Dalam sebuah hadits yang shahih, diriwayatkan oleh Muslim dan juga Abu Dawud,
عَنْ أَنَسٍ رضي الله عنه، قَالَ: “أَصَابَنَا وَنَحْنُ مَعَ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم مَطَرٌ، قَالَ: «فَحَسَرَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم ثَوْبَهُ، حَتَّى أَصَابَهُ مِنَ الْمَطَرِ»، فَقُلْنَا: يَا رَسُولَ اللهِ؛ لِمَ صَنَعْتَ هَذَا؟ قَالَ: «لأَنَّهُ حَدِيثُ عَهْدٍ بِرَبِّهِ تَعَالَى”
Dari Sahabat Anas bin Malik Semoga Allah meridhainya, “Ketika kami sedang bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, kami pun kehujanan. Maka Anas pun berkata, “maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyingkap baju beliau hingga hujan pun mengenai (tubuh) beliau.’
Maka kami pun bertanya, “Mengapa engkau melakukan hal tersebut wahai Rasulullah?”
Maka beliau pun menjawab, “Sesungguhnya hujan ini baru saja diciptakan oleh Rabnya (Allah) Ta’ala.”
(H.R Muslim (no. 898) dan Abu Dawud (no.5100)).
Mari kita simak komentar, atau penjelasan ulama’ mengenai makna hadits ini,
Yang pertama adalah perkataan Imam Nawawy Rahimahullah, dalam kitab beliau,
مَعْنَى حَسَرَ كَشَفَ أَيْ كَشَفَ بَعْضَ بَدَنِهِ
“Al imam Nawawy mengatakan, makna khasara (حسر) adalah kasyafa (menyingkap), yaitu menyingkap sebagian tubuhnya (agar terkena hujan).”
(Al Minhaj Syarah Shahih Muslim, 6/195)
Beliau melanjutkan syarahnya,
هَذَا الْحَدِيثِ دَلِيلٌ لِقَوْلِ أَصْحَابِنَا أَنَّهُ يُسْتَحَبُّ عِنْدَ أَوَّلِ الْمَطَرِ أَنْ يَكْشِفَ غَيْرَ عَوْرَتِهِ لِيَنَالَهُ الْمَطَرُ
“Hadits ini terdapat dalil bagi pendapat madzhab kami, bahwasanya disunnahkan di awal kali hujan turun untuk menyingkap tubuh selain bagian aurat, agar (air) hujan mengenai dirinya.”
(Al Minhaj Syarah Shahih Muslim, 6/196)
Imam Suyuthi Rahimahullah juga mengatakan di dalam kitab Syarah Muslim miliknya,
وَالْمعْنَى أَن الْمَطَر رَحْمَة وَهِي قريبَة الْعَهْد بِخلق الله تَعَالَى فيتبرك بهَا
“Maknanya adalah bahwasanya hujan adalah rahmat, dan ia dekat waktunya dengan penciptaan Allah, maka (Rasulullah) bertabaruk karenanya.”
(Syarah Muslim 2/475)
Syaikh Abdullah bin Shalih Al Fauzan di dalam kitabnya Minhatul Allam juga mengatakan
“Hadits tersebut menunjukan atas sunnahnya “hujan-hujanan” di awal kali turunnya hujan, yaitu dengan menyingkap bajunya dan menyingkap badanya, seperti bagian kepalanya, lengan, betisnya dan semisalnya agar bisa terkena air hujan.
Dan ini sebagai bentuk rasa gembira dengan adanya nikmat Allah (turunya hujan). Dikarenakan (air) hujan senantiasa suci dan bersih selama belum terkena tanah dan bercampur dengan selainnnya. Dan inilah makna perkataan Rasulullah ﷺ, (“Sesungguhnya hujan ini baru saja diciptakan oleh Rabnya (Allah) Ta’ala.”).”
Dan juga Dr.Nuruddin ‘Itr dalam kitabnya I’lamul Anam, halaman 189 :
Disunnahkan Istimthor, yaitu hujan-hujanan agar badan dan baju sedikit terbasahi air hujan, dalam rangka tabaruk dengan rahmat ini, dan wujud rasa gembira dengannya.
Di hadits milik Bukhari juga ada isyarat akan disunahkannya membasahi diri dengan air hujan. Judul babnya adalah
باب من تمطر في المطر حتى يتحادر على لحيته
“Bab – Barangsiapa yang hujan-hujanan sampai-sampai air mengalir dijenggotnya,”
Lalu beliau Rahimahullah, membawakan sebuah hadits riwayat Anas bin Malik ketika Rasulullah ﷺ sedang di atas mimbar (shalat istisqa di mushala) meminta kepada Allah agar diturunkan hujan. Seketika itu pula hujan turun dan Anas pun berkata,
ثُمَّ لَمْ يَنْزِلْ عَنْ مِنْبَرِهِ حَتَّى رَأَيْتُ الْمَطَرَ يَتَحَادَرُ عَلَى لِحْيَتِهِ
“Beliau ﷺ tidaklah turun dari mimbarnya sampai aku melihat air hujan mengalir di jenggot beliau.”
(HR. Bukhari no. 1033)
Ibnu Hajar Rahimahullah, di dalam Fathul Bary (juz II/hal. 520) mengomentari,
“Penulis (Imam Bukhari) ingin menjelaskan bahwasanya mengalirnya air hujan pada jenggot beliau bukanlah suatu kebetulan semata, akan tetapi itu ada faktor kesengajaan. Oleh maka itu beliau membuat judul bab, barangsiapa yang hujan-hujanan, yaitu sengaja mengarahkan hujan pada dirinya. Karena jikalau bukan karena kesengajaan pastilah beliau waktu itu turun dari mimbarnya dan segera berteduh. Tetapi beliau malah melanjutkan khutbahnya sampai hujan pun menjadi deras dan membasahi jenggot beliau ﷺ.”
Kesimpulan
Dari berdasarkan kajian terhadap nash-nash hadits yang ada, dan beberapa perkataan ulama, Maka kami simpulkan, yaitu
1. ketika hujan pertama kali turun, disunnahkan bagi kita untuk membasahi tubuh dan pakaian kita dengan curahan air hujan tersebut.
2. Sunnahnya ada langsung dengan air yang jatuh dari langit, bukan yang mengenai genteng dulu, atau ditampung di bak terlebih dahulu. Berdasarkan dhahir perbuatan Rasulullah.
3. Adapun hujan setelahnya tidak beliau lakukan. Artinya terkadang dilakukan dan terkadang kita tinggalkan
Sebagaimana di dalam hadits Aisyah riwayat Imam Bukhari
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم كَانَ إِذَا رَأَى المَطَرَ، قَالَ: اللَّهُمَّ صَيِّبًا نَافِعًا
“Bahwasanya Rasulullah dahulu jika melihat hujan maka beliau berucap, yang artinya, ‘Ya Allah jadikanlah hujan yang bermanfaat’”
Dhahir hadits menunjukan Rasulullah hanya berdoa, tidak keluar untuk hujan hujanan.
Wallahu ‘alam.
Ditulis Oleh:
Ustadz Kukuh Budi Setiawan, S.S., S.H., حفظه الله
(Kontributor bimbinganislam.com)