Warga dan Santri Cisarua Tolak Patung Raksasa Dewi Kencana di Wisata Pakis Hills, Puncak

Warga yang mengaku dari Desa Tugu Selatan, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor mengecam keras perihal keberadaan patung raksasa Dewi Kencana di objek wisata Pakis Hills, Puncak.

Kepala Desa Tugu Selatan, Eko Windiana menuturkan, penolakan muncul dari para tokoh agama yang khawatir atas keberadaan patung setinggi 12 meter tersebut. Warga menuntut pembongkaran patung raksasa tersebut guna menghindari konflik.

“Atas penolakan itu, kami mengambil langkah dengan bersurat ke pemilik Pakis Hills, untuk segera membongkar patung tersebut,” ungkapnya hari Ahad (21/4/2024).

Menurutnya, penolakan keras terus berdatangan terhadap patung tokoh masa kerajaan Majapahit tersebut. Sehingga pihaknya khawatir hal ini dapat memicu konflik dan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Menurut Eko,  Patung Dewi Kencana dinilai tidak sesuai dengan nilai-nilai kebudayaan dan kearifan lokal khususnya di wilayah Puncak, Bogor.

Bahkan, Eko mendapat informasi jika para santri dan ulama di kawasan Puncak telah mengultimatum dan akan mendatangi lokasi Patung Dewi Kencana tersebut.

“Keberadaan patung tersebut mendapat penolakan dari ulama puncak, dan warga Cisarua. Sehingga membuat kami khawatir dan mengambil langkah mengirim surat resmi kepada pemilik Pakis Hills untuk segera membongkar patung tersebut,” kata Eko Windiana, menambahkan pihaknya tidak ingin terjadi hal yang tidak diinginkan dan menjadi konflik berkepanjangan.

Sementara itu, Camat Cisarua, Heri Risnandar membenarkan adanya penolakan keberadaan Patung Dewi Kencana di wilayah kerjanya.

Para warga yang menolak pun sempat menggelar unjuk rasa, namun berhasil diredam oleh aparat keamanan setempat.

Heri mengaku, pihaknya sudah mendatangi Pakis Hills dan memeriksa perizinan termasuk site plan lokasi Bangunan Pakis Hills. Bahkan lanjut dia, patung tersebut sebagai aikon lokasi wisata namun tidak termasuk dalam site plan yang sudah dikeluarkan pemkab Bogor.

“Saat kami datangi memang mereka mengakui jika Patung Dewi Kencana yang menjadi tokoh Majapahit tersebut tidak masuk dalam site plat pembangunan, harusnya jika memang mau menjadikan ikon wisata seharusnya pengelola melakukan musyawarah dengan dinas pariwisata sehingga bisa menampilkan kearifan lokal,” tuturnya.

Heri menyayangkan pihak pengelola wisata yang tidak lebih dulu bermusyawarah dengan Dinas Pariwisata dan masyarakat setempat.

Sehingga ikon yang telah dibuat tidak sesuai dengan nilai kebudayaan dan kearifan lokal di wilayah tersebut.

Pihaknya berharap, Pakis Hills merespon dengan baik dan segera membongkar patung tersebut. Sehingga hal itu dapat meredam reaksi yang terjadi di warga Cisarua.

“Saya berharap pihak Pakis Hills segera merealisasikan dan membongkar patung itu, dan ini saya sampaikan sesuai dengan keluhan warga serta para ulama,” tandasnya.

Untuk diketahui, pembangunan Patung Raksasa Dewi Kencana yang dibuat salah satu seniman Bali yang kini berdiri di Pakis Hills di blok Gunung Mas Desa Tugu Selatan Kecamatan Cisarua*

HIDAYATULLAH

Hikmah Puasa Sunnah 6 Hari di Bulan Syawal

AMALAN yang identik dengan bulan Syawal salah satunya adalah puasa sunnah 6 hari. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ

“Barangsiapa berpuasa (di bulan) Ramadhan kemudian diiringi dengan puasa 6 (enam) hari bulan Syawal, maka (pahalanya) seperti puasa satu tahun penuh.” (HR. Muslim)

Penyariatan puasa Syawal ini memiliki banyak hikmah. Setidaknya ada lima hikmah yang disebutkan oleh Ibnu Rajab dalam buku “Lathaa`ifu al-Ma’aarif fiima li al-Mawaasim min Lathaa`if” (1999 : 393):

Pertama, puasa 6 hari di bulan Syawal pasca Ramadhan bisa menyempurnakan pahala puasa menjadi setahun penuh. Ini sesuai dengan hadits yang disebut di awal.

Kedua, puasa di bulan Syawal dan Sya’ban laksana sunnah Rawatib dalam shalat wajib yang berfungsi menyempurnakan kekurangan dan kekeliruan yang terjadi dalam shalat wajib. Tidak berlebihan jika Umar bin Abdul Aziz Rahimahullah pernah berkata, “Barangsiapa yang tidak bisa mengeluarkan zakat fitrah di akhir Ramadhan, maka hendaknya ia puasa (sunnah setelahnya)!”  Karena puasa -dalam hal menebus kejelekan – menempati posisi memberi makan (zakat fitrah).

Ketiga, membiasakan puasa setelah Ramadhan adalah tanda diterimanya puasa Ramadhan.  Jika Allah Subhanahu Wata’ala hendak menerima amalah seorang hamba, maka dia diberi taufik untuk melakukan amal saleh setelahnya. Sebagaimana dikatakan oleh sebagian ulama, “Pahala kebaikan adalah kebaikan (yang dilakukan) setelahnya.” Maka kalau ada yang berbuat kebaikan lalu berkesinambungan, maka itu sebagai tanda diterimanya kebaikan yang pertama. Demikian juga sebaliknya jika melakukan keburukan (itu sebagai tanda bahwa amalan pertama tidak diterima).

Keempat, membiasakan puasa setelah Ramadhan sebagai wujud rasa syukur kepada Allah yang menganugerahkan ampunan di bulan Ramadhan; karena tidak ada nikmat yang lebih besar daripada ampunan-Nya. Suatu saat nabi shalat malam hingga kakinya bengkak. Ketika ditanya, beliau menjawab bahwa itu sebagai rasa syukur kepada Allah Subhanahu Wata’ala. Ini salah satu contoh rasa syukur yang dicontohkan nabi.

Ketika Ibnu Al-Warad ditanya orang mengenai pahala beberapa amal seperti thawaf dan semacamnya, beliau menjawab, “Jangan bertanya tentang pahalanya, tapi tanyalah kepada dirimu sudahkan kamu bersyukur kepada Allah yang telah memberi taufik dan pertolongan untuk melakukan kebaikan tersebut!”

