Perdana Menteri “Israel” Benjamin Netanyahu menolak seruan Amerika Serikat dan negara-negara Barat untuk mengambil langkah-langkah menuju pembentukan negara Palestina merdeka setelah usai perang dan mengurangi agresi militernya di Gaza.
Netanyahu mendapat kecaman keras dari Gedung Putih, sekutu utamanya. Ketegangan ini mencerminkan keretakan yang mulai lebar antara keduanya mengenai ruang lingkup perang Israel dan rencana Israel untuk masa depan wilayah kantong yang terkepung tersebut.
Benjamin Netanyahu mengatakan kepada Amerika bahwa pihaknya menentang dukungan lama Washington terhadap pembentukan negara Palestina merdeka sebagai bagian dari penyelesaian agresi penjajah Israel dengan pejuang Hamas pascaperang.
Para pejabat di pemerintahan sayap kanan zionis sering menyatakan penolakannya terhadap negara Palestina merdeka. Namun pernyataan terbaru Netanyahu saat konferensi pers yang disiarkan secara nasional tampaknya merupakan pernyataan paling pasti mengenai masalah ini dan membuka menguak perpecahan antara ‘Israel’ dengan AS.
Juru bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih John Kirby menampik pernyataan pemimpin Israel dengan mengatakan, “Ini bukan komentar baru Perdana Menteri Netanyahu. Kami jelas melihatnya secara berbeda,” kata Kirby.
Hari Ahad ini, Menteri Luar Negeri Antony Blinken mengatakan kepada para pemimpin politik dan bisnis utama di Forum Ekonomi Dunia di Davos, Swiss, bahwa “jalan menuju negara Palestina” sangat penting untuk perdamaian di Timur Tengah.
Gedung Putih, awal pekan ini, juga mengumumkan bahwa ini adalah “waktu yang tepat” bagi “Israel” untuk menghentikan agresi militernya yang menghancurkan di Gaza.
Blinken mengatakan Solusi Dua Negara adalah cara terbaik untuk melindungi “Israel” dan ini bisa menyatukan negara-negara Arab dan mengisolasi musuh bebuyutan “Israel”, Iran.
Tanpa “jalan menuju negara Palestina,” katanya, Israel tidak akan “mendapatkan keamanan sejati.”
AS mengatakan dukungannya terhadap Israel ‘sangat kuat’ meskipun saat ini pihaknya memiliki perbedaan soal Gaza.
AS telah menjadi pendukung utama keuangan dan diplomatik Israel dengan bantuan militer senilai miliaran dolar dan dukungan tersebut akan tetap ada bahkan ketika Netanyahu secara eksplisit menolak seruan AS untuk mendirikan negara Palestina, kata Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS Matthew Miller.
“Dukungan kami untuk Israel tetap kuat. Namun bukan berarti tidak ada perbedaan antara kedua negara kita,” kata Miller kepada wartawan.
Dia menambahkan bahwa isu ini “bukan soal Amerika Serikat yang menekan” “Israel” untuk melakukan apa pun, tapi ini soal pilihan Israel sendiri dan apakah “Israel” akan mengambil peluang untuk “integrasi yang lebih besar” di kawasan dan mengakhiri agresinya.
Namun Netanyahu menyampaikan nada menantang dalam konferensi pers yang disiarkan televisi, dimana ia berulang kali mengatakan “Israel” tidak akan menghentikan serangannya sampai mereka menghancurkan Hamas dan memulangkan semua sandera yang tersisa yang ditahan oleh kelompok pejuang tersebut.
Netanyahu menolak klaim para kritikus “Israel” bahwa tujuan agresi tidak dapat dicapai, dan berjanji untuk terus melakukan serangan selama berbulan-bulan. “Kami tidak akan puas dengan kemenangan mutlak,” kata Netanyahu.
Netanyahu, yang memimpin pemerintahan paling sayap kanan dalam sejarah “Israel”, selama ini menolak wacana Solusi Dua Negara (Two State Solution), dan mengklaim negara Palestina akan menjadi landasan serangan terhadap “Israel”.
Agresi “Israel” ke Gaza baru-baru iini dianggap salah satu kampanye militer paling mematikan dan paling merusak dalam sejarah, telah menewaskan hampir 25.000 warga Palestina, menurut otoritas Kesehatan Gaza.
Agresi penjajah juga menyebabkan kehancuran yang luas dan membuat lebih dari 80% dari 2,3 juta penduduk wilayah tersebut mengungsi dari rumah mereka.
Jajak pendapat terbaru menunjukkan bahwa popularitas Benyamin Netanyahu, yang diadili atas tuduhan korupsi, anjlok selama keputusannya melakukan agresi ke Gaza.
Sebelum ini, Amerika Serikat (AS) telah memberikan dukungan penuh kepada penjajah “Israel” pada hari-hari awal perang. Namun belakangan, Amerika Serikat mulai menyatakan keraguannya dan mendesak Netanyahu untuk mengutarakan visinya untuk memulihkan Gaza pascaperang.
Amerika Serikat mengatakan Otoritas Palestina (PA), yang dipercaya Barat mengatur zona semi-otonom di Tepi Barat yang masih dicaplok “Israel”, harus “direvitalisasi” dan dikembalikan ke Gaza.
Untuk diketahui, Otoritas Palestina (PA) sangat tidak populer di kalangan warga Palestina, dan secara luas dipandang sebagai pemerintahan “boneka” yang tidak kompeten dan dikenal korup.
Hamas sempat menggulingkan Otoritas Palestina dari Gaza pada tahun 2007, saat kelompok ini menang mutlak dalam Pemilu.
Sampai hari ini, rakyat Palestina menginginkan Gaza, Tepi Barat dan Yerusalem Timur (Baitul Maqdis) kembali menjadi wilayah dan sebagai negara mereka. Daerah-daerah saat ini telah dirampok dan dikuasai “Israel” sejak tahun 1967.*