya ada. 

Sudah mafhum bahwa, Allah Swt. tidak terpaku dengan waktu, karena Allah Swt. adalah pencipta dari waktu itu sendiri, sehingga tidak ada masa lalu, masa kini atau masa depan bagi Allah Swt. Berkaitan dengan waktu, Allah Swt. mempunyai dua nama yang dinisbahkan pada-Nya, yaitu Ya Awwalu dan Ya Akhiru. Keduanya sangat berkaitan dengan wujud Allah Swt. sebelum dan sesudah adanya ada.

Pertanyaannya adalah, bagaimana makna dari kedua nama Allah itu? Apakah dua nama ini bisa kita teladani? Syahdan, secara umum orang berkata bahwa Tuhan tidak mengalami waktu, karena waktu adalah gerak (seperti geraknya matahari dan bulan itu adalah waktu. Sehari, seminggu, sebulan dan setahun adalah waktu dan gerak). Sedangkan Allah Swt. sudah wujud sebelum wujudnya gerak. Jadi tidak mempunyai waktu.

Itu sebabnya, dalam al-Qur’an misalnya ada ayat-ayat yang menggunakan kata masa lalu, past tense dan madhi. Akan tetapi, ketika dinisbahkan kepada Allah Swt., buat kita itu adalah masa datang (padahal buat Allah Swt. itu sudah masa lalu). Allah berfirman dalam al-Qur’an surah An-Nahl ayat 1:

اَتٰۤى اَمۡرُ اللّٰهِ فَلَا تَسۡتَعۡجِلُوۡهُ‌ ؕ سُبۡحٰنَهٗ وَتَعٰلٰى عَمَّا يُشۡرِكُوۡنَ

Artinya: “Ketetapan Allah pasti datang, maka janganlah kamu meminta agar dipercepat (datang)nya. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan.” (QS. An-Nahl [16]: 1).

Telah datang ketetapan Allah Swt., karena itu jangan minta cepat-cepat didatangkan. Quraish Shihab mengatakan ini adalah kontradiksi. Akan tetapi, ketika dinisbahkan kepada Allah Swt., dikatakan sudah terjadi itu. Kenapa demikian? Karena Tuhan tidak mengenal dari sisi Dzat-Nya waktu. Tidak mengenal tempat. Namun, kepada makhluk, tidak bisa ada wujud makhluk tanpa ada tempat dan tanpa berkaitan dengan waktu.

Tentang waktu

Buat manusia, waktu itu bermacam-macam. Ada masa lalu, masa kini dan ada masa datang. Masa lalu buat kita sudah dilewati, masa datang belum tentu kita temui, dan sekarang adalah masa kini.

Syahdan, dalam bahasa Indonesia, waktu mempunyai banyak arti. Pertama, seluruh saat yang lalu, yang sekarang, atau masa datang itulah namanya waktu. Misalnya jika ada pertanyaan, kapan waktunya dia datang? Bisa sebelum kita wujud dan bisa sesudah kita wujud. Inilah yang dalam bahasa al-Qur’an dinamai dengan dahr. Dalam al-Qur’an surah Al-Insan ayat 1 dikatakan:

هَلۡ اَتٰى عَلَى الۡاِنۡسَانِ حِيۡنٌ مِّنَ الدَّهۡرِ لَمۡ يَكُنۡ شَيۡـٴً۬ـا مَّذۡكُوۡرًا

Artinya: “Bukankah pernah datang kepada manusia waktu dari masa, yang ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut?” (QS. Al-Insan [76]: 1).

Kata Quraish Shihab, pernah kan kita belum wujud? Yang umur 60 tahun dan 70 tahun yang lalu dia belum wujud. Sebelum manusia diciptakan Allah Swt., sudah ada waktu. Itulah dahr.

Tak hanya itu, lanjut Quraish Shihab, bisa juga dalam bahasa Indonesia, waktu itu peluang, kesempatan. Misalnya, “tolong dong datang kerumah saya. Maaf ya, saya tergesa-gesa tidak ada waktu, tidak ada kesempatan, tidak ada peluang.”

Bahkan, waktu juga bisa bermakan periode, masa tertentu. Kita misalkan berkata, kalau dalam studi Islam ada Periode Nabi. Masa yang ada awalnya dan akhirnya itulah periode yang dalam bahasa al-Qur’an dinamau ashr.