Kelima, amalan yang dilakukan seseorang di bulan Ramadhan sejatinya tidak berhenti hanya di bulan Ramadhan;tapi terus berlangsung selama dia masih hidup. Ada riwayat, “Orang yang berpuasa setelah Ramadhan itu seperti orang baru selesai dari gelanggang pertempuran di jalan Allah kemudian kembali lagi bertempur.”

Dalam hadits disebutkan, “Amalan yang paling dicintai Allah adalah adalah yang ‘al-Haal al-Murtahil’ (tiap kali singgah, dia berangkat lagi)  sebagaimana orang yang mengkatamkan al-Qur`an dari awal sampai akhir, kemudian dilanjut bacaannya secara berkesinambungan sampai khatam lagi.” (HR. Tirmidzi). Dengan demikian, amalnya terus berkesinambungan tidak tergantung pada mood dan moment tertentu.

Bisyr -salah seorang salaf- saat ditanya mengenai kaum yang hanya beribadah dan bersungguh-sungguh di bulan Ramadhan, beliau menjawab, “sejelek-jelek kaum adalah yang tidak mengenal hak-hak allah melainkan pada bulan ramadhan saja. Orang saleh adalah yang beribadah dan bersungguh-sungguh sepanjang tahun.”

Ketika Asy-Syibli Rahimahullah ditanya, “Manakah yang lebih utama antara Sya’ban dan Ramadhan?” Beliau menjawab, “Jadilah hamba rabbani dan jangan jadi hamba sya’bani.” Jadi, di dalam maupun luar Ramadhan tidak dibeda-bedakan karena yang menjadi acuan adalah Allah Subhanahu wata’ala. Selama itu diperintahkan Allah, maka akan dijaga secara kontinu.

Nabi sendiri amalannya selalu istikamah dan kontinu. Ketika Aisyah ditanya apakah nabi mengkhususkan hari tertentu untuk beramal, beliau menjawab, “Amalan beliau itu berkesinambungan (kontinu)” (HR. Bukhari dan Muslim). Bahkan ketika nabi pernah dalam satu Ramadhan tak bisa menjalankan iktikaf di sepuluh hari terakhir, maka beliau ganti di bulan Syawal.

Lebih dari itu, Hasan Bashri berkata, “Sesungguhnya Allah tidak membuat ajal untuk amalan mukmin, melainkan kematian.”  Artinya, kapanpun dan dimanapun selama masih hidup, maka amalan harus tetap kontinu.

Jadi, hikmah disyariatkannya puasa Syawwal –wallahu a’lam- adalah: untuk menyempurnakan pahala puasa, menyempurnakan kekurangan puasa, sebagai tanda diterimanya puasa, sebagai rasa syukur, supaya terus berkesinambungan di bulan-bulan lainnya.

Sebagai penutup, pernyataan Ibnu Rajab Rahimahullah berikut patut untuk dijadikan bahan renungan, “Barangsiapa mengamalkan ketaatan kemudian selesai menjalankannya, maka tanda amalnya diterima adalah dengan menyambungnya dengan ketaatan yang lain, sedangkan tanda tertolaknya adalah ketika ketaatan disambung dengan kemaksiatan yang lain.” */Mahmud Budi Setiawan

HIDAYATULLAH

Kesempurnaan Islam dalam Memuliakan Akal (Bag. 1)

Islam sangat mengapresiasi produktivitas keilmuan. Allah berfirman,

يَرْفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مِنكُمْ وَٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْعِلْمَ دَرَجَٰتٍ

Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS. Al-Mujadilah: 11)

Allah akan memberikan kegembiraan kepada orang-orang yang mau memanfaatkan kemampuan nalarnya guna mencari kebenaran. Allah berfirman,

وَٱلَّذِينَ ٱجْتَنَبُوا۟ ٱلطَّٰغُوتَ أَن يَعْبُدُوهَا وَأَنَابُوٓا۟ إِلَى ٱللَّهِ لَهُمُ ٱلْبُشْرَىٰ ۚ فَبَشِّرْ عِبَادِ  ٱلَّذِينَ يَسْتَمِعُونَ ٱلْقَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحْسَنَهُۥٓ ۚ أُو۟لَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ هَدَىٰهُمُ ٱللَّهُ ۖ وَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمْ أُو۟لُوا۟ ٱلْأَلْبَٰبِ 

Orang-orang yang menjauhi thaghut (yaitu) tidak menyembahnya dan kembali kepada Allah, bagi mereka berita gembira. Sebab itu, sampaikanlah berita itu kepada hamba-hamba-Ku. Yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal.” (QS. Az-Zumar: 17-18)

Sebaliknya, Allah mencela siapa pun yang memiliki daya pikir, namun tidak mereka gunakan untuk memahami kebenaran. Allah berfirman,

وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ ٱتَّبِعُوا۟ مَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ قَالُوا۟ بَلْ نَتَّبِعُ مَآ أَلْفَيْنَا عَلَيْهِ ءَابَآءَنَآ ۗ أَوَلَوْ كَانَ ءَابَآؤُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ شَيْـًٔا وَلَا يَهْتَدُونَ  وَمَثَلُ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ كَمَثَلِ ٱلَّذِى يَنْعِقُ بِمَا لَا يَسْمَعُ إِلَّا دُعَآءً وَنِدَآءً ۚ صُمٌّۢ بُكْمٌ عُمْىٌ فَهُمْ لَا يَعْقِلُونَ 

Dan apabila dikatakan kepada mereka, ‘Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah!’ Mereka menjawab, ‘(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti ajaran yang telah kami dapati dari nenek moyang kami.’ (Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apa pun, dan tidak mendapat petunjuk? Dan perumpamaan (orang-orang yang menyeru) orang-orang kafir adalah seperti penggembala yang memanggil binatang yang tidak mendengar, kecuali panggilan dan teriakan semata-mata. Mereka tuli, bisu dan buta, maka (oleh sebab itu) mereka tidak mengerti.” (QS. Al Baqarah: 170-171)

Konsep tersebut tidak hanya berhenti pada tataran teori, tetapi dapat kita temukan adanya teladan yang merealisasikan kemuliaan tersebut dalam jumlah banyak.

Kami kutipkan segelintir petualangan keilmuan para cendekiawan Islam sebagai berikut [1]:

Pertama: Muhammad bin Salam Al-Bikandi (guru Imam Al-Bukhari) pernah duduk dalam majelis ilmu. Ketika gurunya mendiktekan hadis, pena yang ia pakai patah. Lantas ia berkata, “Siapa yang mau menjual penanya seharga satu dinar [2]?” Maka, beterbanganlah beberapa pena ke arahnya.

Kedua: Ubaid bin Ya’isy berkata, “Aku tidak pernah makan malam dengan tanganku sendiri selama 30 tahun. Saudariku yang menyuapkanku, sementara aku menulis hadis.”

