“Pada mejelis ilmu ada dua hal utama yang membuat istiqamah sampai ajal menjemput: pertama adalah ilmu yang menjaga kita dan kedua adalah sahabat yang shalih yang selalu meingingatkan akan akhirat”
Saudaraku, apapun keadaannya dan bagaimanapun kondisinya, jangan pernah meninggalkan majelis ilmu. Jangan lah tinggalkan secara total, jika tidak bisa sepekan sekali, mungkin sebulan sekali, jika tidak bisa mungkin 2 atau 3 bulan sekali, insyaallah waktu itu selalu ada, yang menjadi intinya adalah apakah kita memprioritaskan atau tidak? Jika tidak menjadi prioritas, maka tidak akan ada waktu dan tidak akan ada usaha untuk itu. Jangan pernah juga meninggalkan majelis ilmu karena sudah merasa berilmu atau telah menjadi “ikhwan senior”, para ustadz dan ulama pun terus belajar dan menuntut ilmu.
Saudaraku, mereka yang berguguran dipersimpangan jalan dakwah adalah orang perlahan-lahan meninggalkan majelis ilmu secara total, baik itu tenggelam dengan kesibukan dunia atau merasa sudah berilmu kemudian menjadi sombong dan tergelincir.
Abdullan bin Mubarak menunjukkan keheranan, bagaimana mungkin seseorang jiwanya baik jika tidak mau menuntut ilmu dan menghadiri majelis ilmu. Beliau berkata,
عجبت لمن لم يطلب العلم, كيف تدعو نفسه إلى مكرمة
“Aku heran dengan mereka yang tidak menuntut ilmu, bagaimana mungkin jiwanya bisa mengajak kepada kebaikan.”? [Siyar A’lam AN-Nubala 8/398]
Sebagaimana yang kita sampai di awal bahwa pada majelis ilmu terdapat dua faktor utama agar seseorang bisa istiqamah:
[1] Ilmu yang menjaganya
Dengan ilmu dan pemahaman yang benar seseorang agar terjaga dari kesalahan dan ketergelinciran.
Ibnul Qayyim berkata,
ﺃﻥ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﻳﺤﺮﺱ ﺻﺎﺣﺒﻪ ﻭﺻﺎﺣﺐ ﺍﻟﻤﺎﻝ ﻳﺤﺮﺱ ﻣﺎﻟﻪ
“Ilmu itu menjaga pemiliknya sedangkan pemilik harta akan menjaga hartanya.”[Miftah Daris Sa’adah 1/29]
Dengan menghadiri majelis ilmu juga akan menimbulkan ketenangan dan kebahagiaan yang mejadi tujuan seseorang hidup di dunia ini. Apabila niatnya ikhlas, maka ia akan merasakan ketenangan di majelis ilmu dan akan terus mencari majelis ilmu di mana pun berada.
Majelis ilmu adalah taman surga yang membuat seseorang merasakan ketenangan.
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِي اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا مَرَرْتُمْ بِرِيَاضِ الْجَنَّةِ فَارْتَعُوا قَالُوا وَمَا رِيَاضُ الْجَنَّةِ قَالَ حِلَقُ الذِّكْرِ
Dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,”Jika kamu melewati taman-taman surga, maka singgahlah dengan senang.” Para sahabat bertanya,”Apakah taman-taman surga itu?” Beliau menjawab,”Halaqah-halaqah (kelompok-kelompok) dzikir.” [HR Tirmidzi, no. 3510, Ash Shahihah, no. 2562]
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,
إن للذكر من بين الأعمال لذة لا يشبهها شيء، فلو لم يكن للعبد من ثوابه إلا اللذة الحاصلة للذاكر والنعيم الذي يحصل لقلبه لكفى به، ولهذا سميت مجالس الذكر رياض الجنة
“Sesungguhnya dzikir di antara amal memiliki kelezatan yang tidak bisa diserupai oleh sesuatupun, seandaikan tidak ada balasan pahala bagi hamba kecuali kelezatan dan kenikmatan hati yang dirasakan oleh orang yang berdziki, maka hal itu [kenikmatan berdzikit saja, pent] sudah mencukupi, oleh karena itu majelis-majelis dzikir dinamakan taman-taman surga.” [Al-Wabilush Shayyib hal. 81, Darul Hadist, Koiro,, Asy-Syamilah]
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ إِلَّا نَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِينَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمُ الْمَلَائِكَةُ وَذَكَرَهُمُ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ
Dan tidaklah sekelompok orang berkumpul di dalam satu rumah di antara rumah-rumah Allah; mereka membaca Kitab Allah dan saling belajar diantara mereka, kecuali ketenangan turun kepada mereka, rahmat meliputi mereka, malaikat mengelilingi mereka, dan Allah menyebut-nyebut mereka di kalangan (para malaikat) di hadapanNya.” [HR Muslim, no. 2699].
[2] Di majelis ilmu kita akan bertemu dengan sahabat yang selalu mengingatkan akan akhirat
Di majelis ilmu kita akan berjumpa dengan sahabat yang benar-benar sejati, yaitu sahabat yang selalu memberikan nasihat dan mengingatkan kita apabila salah. Sebuah ungkapan arab berbunyi:
ﺻﺪﻳﻘﻚ ﻣﻦ ﺻﺪﻗﻚ ﻻ ﻣﻦ ﺻﺪﻗﻚ
“Shadiqaka man shadaqaka laa man shaddaqaka”
“Sahabat sejati-mu adalah yang senantiasa jujur (kalau salah diingatkan), bukan yang senantiasa membenarkanmu”
Dengan Sering berjumpa dengan orang shalih yang sabar dengan kehidupan dunia ini dan tidak rakus akan harta dan kedudukan, hidup kita akan mudah dan lebih bahagia.
Perhatikan bagaimana Ibnul Qayyim mengisahkan tentang guru beliau Ibnu Taimiyyah, beliau berkata:
وكنا إذا اشتد بنا الخوف وساءت منا الظنون وضاقت بنا الأرض أتيناه، فما هو إلا أن نراه ونسمع كلامه فيذهب ذلك كله وينقلب انشراحاً وقوة ويقيناً وطمأنينة
“Kami (murid-murid Ibnu Taimiyyah), jika kami ditimpa perasaan gundah gulana atau muncul dalam diri kami prasangka-prasangka buruk atau ketika kami merasakan kesempitan hidup, kami segera mendatangi beliau untuk meminta nasehat, maka dengan hanya memandang wajah beliau dan mendengarkan nasehat beliau, serta merta hilang semua kegundahan yang kami rasakan dan berganti dengan perasaan lapang, tegar, yakin dan tenang”[ Al-wabilush shayyib hal 48, Darul Hadits, Syamilah]
Demikian semoga bermanfaat
Baca selengkapnya https://muslim.or.id/45155-apapun-keadaanya-jangan-pernah-tinggalkan-majelis-ilmu.html