Waktu dalam bahasa al-Qur’an, dan ini juga salah satu makna dari waktu dalam bahasa Indonesia, semua ia namai waktu. Itu masa dimana disiapkan untuk memulai pekerjaan dan mengakhirinya. Itulah waktu sebenarnya. Misalnya ada waktu salat? Memulai dan mengakhiri. Ini sebenarnya bermakna waktu.

اِنَّ الصَّلٰوةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ كِتٰبًا مَّوْقُوْتًا 

Artinya: “Sungguh, salat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” (QS. An-Nisa’ [4]: 103).

Ya, ada waktunya. Misalnya ada waktu untuk kita menyelesaikan studi (dan ini sudah dibagi. Ada waktu ini dan ini). Ada juga satu dalam arti waktu ajal (batas akhir dari sesuatu). Misalnya, “oh ini sudah tiba waktunya, sudah tiba ajalnya, sudah berakhir.”

Waktu tersingkat yang digambarkan oleh al-Qur’an kepada manusia adalah kedipan mata. Allah Swt. melukiskan kuasanya dalam melakukan sesuatu dengan sekedipan mata. Allah Swt. berfirman:

وَمَاۤ اَمۡرُنَاۤ اِلَّا وَاحِدَةٌ كَلَمۡحٍۢ بِالۡبَصَرِ

Artinya: “Dan perintah Kami hanyalah (dengan) satu perkataan seperti kejapan mata.” (QS. Al-Qamar [54]: 50).

Waktu Nabi Sulaiman As. meminta agar supaya didatangkan singgasana ratu Balqis dinyatakan dalam al-Qur’an:

قَالَ الَّذِيْ عِنْدَهٗ عِلْمٌ مِّنَ الْكِتٰبِ اَنَا۠ اٰتِيْكَ بِهٖ قَبْلَ اَنْ يَّرْتَدَّ اِلَيْكَ طَرْفُكَۗ فَلَمَّا رَاٰهُ مُسْتَقِرًّا عِنْدَهٗ قَالَ هٰذَا مِنْ فَضْلِ رَبِّيْۗ لِيَبْلُوَنِيْٓ ءَاَشْكُرُ اَمْ اَكْفُرُۗ وَمَنْ شَكَرَ فَاِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهٖۚ وَمَنْ كَفَرَ فَاِنَّ رَبِّيْ غَنِيٌّ كَرِيْمٌ

Artinya: “Seorang yang mempunyai ilmu dari Kitab berkata, “Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip.” Maka ketika dia (Sulaiman) melihat singgasana itu terletak di hadapannya, dia pun berkata, “Ini termasuk karunia Tuhanku untuk mengujiku, apakah aku bersyukur atau mengingkari (nikmat-Nya). Barangsiapa bersyukur, maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri, dan barangsiapa ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya, Maha Mulia.” (QS. An-Naml [27]: 40).

Kata Quraish Shihab, itulah waktu paling singkat dalam diri kita. Itu sebabnya, setiap kita menghembuskan nafas, maka habislah waktu kita. Itulah waktu manusia. Hal ini juga dilukiskan oleh al-Qur’an dengan kata sa’ah. Jika sa’ah dalam bahasa sehari-hari umumnya orang bilang jam tangan atau 60 menit (1 jam), namun makna sebenarnya adalah kedipan mata.

Lalu apa yang dinamakan awal dan akhir?

Kata Quraish Shihab, awal tidak dapat digambarkan kecuali dengan membandingkannya dengan yang lain. misalnya saya berkata: “dia datang awal”, pasti ada yang lain yang saya bandingkan yang datang sesudahnya. Begitupun akhir yang tidak dapat tergambarkan kecuali jika anda membandingkannya dengan yang lain. Al-Qur’an menyatakan:

هُوَ الۡاَوَّلُ وَالۡاٰخِرُ وَالظَّاهِرُ وَالۡبَاطِنُ‌ۚ وَهُوَ بِكُلِّ شَىۡءٍ عَلِيۡمٌ

Artinya: “Dialah Yang Awal, Yang Akhir, Yang Zahir dan Yang Batin; dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Hadid [57]: 3).

Allah Swt. al-awwal. Kenapa dia awal? Apakah anda tahu masanya? Tidak perlu anda tahu masa, dalam konteks memahami awwal, karena tidak tergambar kata awwal itu kecuali ada selainnya. Sekali lagi, Allah Swt. awwal dibanding semua makhluk. Karena semua makhluk ciptaan-Nya.

Jadi, kata Quraish Shihab, ketika saya berkata awwal, maka itu saya harus bandingkan ke depan (misalnya ada ini dan ini). Bahwa apa yang ada di awal tidak dicakup oleh itu. Itulah arti Allah Huwa Al-Awwal. Namun, dia juga akhir. Akhir itu adalah, ketika dibandingkan dengan yang terakhir.