Ketiga: Ibnu Jarir Ath-Thabari bertanya kepada teman-temannya, “Apakah kalian bersemangat menulis tafsir Al-Qur’an?“ Mereka jawab, “Seberapa besar?” Ia jawab, “30.000 lembar.” Mereka berkata, “Itu tidak bisa selesai.” Akhirnya, beliau pun meringkasnya menjadi 3000 lembar. Beliau diktekan dari tahun 283H – 290H.

Keempat: Ibnu Jarir menulis selama sehari sebanyak 40 lembar. Total hasil karya tulis beliau sejumlah 315.000 lembar.

Kelima: Abu Yusuf membahas permasalahan fikih haji sesaat sebelum sakratulmautnya. Al-Bairuni mempelajari satu persoalan hukum waris saat menghadapi sakratulmaut.

Keenam: Ibnu Aqil Al-Hambali lebih menyukai makan kue basah daripada roti kering untuk menghemat waktunya, sehingga ia dimudahkan oleh Allah untuk melahirkan kitab Al-Funun yang berjumlah 800 jilid.

Ketujuh: Bekas rautan pensil Ibnul Jauzi dapat digunakan untuk memanasi air yang dipakai untuk memandikan jenazah beliau, bahkan masih tersisa.

Kedelapan: Imam An-Nawawi menghadiri 12 pelajaran dalam sehari semalam. Asy-Syaukani sejumlah 13 pelajaran. Dan Al-Alusi menulis tafsir di malam hari, sedangkan siang hari digunakan untuk mengajar 13 pelajaran.

Pencapaian imam-imam tersebut menjadi bukti tingginya apresiasi Islam terhadap aktivitas keilmuan. Hanya saja, terkadang tidak seluruh produktivitas ilmiah menghasilkan dampak yang baik. Sebagaimana yang terjadi pada beberapa kelompok Islam yang menjadikan filsafat Yunani Kuno sebagai asas akidah mereka. Mereka berargumen panjang lebar untuk menentukan kriteria Tuhan sesuai filosofi yang mereka pelajari, bukan sesuai keterangan yang Allah sampaikan kepada kita mengenai diri-Nya sendiri. Sayangnya, kerja keras mereka mendapat kritikan dari berbagai ulama, bahkan di kalangan internal mereka saling memperdebatkan keyakinan mereka sendiri. Mengapa demikian? Karena aliran tersebut tidak menempatkan akal sebagaimana posisi yang semestinya.

Fakhruddin Ar-Razi mengatakan bahwa jika dalil wahyu bertentangan dengan akal, maka dahulukan akal [3]. Konsep tersebut melahirkan banyak penyimpangan. Misalnya, mereka tidak mau mengakui adanya hikmah atas keputusan takdir Allah [4]. Mereka meyakini bahwa redaksi Al-Qur’an berasal dari Nabi Muhammad shallallahu ’alaihi wasallam dan/atau malaikat Jibril, bukan dari Allah [5]. Mereka meyakini Allah tidak mencintai dan dicintai [6]. Sekali lagi, ini semua keliru. Pada akhirnya, mereka memfilter wahyu harus sesuai dengan premis yang mereka anggap benar menurut akal mereka, sedangkan akal tiap orang beragam. Akibat keberagaman akal tersebut, mereka pun saling mengkritisi keyakinan sesama mereka.

Contoh perdebatan internal mereka:

Pemahaman kelompok Asy’ari meyakini bahwa seluruh kejadian terjadi atas dampak yang Allah ciptakan. Adapun sebab usaha kita tidak berperan di dalamnya [7]. Ilustrasinya seperti ini. Seseorang memotong kue dengan pisau. Kue tersebut terbelah bukan karena kemampuan manusia ketika menggerakkan pisau, tetapi Allah menciptakan roti itu terbelah di saat yang sama ketika orang tersebut memotongnya. Jadi mereka menafikan sebab yang dilakukan makhluk. Keyakinan seperti ini disanggah oleh imam mereka sendiri, yaitu Abul Ma’ali Al-Juwaini dalam bukunya Al-Aqidah An-Nizhamiyah dan Asy-Syahristani dalam bukunya Al-Milal wan-Nihal. Demikian, jika akal bekerja di luar kapasitasnya.

Ahlussunah merupakan orang-orang yang berpegang teguh pada ajaran Nabi Muhammad shallallahu ’alaihi wasallam sebagaimana yang dipahami oleh 3 generasi terbaik umat Islam, yaitu para sahabat, tabi’in, dan tabi’ut tabi’in. Mereka memberikan ketundukan dan kepatuhan 100% hanya kepada Allah dan Rasul-Nya. Artinya, mereka memiliki pengagungan yang tinggi kepada segala hal yang Allah perintahkan dan larang, termasuk bagaimana memposisikan akal sesuai dengan yang diinginkan syariat. Mereka tidak berlebihan seperti aliran Jahmiyah dan yang semisal, juga tidak meremehkan seperti aliran sufi ekstrem dan yang semisal. Untuk memahami bagaimana sikap seorang muslim dalam memaksimalkan peran akalnya, berikut kami sajikan terjemahan salah satu karya ulama di masa ini, Syekh Shalih Sindi, yang berjudul Ma’alim fi Manzilati Al-‘Aql ‘inda Ahlissunnah wal Jama’ah. Buku ini menjelaskan beberapa kaidah yang semestinya diperhatikan agar kita dapat memberlakukan akal kita sesuai posisinya sebagaimana yang Allah inginkan.

Lanjut ke bagian 2: [Bersambung]

***

Penulis: Syaroful Anam

Artikel: Muslim.or.id

Catatan kaki:

[1] Dirangkum dari buku Qimah Az-Zaman ‘inda Al-‘Ulama

[2] Harga emas saat ini Rp 1.321.000, maka 1 dinar seharga Rp 5.612.450. Apa yang membuat beliau rela membeli satu pena dengan harga tersebut, kalau bukan kecintaan terhadap ilmu?

[3] Dikenal dengan istilah Al-Qanun Al-Kulli. Konsep tersebut disanggah oleh Ibn Taimiyyah dalam bukunya Dar’u Ta’arud Al-‘Aql wan Naql, dicetak 5 jilid oleh Penerbit Dar Al-Kutub Al-‘Alamiyyah.

[4] Al-Arba’in fi Ushul Ad-Din, 1: 350 via Syarah Al-Aqidah Al-Wasithiyyah, Ustaz Firanda, 3:163.

[5] Al-Inshaf, hal. 101-102, Mafatih Al-Ghaib, 2: 277 via Syarah Al-Aqidah Al-Wasithiyyah, Ustaz Firanda, 4: 275-276.

[6] Al-Kasyaf, 1: 353 via Syarah Rinci Rukun Iman, Ustaz Firanda, 2:331.

