Pertanyaan:
Kalau ada anak-anak balita, kita putarkan musik disco dangdut kemudian anak-anak itu bergembira & bergoyang. Apakah itu menjadi landasan hukum halalnya disco dangdut karena anak-anak ini lahir dalam keadaan fitrah? Apakah fitrah anak-anak dan orang awam bisa menjadi landasan aqidah dan halal-haramnya suatu perkara?
Jawaban:
Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, ash-shalatu wassalamu ‘ala asyrafil anbiya wal mursaliin, wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in, amma ba’du.
Pertama, dalil itu Al-Qur’an dan As-Sunnah, bukan yang lainnya. Bukan akal, bukan perbuatan kebanyakan orang, bukan perbuatan orang awam, dan bukan juga perbuatan anak kecil.
Allah ta’ala berfirman:
(يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَطِيعُواْ اللّهَ وَأَطِيعُواْ الرَّسُولَ وَأُوْلِي الأَمْرِ مِنكُمْ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً)
“Wahai orang-orang yang beriman! Taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul, serta ulil amri di antara kalian. Jika kalian berselisih dalam suatu hal, maka kembalikanlah kepada Allah dan Rasul-Nya. Jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya” (QS. An-Nisa: 59).
Mengembalikan kepada Allah artinya kembali kepada Al-Qur’an. Mengembalikan kepada Rasul artinya kembali kepada As-Sunnah. Allah ta’ala tegaskan dalam ayat ini bahwa jika terjadi perselisihan, kembalikanlah kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Bukan kepada perbuatan anak kecil.
Allah ta’ala juga berfirman:
أَنَّمَا أُنزِلَ إِلَيْكَ مِن رَّبِّكَ الْحَقُّ
“Sesungguhnya yang diturunkan kepadamu dari Rabb-mu itulah kebenaran” (QS. Ar-Ra’du : 19).
Dari Malik bin Anas radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
تركتُ فيكم أمريْنِ لن تضلُّوا ما تمسَّكْتُم بهما : كتابَ اللهِ وسُنَّةَ رسولِه
“Aku tinggalkan kepada kalian dua perkara yang membuat kalian tidak akan sesat jika berpegang teguh padanya: Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya” (HR. Malik dalam Al-Muwatha [2/889], dihasankan Al-Albani dalam Takhrij Al-Misykah no. 184).
Imam Al-Barbahari rahimahullah dalam matan Syarhus Sunnah berkata:
واعلم رحمك الله أن الدين إنـما جاء من قبل الله تبارك وتعالى لم يوضع على عقول الرجال وآرائـهم وعلمه عند الله وعند رسوله فلا تتبع شيئاً يهواك
“Ketahuilah saudaraku, semoga Allah merahmatimu, bahwa agama Islam itu datang dari Allah tabaaraka wa ta’ala. Tidak disandarkan pada akal atau pendapat-pendapat seseorang. Janganlah engkau mengikuti sesuatu hanya karena hawa nafsumu” .
Kedua, tidak semua tabi’at asli manusia itu baik. Allah ta’ala berfirman:
إِنَّ الْإِنسَانَ خُلِقَ هَلُوعًا
“Sesungguhnya manusia diciptakan punya sifat banyak mengeluh” (QS. Al-Ma’arij: 19).
Lalu apakah mengeluh itu boleh dan baik? Allah ta’ala juga berfirman:
وَخُلِقَ الْإِنسَانُ ضَعِيفًا
“Sesungguhnya manusia diciptakan lemah” (QS. An-Nisa: 28).
Lalu apakah lemah itu boleh dan baik? Allah ta’ala juga berfirman:
وَاللَّهُ أَخْرَجَكُم مِّن بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لَا تَعْلَمُونَ شَيْئًا
“Dan Allah mengeluarkan kalian dari perut ibu kalian, dalam keadaan tidak tahu apa-apa?” (QS. An-Nahl: 78).
Maka apakah bodoh itu boleh dan baik? Tentu ini pendalilan yang tidak benar dan terlalu dipaksakan.
Ketiga, sebagaimana ayat di atas, manusia terlahir dalam keadaan jahil dan tidak tahu kebenaran. Itulah fitrah anak-anak, mereka jahil dan belum paham kebenaran. Sebagaimana dalam hadits qudsi, Allah ta’ala berfirman:
يَا عِبَادِي كُلُّكُمْ ضَالٌّ إِلَّا مَنْ هَدَيْتُهُ ، فَاسْتَهْدُونِي أَهْدِكُمْ
“Wahai hambaku, sesungguhnya kalian itu sesat kecuali orang-orang yang Aku beri hidayah. Maka mintalah hidayah kepada-Ku, Aku akan beri kalian hidayah” (HR. Muslim no.2577, dari sahabat Abu Dzar radhiyallahu’anhu).
Oleh karena itu perilaku anak-anak bukanlah dalil kebenaran. Adapun yang bahwa anak-anak terlahir dalam fitrah, maksudnya mereka terlahir dalam keadaan Islam dan siap untuk menerima kebenaran selama belum dipengaruhi oleh pengaruh buruk dari luar.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, bahwa Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الفِطْرَةِ ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ ، أَوْ يُنَصِّرَانِهِ ، أَوْ يُمَجِّسَانِهِ
“Setiap anak yang lahir, ia terlahir di atas fitrah. Maka kedua orang tuanyalah yang membuat dia jadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi” (HR. Al-Bukhari no.1385, Muslim no.2658).
Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah menjelaskan:
وليس كذلك ، فإنَّ الله خلق بني آدم ، وفطرهم على قبول الإسلام ، والميل إليه دونَ غيره ، والتهيؤ لذلك ، والاستعداد له بالقوَّة ، لكن لابدَّ للعبد من تعليم الإسلام بالفعل ، فإنَّه قبل التعليم جاهلٌ لا يعلم شيئاً
“Kedua hadits di atas tidak bertentangan. Karena Allah menciptakan manusia dan menanamkan fitrah bagi mereka untuk menerima Islam dan punya kecenderungan kepada Islam bukan kepada agama lain. Dan Allah siapkan manusia untuk menerima Islam dengan kuat. Namun wajib bagi seorang hamba untuk berusaha mempelajari islam. Karena sebelum mempelajari Islam ia adalah orang jahil yang tidak tahu apa-apa” (Jami al-Ulum wal Hikam, 2/662).
Keempat, banyak sekali dalil-dalil dari Al-Qur’an dan Sunnah yang melarang musik, apakah semua dalil ini akan kita abaikan dan kita buang ke tong sampah? Musik juga telah diharamkan oleh ulama empat madzhab dan telah dinukil ijma’ oleh belasan ulama di antaranya: Al-Ajurri, Abu Thayyib Asy-Syafi’i, Ibnu Qudamah, Ibnu Shalah, Abul Abbas Al-Qurthubi, Ibnu Taimiyah, Tajuddin As-Subki, Ibnu Rajab, Ibnu Hajar Al-Haitami, Ibnu Abdil Barr, dan lainnya. Mereka semua menukil kata kesepakatan ulama tentang haramnya musik. Tentu saja, dengan nukilan ijma sebanyak ini, menjadi suatu hal meyakinkan. Apakah semua dalil ini diabaikan saja dan menjadikan perbuatan anak kecil sebagai sandaran?
Wallahu a’lam, semoga Allah memberi taufik.
Walhamdulillahi rabbil ‘alamin, wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin, wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in.
Dijawab oleh Ustadz Yulian Purnama, S.Kom.