Karena itu Sayyidina Ali berkata: “huwal awwal laa qabla lahu” bahwa “Dia yang awal tidak ada sebelum-Nya.” Sebab, semua yang ada diadakan oleh-Nya. Dengan demikian, tak heran jika ada istlah “Dia wujud sebelum adanya ada”.

Menariknya, orang yang jeli dalam memilih kata tentu saja tidak mau menamai atau mensifati Tuhan dengan kata “ada”, melainkan wujud. Lalu kenapa dia tidak mau menamai “ada”? Karena ada mengesankan sebuah tempat. Misalnya, dimana dompet anda? Maka orang akan menjawab ini ada di saku.

Jadi Allah wujud sebelum adanya ada. Dia al-awwal (yang awal) dan Dia wujud setelah tiadanya ada. Sudah tidak ada yang ada, tetapi Dia masih wujud. Itulah namanya Huwa al-Awwalu wa al-Akhiru.

Penyebaran kata al-awwal dalam al-Qur’an

Dalam al-Qur’an, kata awwal ditemukan 23 kali. Anehnya hanya sekali yang menunjukkan Allah Swt. Dan itu dengan menggunakan alif lam, Huwa al-Awwal, sementara lainnya tidak memakai alif lam. Dalam al-Qur’an dikatakan:

اِنَّ اَوَّلَ بَيۡتٍ وُّضِعَ لِلنَّاسِ لَـلَّذِىۡ بِبَكَّةَ مُبٰرَكًا وَّهُدًى لِّلۡعٰلَمِيۡنَ‌‌ۚ

Artinya: “Sesungguhnya rumah (ibadah) pertama yang dibangun untuk manusia, ialah (Baitullah) yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi seluruh alam.” (QS. Ali Imran [3]: 96).

وَاٰمِنُوۡا بِمَآ اَنۡزَلۡتُ مُصَدِّقًا لِّمَا مَعَكُمۡ وَلَا تَكُوۡنُوۡآ اَوَّلَ كَافِرٍۢ بِهٖ‌ وَلَا تَشۡتَرُوۡا بِاٰيٰتِىۡ ثَمَنًا قَلِيۡلًا وَّاِيَّاىَ فَاتَّقُوۡنِ

Artinya: “Dan berimanlah kamu kepada apa (Al-Qur’an) yang telah Aku turunkan yang membenarkan apa (Taurat) yang ada pada kamu, dan janganlah kamu menjadi orang yang pertama kafir kepadanya. Janganlah kamu jual ayat-ayat-Ku dengan harga murah, dan bertakwalah hanya kepada-Ku.” (QS. Al-Baqarah [2]: 41).

Kata Quraish Shihab, asmaul husna itu perlu diteladani. Dalam konteks meneladani, ulama-ulama mendapatkan kesan dari ayat-ayat yang berbicara tentang awwal. Jadi katanya, jangan menjadi awwal orang terkemuka dalam kekufuran, melainkan jadilah orang terkemuka dalam hal ibadah. Barulah disebut telah meneladani Allah Swt. dalam sifat-Nya, yaitu al-Awwal.

Demikian juga dengan kata akhir. Apa akhir yang di dalam al-Qur’an?

دَعۡوٰٮهُمۡ فِيۡهَا سُبۡحٰنَكَ اللّٰهُمَّ وَ تَحِيَّـتُهُمۡ فِيۡهَا سَلٰمٌ‌ۚ وَاٰخِرُ دَعۡوٰٮهُمۡ اَنِ الۡحَمۡدُ لِلّٰهِ رَبِّ الۡعٰلَمِيۡنَ

Artinya: “Doa mereka di dalamnya ialah, “Subhanakallahumma” (Mahasuci Engkau, ya Tuhan kami), dan salam penghormatan mereka ialah, “Salam” (salam sejahtera). Dan penutup doa mereka ialah, “Al-Hamdu lillahi Rabbil alamin” (segala puji bagi Allah Tuhan seluruh alam).” (QS. Yunus [10]: 10).

Jadikan segala akhir dari usaha anda bersyukur kepada Allah Swt. Gagal atau tidak gagal, berhasil atau tidak berhasil maka ucapkanlah Alhamdulillah. Beginilah cara meneladani asmaul husna.

Demikian penjelasan terkait Allah wujud sebelum adanya ada. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bisshawab.

BINCANG SYARIAH