[7] Al-Ghazali dalam Majmu’ Rasail Al-Imam Al-Ghazali, Ibrahim Al-Laqqani dalam Jauharut Tauhid, dan juga syarah-nya oleh Al-Bajuri dan Abdus Salam Al-Laqqani, As-Sanusi dalam Syarh Ummul Barahin beserta Hasyiyah Ad-Dasuqi.

Sumber: https://muslim.or.id/93293-kesempurnaan-islam-dalam-memuliakan-akal-bag-1.html
Copyright © 2024 muslim.or.id

Estimasi Keberangkatan Haji 2024: Cara Cek Porsi Haji dan Persyaratan Pendaftaran!

Antrean panjang dalam pelaksanaan ibadah haji telah menjadi hal yang dinantikan dengan penuh kesabaran oleh masyarakat Indonesia.

Pelaksanaan salah satu rukun Islam ini membutuhkan waktu yang cukup lama, terutama dengan daftar tunggu yang bisa mencapai puluhan tahun. Data terbaru dari Kementerian Agama menunjukkan bahwa beberapa provinsi bahkan memiliki masa tunggu hingga lebih dari 90 tahun karena kuota haji yang ditetapkan setiap tahun.

Bagi mereka yang baru mendaftar haji pada tahun 2024, pertanyaan kapan tahun keberangkatannya muncul secara alami. Namun, ada perkiraan waktu keberangkatan yang dapat diperhatikan. Meskipun estimasi ini bervariasi di setiap provinsi dan kabupaten, secara umum masa tunggu untuk haji reguler di Indonesia berkisar antara 11 hingga 47 tahun.

Dengan demikian, untuk seseorang yang mendaftar haji reguler pada tahun 2024, ia mungkin harus menunggu antara tahun 2035 hingga 2071 untuk berangkat. Proses pendaftaran dan estimasi keberangkatan haji dapat diperiksa dengan menggunakan dua cara yang telah disediakan oleh Kementerian Agama, yakni melalui laman resmi Kementerian Agama atau melalui aplikasi seperti Pusaka atau Cek Porsi Haji.

Cara Menggunakan Aplikasi Cek Porsi Haji:

  1. Unduh Aplikasi: Unduh aplikasi Cek Porsi Haji yang berbasis Android di Google Playstore. Klik di sini!
  2. Buka Aplikasi: Buka aplikasi cek Porsi Haji, cari menu Cek Porsi Haji.
  3. Masukkan Nomor Porsi: Masukkan 10 digit nomor porsi yang dimiliki.
  4. Cari Nomor Porsi: Pilih ‘Cari Nomor Porsi’.

Untuk mendaftar haji reguler, terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh calon jemaah haji. Mereka harus berusia minimal 12 tahun pada saat pendaftaran, beragama Islam, memiliki kartu identitas yang sah, Kartu Keluarga, serta dokumen pendukung lainnya seperti akta kelahiran atau surat kenal lahir.

Setelah memenuhi persyaratan tersebut, proses pendaftaran dilakukan melalui alur yang telah ditetapkan oleh Kementerian Agama, termasuk pembukaan tabungan haji, penandatanganan surat pernyataan, dan pengisian formulir pendaftaran haji.

Pendaftaran haji reguler memang membutuhkan kesabaran dan perencanaan yang matang. Oleh karena itu, sebaiknya calon jemaah haji mendaftarkan diri sesegera mungkin dan memperhatikan semua persyaratan yang telah ditetapkan.

Dengan demikian, mereka dapat memastikan bahwa proses pendaftaran mereka berjalan lancar dan dapat mengikuti estimasi keberangkatan haji yang telah ditetapkan.

Tips Menyempurnakan Ibadah Haji

Alquran telah menjelaskan adab untuk melaksanakan ibadah haji.

Alquran telah menjelaskan adab untuk melaksanakan ibadah haji agar seluruh umat muslim dapat mempersiapkan apapun yang diperlukan agar ibadahnya dapat diterima oleh Allah SWT. Terdapat tafsir ayat yang menjelaskan tentang adab untuk menyempurnakan ibadah haji.

Hal tersebut telah dijelaskan pada surat Al Baqarah ayat 196 yang berbunyi,

وَاَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلّٰهِ ۗ فَاِنْ اُحْصِرْتُمْ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِۚ وَلَا تَحْلِقُوْا رُءُوْسَكُمْ حَتّٰى يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّهٗ ۗ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَّرِيْضًا اَوْ بِهٖٓ اَذًى مِّنْ رَّأْسِهٖ فَفِدْيَةٌ مِّنْ صِيَامٍ اَوْ صَدَقَةٍ اَوْ نُسُكٍ ۚ فَاِذَآ اَمِنْتُمْ ۗ فَمَنْ تَمَتَّعَ بِالْعُمْرَةِ اِلَى الْحَجِّ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِۚ فَمَنْ لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلٰثَةِ اَيَّامٍ فِى الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ اِذَا رَجَعْتُمْ ۗ تِلْكَ عَشَرَةٌ كَامِلَةٌ ۗذٰلِكَ لِمَنْ لَّمْ يَكُنْ اَهْلُهٗ حَاضِرِى الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ ࣖ

Arab Latin : Wa atimmul-ḥajja wal-‘umrata lillāh(i), fa’in uḥṣirtum famastaisara minal-hady(i), wa lā taḥliqū ru’ūsakum ḥattā yablugal-hadyu maḥillah(ū), faman kāna minkum marīḍan au bihī ażam mir ra’sihī fafidyatum min ṣiyāmin au ṣadaqatin au nusuk(in), fa’iżā amintum, faman tamatta‘a bil-‘umrati ilal-ḥajji famastaisara minal-hady(i), famal lam yajid faṣiyāmu ṡalāṡati ayyāmin fil-ḥajji wa sab‘atin iżā raja‘tum, tilka ‘asyaratun kāmilah(tun), żālika limal lam yakun ahluhū ḥāḍiril-masjidil-ḥarām(i), wattaqullāha wa‘lamū annallāha syadīdul-‘iqāb(i).

Artinya : “Sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah. Akan tetapi, jika kamu terkepung (oleh musuh), (sembelihlah) hadyu56) yang mudah didapat dan jangan mencukur (rambut) kepalamu sebelum hadyu sampai di tempat penyembelihannya. Jika ada di antara kamu yang sakit atau ada gangguan di kepala (lalu dia bercukur), dia wajib berfidyah, yaitu berpuasa, bersedekah, atau berkurban.57) Apabila kamu dalam keadaan aman, siapa yang mengerjakan umrah sebelum haji (tamatu’), dia (wajib menyembelih) hadyu yang mudah didapat. Akan tetapi, jika tidak mendapatkannya, dia (wajib) berpuasa tiga hari dalam (masa) haji dan tujuh (hari) setelah kamu kembali. Itulah sepuluh hari yang sempurna. Ketentuan itu berlaku bagi orang yang keluarganya tidak menetap di sekitar Masjidilharam. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Keras hukuman-Nya.”

Menurut tafsir tahlili Kemenag, ayat ini diturunkan berhubungan dengan ibadah haji dan umrah di mana kaum Muslimin diwajibkan mengerjakan haji dan umrah. Yang dimaksud dengan perintah Allah SWT untuk menyempurnakan haji dan umrah, ialah mengerjakannya secara sempurna dan ikhlas karena Allah SWT. 

Ada kemungkinan seseorang yang sudah berniat haji dan umrah terhalang oleh bermacam halangan untuk menyempurnakannya. Dalam hal ini Allah swt memberikan ketentuan sebagai berikut: orang yang telah berihram untuk haji dan umrah lalu dihalangi oleh musuh sehingga haji dan umrahnya tidak dapat diselesaikan, maka orang itu harus menyediakan seekor unta, sapi, atau kambing untuk disembelih.

Hewan-hewan itu boleh disembelih, setelah sampai di Mekah, dan mengakhiri ihramnya dengan (mencukur atau menggunting rambut). Mengenai tempat penyembelihan itu ada perbedaan pendapat, ada yang mewajibkan di Tanah Suci Mekah, ada pula yang membolehkan di luar Tanah Suci Mekah. Jika tidak menemukan hewan yang akan disembelih, maka hewan itu dapat diganti dengan makanan seharga hewan itu dan dihadiahkan kepada fakir miskin.

Jika tidak sanggup menyedekahkan makanan, maka diganti dengan puasa, tiap-tiap mud makanan itu sama dengan satu hari puasa. Orang-orang yang telah berihram haji atau umrah, kemudian dia sakit atau pada kepalanya terdapat penyakit seperti bisul, dan ia menganggap lebih ringan penderitaannya bila dicukur kepalanya dibolehkan bercukur tetapi harus membayar fidyah dengan berpuasa 3 hari atau bersedekah makanan sebanyak 10,5 liter kepada orang miskin, atau berfidyah dengan seekor kambing. 

IHRAM

Amalan Imam Syafi’i Agar Bebas dari Hisab Hari Kiamat!

Berikut adalah amalan Imam Syafi’i agar bebas dari hisab Hari Kiamat! Seperti yang kita ketahui, bahwa fase-fase setelah kiamat semua manusia mengalami apa yang disebut dengan Yaumul Hisab, artinya hari perhitungan amal perbuatan manusia.

Terkait peristiwa tersebut Imam Syafi’i sebagai salah ulama madzab yang masyhur karena karyanya terkait aturan-aturan masalah yuridis dalam bidang hukum Islam, pernah memberikan amalan agar terbebas dari hisab di hari kiamat kepada para muridnya. 

Beliau ini juga merupakan satu-satunya Imam yang terkait dengan Nabi Muhammad (SAW) karena dia berasal dari suku Quraisy dari Bani Muthalib, yang merupakan saudara dari suku Bani Hasyim suku Nabi Muhammad (SAW). Maka sudah tidak diragukan lagi segala keilmuan darinya. Lantas bagaimanakah amalan-amalan tersebut?

Sholawat Imam Syafi’i Agar Terhindar dari Hisab di Hari Kiamat

Imam  Al-Ghazali mengutip keutamaan lafal Shalawat Nabi yang ditulis Imam As-Syafi’i pada karya ushul fiqihnya, Kitab Ar-Risalah. Al-Ghazali mengisahkan perjumpaan Abul Hasan dengan Rasulullah saw dalam mimpinya.

وروي عن أبي الحسن قال رأيت النبي صلى الله عليه و سلم في المنام فقلت يا رسول الله بم جوزي الشافعي عنك حيث يقول في كتابه الرسالة وَصَلَّى اللهُ عَلَى مُحَمَّدٍ كُلَّمَا ذَكَرَهُ الذَّاكِرُوْنَ وغَفَلَ عَنْ ذِكْرِهِ الغَافِلُوْنَ فقال صلى الله عليه و سلم جوزي عني أنه لا يوقف للحساب

Artinya, “Diriwayatkan dari Abul Hasan, ia bercerita, ia mimpi bertemu Rasulullah saw, ‘Wahai Rasulullah, apa hadiah besar untuk As-Syafi’i yang bershalawat dalam Kitab Ar-Risalah-nya, ‘Wa shallāllahu ‘alā Muhammadin kullamā dzakarahudz dzākirūna, wa ghafala ‘an dzikrihil ghāfilūna?’ ‘Hadiah besarku untuk As-Syafi’i bahwa ia tidak akan dihentikan untuk hisab nanti,’’ (Imam Al-Ghazali, Ihya Ulumiddin, [Beirut, Darul Fikr: 2018 M/1439-1440 H], juz I, halaman 391).

Shalawat Nabi yang ditulis oleh Imam As-Syafi’i dalam Kitab Ar-Risalah adalah sebagai berikut: 

وَصَلَّى اللهُ عَلَى مُحَمَّدٍ كُلَّمَا ذَكَرَهُ الذَّاكِرُوْنَ وغَفَلَ عَنْ ذِكْرِهِ الغَافِلُوْنَ

Artinya, “Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya untuk Nabi Muhammad saw sebilangan orang yang mengingat-Nya dan sebilangan orang yang lalai mengingat-Nya.”

Kemudian terkait tata cara melafalkannya, sebenarnya ada banyak cara untuk membaca shalawat kepada Nabi Muhammad SAW. Ada sebagian orang menggunakan lafal shalawat dan salam dengan fi’il madhi. Sebagian orang lainnya menggunakan fi’il amr. Sejauh masih menggunakan lafal shalawat dan salam, maka itu diperbolehkan untuk para nabi dan rasul.

Dengan kata lain, kita boleh membaca shalawat dan salam untuk para nabi. Kita tidak diperbolehkan untuk membaca selain shalawat dan salam.

ولا يجوز الدعاء للنبي صلى الله عليه وسلم بغير الوارد كرحمه الله بل المناسب واللائق في حق الأنبياء الدعاء بالصلاة والسلام

Artinya, “Tidak boleh mendoakan Nabi Muhammad SAW dengan lafal yang tidak warid seperti lafal ‘Rahimahullāhu’. Tetapi lafal yang sesuai dan layak untuk para nabi dan rasul adalah lafal shalawat dan salam,” (Lihat Syekh M Nawawi Banten, Kasyifatus Saja, [Indonesia, Darul Ihya Kutubil Arabiyyah], halaman 4).

Dengan kata lain tidak ada ketentuan baku perihal shalawat dan salam untuk nabi karena pada prinsipnya shalawat dan salam adalah doa yang dimohon kepada Allah untuk Nabi Muhammad saw atau para nabi dan rasul yang lain.

Demikian amalan Imam Syafi’i agar bebas dari Hisab Hari Kiamat! Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.

BINCANG SYARIAH

Hukum Kawin Kontrak Berdasarkan Ijma’ 4 Madzhab

Nikah Mut’ah atau yang jamak dikenal dengan istilah kawin kontrak, merupakan salah satu contoh nikah yang diharamkan. Sebab nikah model demikian ini merugikan pihak perempuan, padahal spirit yang dibangun dalam pernikahan adalah kasih sayang dan ibadah. Nah berikut keterangan lengkap hukum kawin kontrak berdasarkan ijma’ulama 4 madzhab.

Dalam kitab Fikih ensiklopedis yang diterbitkan oleh Kementrian Agama di Kuwait, dikatakan bahwa ulama empat Mazhab telah sepakat bahwa hukum kawin kontrak dalam fikih adalah haram. Berikut keterangannya;

نِكَاحُ الْمُتْعَةِ هُوَ قَوْل الرَّجُل لِلْمَرْأَةِ: أُعْطِيكِ كَذَا عَلَى أَنْ أَتَمَتَّعَ بِكِ يَوْمًا أَوْ شَهْرًا أَوْ سَنَةً أَوْ نَحْوَ ذَلِكَ سَوَاءٌ قَدَّرَ الْمُتْعَةَ بِمُدَّةٍ مَعْلُومَةٍ كَمَا هُوَ الشَّأْنُ فِي الأَْمْثِلَةِ السَّابِقَةِ، أَوْ قَدَّرَهَا بِمُدَّةٍ مَجْهُولَةٍ كَقَوْلِهِ: أُعْطِيكِ كَذَا عَلَى أَنْ أَتَمَتَّعَ بِكِ مَوْسِمَ الْحَجِّ أَوْ مَا أَقَمْتُ فِي الْبَلَدِ أَوْ حَتَّى يَقْدَمَ زَيْدٌ، فَإِذَا انْقَضَى الأَْجَل الْمُحَدَّدُ وَقَعَتِ الْفُرْقَةُ بِغَيْرِ طَلاَقٍ. وَنِكَاحُ الْمُتْعَةِ مِنْ أَنْكِحَةِ الْجَاهِلِيَّةِ، وَكَانَتْ مُبَاحًا فِي أَوَّل الإِْسْلاَمِ ثُمَّ حُرِّمَ، لِحَدِيثِ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَال: إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنِ الْمُتْعَةِ وَعَنْ لُحُومِ الْحُمُرِ الأَْهْلِيَّةِ زَمَنَ خَيْبَرَ “، ثُمَّ رَخَّصَ فِيهِ عَامَ الْفَتْحِ، لِحَدِيثِ الرَّبِيعِ بْنِ سَبْرَةَ الْجُهَنِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا:” أَنَّ أَبَاهُ غَزَا مَعَ رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَتْحَ مَكَّةَ قَال: فَأَقَمْنَا بِهَا خَمْسَ عَشْرَةَ (ثَلاَثِينَ بَيْنَ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ) فَأَذِنَ لَنَا رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي مُتْعَةِ النِّسَاءِ ” ثُمَّ حُرِّمَ فِيهِ، وَرُوِيَ أَنَّهُ رَخَّصَ فِيهَا فِي حَجَّةِ الْوَدَاعِ، ثُمَّ حُرِّمَ أَبَدًا لِحَدِيثِ سَبْرَةَ” أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَبَاحَ نِكَاحَ الْمُتْعَةِ فِي حَجَّةِ الْوَدَاعِ، ثُمَّ حَرَّمَ أَبَدًا، قَال الإِْمَامُ الشَّافِعِيُّ: لاَ أَعْلَمُ شَيْئًا” حُرِّمَ ثُمَّ أُبِيحَ ثُمَّ حُرِّمَ إِلاَّ الْمُتْعَةَ.


Artinya; Nikah mut’ah atau kawin kontrak adalah seperti ucapan seorang laki-laki kepada perempuan: “aku berikan engkau uang sekian dengan imbalan aku bisa kawin denganmu selama sebulan”. Apabila sebulan telah berlalu, pernikahan itu otomatis berakhir tanpa adanya lafal talak atau perceraian dari pihak suami.

Kontrak dalam nikah mut’ah bisa terukur dengan masa seperti sebulan, seminggu dan lainnya atau tidak terukur seperti kontrak nikah mut’ah selama musim haji, selama tinggal di sini, hingga fulan datang atau urusannya rampung. Apabila yang ditunggu telah usai atau terwujud, maka secara otomatis pernikahannya berakhir.

Dalam Islam, Nikah mut’ah termasuk pernikahan Jahiliah. Pada awalnya pernikahan ini diperbolehkan oleh Islam lalu diharamkan dengan hadis: “Sesungguhnya Rasulullah Saw melarang nikah mut’ah dan daging keledai jinak pada masa perang Khaibar (7 Hijriah)”.

Kemudian Baginda Nabi membolehkan nikah mut’ah pada saat pembebasan kota Makkah dengan bukti hadis dari Rabi’ bin Sabrah di mana ayahnya turut serta dalam pembebasan kota Makkah (8 Hijriah). Saat itu Rasulullah Saw mengizinkan nikah mut’ah.

Dalam riwayat lain Baginda Nabi mengizinkan nikah mut’ah pada saat haji wadâ’ (10 Hijriah). Lalu setelah itu nikah mut’ah diharamkan selamanya. Berdasarkan latar belakang nikah mut’ah, Imam Syafii berkomentar bahwa: “Aku tidak mengetahui sesuatu yang dihalalkan lalu diharamkan, kemudian dihalalkan dan diharamkan lagi kecuali hanya nikah mut’ah”.

Hukum Kawin Kontrak

Adapun hukum nikah mut’ah atau kawin kontrak sendiri adalah haram menurut mayoritas ulama Hanafiah, Mâlikiah, Syâfiiah dan Hanâbilah. Hal ini berdasarkan hadis Muslim (No.1406) Ibnu Abbas sendiri menjelaskan bahwa nikah mut’ah memang pernah diperbolehkan pada permulaan Islam, di mana ketika seseorang bermukim di tempat yang tidak memiliki kenalan, umumnya seseorang tersebut menikah mut’ah selama bermukim guna menjaga harta bendanya dan membantu urusannya.

Namun, ketika turun ayat “kecuali atas istrinya atau budak yang dimiliki” (QS. al-Mu’minun: 6), dari sini alat kelamin hanya bisa halal dari jalur nikah normal atau budak. Artinya, nikah mut’ah kemudian diharamkan.

Konsekuensi Nikah Kontrak

Adapun dampak dari nikah mut’ah atau kawin kontrak adalah sebagai berikut;

  1. Dalam nikah mut’ah tidak berlaku talak, sumpah ila’, dzihar, waris, li’an, status muhshan bagi laki-laki atau perempuan dan halalnya istri atas suami yang telah mentalak bain, mengingat pasangan nikah mut’ah harus diceraikan.
  2. Laki-laki dalam nikah mut’ah tidak berkewajiban membayar mahar atau materi yang disebut dalam akad mut’ah dan nafkah selama belum terjadi persetubuhan. Jika sudah terjadi persetubuhan, maka pihak laki-laki harus membayar mahar mitsil menurut mazhab Syafii.

    Sedang menurut mazhab Hanafi pihak laki-laki harus membayar yang paling murah atau minimum diantara mahar mitsil dan mahar mutsamma (yang disebut dalam akad). Apabila dalam akad mut’ah tidak menyebut mahar, maka cukup membayar mahar mitsil. Menurut Mâlikiah dan Hanâbilah pihak laki-laki harus membayar mahar musamma (yang disebut dalam akad).
  3. Ulama sepakat bahwa apabila perempuan yang dinikah mut’ah melahirkan anak, maka anak tersebut dinasabkan kepada laki-laki yang menikah mut’ah (ayahnya). Baik sang laki-laki meyakini nikah tersebut sah maupun tidak. Sebab akad dalam nikah mut’ah memiliki sisi syubhat (terdapat ulama yang memperbolehkan) di mana dengan adanya akad, perempuan menjadi firâsy (istri).
  4. Nikah mut’ah berkonsekuensi berlakunya mushâharah (persemendaan) dimana orang tua dan anak dari pihak perempuan haram dinikah oleh laki-laki yang menikahinya. Sebaliknya anak dan orang tua dari pihak laki-laki haram menikahi perempuan yang telah dinikah mut’ah.

    Memandang banyaknya dampak negatif yang didapat, nikah mut’ah atau kawin kontrak ini diharamkan. Dan sudah maklum, kalau sesuati itu dilarang kemudian diperbolehkan dan dilarang lagi, maka hukumnya sudah tetap dan mengikat. Oleh karenanya haram untuk nikah mut’ah, namun ketika terjadi akan berdampak pada beberapa hal yang telah disebutkan di atas.


    Keterangan hukum kawin kontrak ini disarikan dari kitab Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah Juz 41 Halaman 334 . Semoga bermanfaat, Wallahu A’lam bi al-Shawa

BINCANG SYARIAH

Self Healing Indah Bersama Islam

Allah Swt telah memberikan ujian kepada setiap hamba sesuai takaran dan tidaklah melampaui batas kemampuan hamba-Nya, self healing paling indah adalah Islam

DI SAAT keberagaman gejolak kehidupan peluh menyatu dengan diri, terasa kening dan sujud jauh berjarak, dada penuh dan sesak, merasa dunia selalu nampak mendung, pertanda iman mulai menurun.

Dalam situasi ini, seseorang dihadapkan berbagai godaan dan cobaan yang menguji keteguhan iman dan kesucian hati.

Tercemarnya jiwa yang diakibatkan kotornya hati dan tumpukan dosa tak luput dari manusia. Yang membuat manusia terperosok kedalam kabut hitam di tengah gelapnya hutan belantara.

Rasulullah ﷺ bersabda

” أَلا وإِنَّ فِي الجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الجَسَدُ كُلُّهُ وإذَا فَسَدَت فَسَدَ الجَسَدُ كُلُّهُ أَلا وَهيَ القَلْبُ.“ رواه البخاري ومسلم.

“Ketahuilah, sesungguhnya dalam tubuh manusia ada segumpal daging, jika segumpal daging itu baik, maka akan baik seluruh tubuh manusia, dan jika segumpal daging itu buruk, maka akan buruk seluruh tubuh manusia, ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah hati manusia.” (HR: Bukhari dan Muslim)

Islam memberikan tuntunan self healing yang begitu indah salah satunya melalui pembersihan dan penyucian jiwa yang dikenal tazkiyatun nufus atau penyucian hati/jiwa.

Tazkiyatun nufus terdiri dari dua kata, yakni tazkiyah dan nufus. Tazkiyah berasal dari kata zakka yang artinya penyucian, pembinaan, serta penumbuhan jiwa menuju kehidupan spiritual yang lebih tinggi.

Dan kata nufus dalam Ensiklopedi Islam berasal dari kata, nafs (nafsu) dipahami sebagai organ rohani manusia yang memiliki pengaruh paling besar dengan mengeluarkan instruksi kepada anggota jasmani untuk melakukan suatu tindakan. Imam Ibnu Qoyyim al Jauziah menjelaskan Tazkiyatun Nafs sebagai terapi jiwa, yaitu proses menyembuhkan kembali jiwa yang sakit melalui proses pembersihan diri.

Untuk mensucikan diri bisa di lalui beberapa fase :

Tathahhur

Tathahhur atau self cleaning yaitu membersihkan diri dari berbagai kotoran dan penyakit hati dengan bertaubat dan beristigfar. Serta berkomitmen meninggalkan keburukan dan hal-hal tercela baik berupa pikiran ataupun perbuatan yang diiringi dengan istiqomah.

Tahaqquq

Tahaqquq adalah bagaimana cara seorang muslim mendekatkan diri kepada Allah dengan membangun kebiasaan baik dan sifat-sifat terpuji yang memfokuskan hati dan pikiran hanya untuk Allah, salah satunya dengan berdzikir

Allah SWT berfirman:

 الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَٰذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Mahasuci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS: Ali Imran ayat 191).

Menurut Said Hawwa, tauhid, taubat secara berkala, tawakal, zuhud, ikhlas,dan lain sebagainya termasuk contoh tahaqquq.

Takhalluq

Takhalluq sendiri merupakan penerapkan nama-nama Allah ke dalam akhlaq seorang muslim dalam kehidupan sehari-hari serta meneladani Rasulullah ﷺ. Sebagai contoh Allah memiliki sifat Ar-Rahman dan Ar-Rahiim oleh sebab itu seorang muslim hendaknya mengasihi dan menyayangi sesama.

Dengan membiasakan akhlaq baik ke dalam kehidupan sehari hari adalah puncak perwujudan disiplin diri sehingga jiwa cenderung pada kondisi ideal, menurut gagasan Said Hawwa.

Demikianlah Allah tak pernah pergi namun kitalah yang lari menjauh.Allah SWT berfirman;

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِى عَنِّى فَإِنِّى قَرِيبٌ ۖ أُجِيبُ دَعْوَةَ ٱلدَّاعِ إِذَا دَعَانِ ۖ فَلْيَسْتَجِيبُوا۟ لِى وَلْيُؤْمِنُوا۟ بِى لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ

“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS: Al-Baqarah ayat 186).

Ketika masalah menghampiri, kita dapat mengatasinya dengan mengingat kebesaran Allah serta menyucikan hati kembali. Dengan demikian, maka hati akan menjadi lebih tenang.

Semua manusia memiliki masalah ataupun ujian. Namun setiap ujian yang telah Allah beri tidaklah melampaui batas kemampuan setiap hamba-Nya. 

Sebagai seorang muslim hendaklah kita kembali dan terus mengingat-Nya, baik dalam keadaan susah maupun senang. Karena sesungguhnya Dia-lah tempat kita mengadu dan maha memberi pertolongan. wallahu a’lam.*/Mumtazatur Rofi’ah, mahasiswi ma’had hidayatullah Batu

HIDAYATULLAH

Jangan Tertipu! Hanya Visa Haji yang Bisa Digunakan Ibadah Haji 2024  

Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama (Kemenag) Hilman Latief menegaskan bahwa hanya visa haji yang bisa digunakan dalam penyelenggaraan ibadah haji 1445 Hijriah/2024 M.

Masyarakat diimbau untuk tidak sampai tergiur dan tertipu oleh tawaran berhaji dengan visa ummal (pekerja), ziarah (turis), atau lainnya. Bahkan ada yang menawarkan dengan sebutan visa petugas haji.

Penegasan ini disampaikan Hilman Latief menyusul banyaknya info yang menawarkan haji tanpa antre dengan berbagai jenis visa di media sosial seperti Facebook, Instagram, hingga pesan berantai di berbagai grup whatsapp.

Hilman sendiri saat ini sedang berada di Arab Saudi untuk memantau persiapan akhir penyiapan layanan bagi jemaah Indonesia pada operasional haji 1445 H/2024 M.

“Setelah berdialog dengan Kementerian Haji dan dan Umrah dan berbagai pihak, kami menegaskan lagi bahwa untuk keberangkatan haji harus menggunakan visa haji,” tegas Hilman  Senin (22/4/2024).

 “Saudi sudah menyampaikan kepada kami terkait potensi penyalahgunaan penggunaan visa non haji pada haji 2024, itu betul-betul akan dilaksanakan secara ketat dan akan ada pemeriksaan yang intensif dari otoritas Saudi,” sambungnya.

Visa haji diatur dalam Undang-Undang No 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (PIHU).

Pasal 18 UU PIHU mengatur bahwa visa haji Indonesia terdiri atas visa haji kuota Indonesia, dan visa haji mujamalah undangan Pemerintah Kerajaan Arab Saudi.

Visa kuota haji Indonesia terbagi dua, haji reguler yang diselenggarakan pemerintah dan haji khusus yang diselenggarakan Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK).

Tahun ini, kuota haji Indonesia sebanyak 221.000 jemaah. Indonesia juga mendapat 20.000 tambahan kuota. Sehingga, total kuota haji Indonesia pada operasional 1445 H/2024 M adalah 241.000 jemaah.

Untuk warga negara Indonesia yang mendapatkan undangan visa haji mujamalah dari Pemerintah Kerajaan Arab Saudi, UU PIHU mengatur bahwa keberangkatannya wajib melalui PIHK.

Dan, PIHK yang memberangkatkan warga negara Indonesia yang mendapatkan undangan visa haji mujamalah dari Kerajaan Arab Saudi wajib melapor kepada menteri agama.

Hilman mengakui bahwa antrean saat ini memang sangat panjang seiring tingginya antusiasme masyarakat Indonesia untuk beribadah haji.

Namun, masyarakat juga harus lebih cermat terhadap setiap informasi yang menawarkan berangkat haji tanpa antrean.

“Sudah banyak yang tertipu dengan iming-iming bisa berangkat haji tanpa antre atau haji langsung berangkat. Penawaran semacam ini makin masif diiklankan di media sosial,” ucap Hilman.

Apalagi, lanjutnya, Arab Saudi juga sudah menegaskan bahwa pihaknya akan menerapkan kebijakan-kebijakan baru yang lebih komprehensif pada haji 2024, baik dari segi kesehatan, visa, dokumen, dan lainnya.

“Akan ada banyak pemeriksaan di berbagai tempat. Diimbau kepada masyarakat untuk tidak tergiur dengan tawaran keberangkatan haji tanpa antre yang menawarkan visa selain visa haji,” pesan Hilman.

Terpisah, Direktur Layanan Haji dalam Negeri pada Ditjen PHU Kemenag Saiful Mujab menambahkan bahwa pihaknya saat ini tengah menyiapkan dokumen dan memproses visa jemaah haji regular Indonesia.

Menurutnya, setelah proses pelunasan biaya perjalanan ibadah haji (Bipih) selesai, tahap selanjutnya adalah penyiapan dokuman dan proses pemvisaan.

“Saat ini sedang proses visa dan dokumen lainnya seperti paspor, bio visa, dan lainnya. Sampai sekarang, sudah sekitar 23.000 jemaah yang sudah terbit visanya. Ini akan terus berproses hingga semua visa jemaah haji Indonesia terbit,” sambungnya.

Bersamaan dengan proses pemvisaan, kata Saiful Mujab, pihaknya juga melakukan proses pemaketan layanan jemaah dan penyusunan kelompok terbang (kloter).

Untuk jadwal penerbangan jemaah haji sudah ditetapkan, baik yang akan berangkat dengan Saudia Airlines maupun Garuda Indonesia.

“Kami juga sedang melakukan penyiapan akhir asrama haji, baik sebagai embarkasi, transit, maupun embarkasi antara, untuk menerima jemaah,” sebutnya.*

HIDAYATULLAH

Membantu Orang Lain adalah Obat Stres

Tidak ada agama yang seperti Islam, dia (Islam) menaruh perhatian yang besar terhadap masalah membantu orang lain dan pemenuhan kebutuhan (hajat) mereka, sampai-sampai Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menganggap perbuatan membantu orang lain sebagai bagian dari iman.

Nabi Berwasiat Agar Ummatnya Membantu Sesama Dan Memenuhi Kebutuhan Mereka

Banyak sekali hadits yang datang dari Nabiyurrahmah (Nabi yang penuh kasih sayang)shallallahu ‘alaihi wasallam yang menegaskan pentingnya kerjasama, membantu orang lain dan mengulurkan bantuan untuk mereka. Sampai-sampai Nabi yang muliashallallahu ‘alaihi wasallam menganggap bahwa keimanan seseorang tidak akan sempurna sebelum dia mencintai untuk saudaranya apa yang dia cintai untuk dirinya sendiri!!

Dan Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menganggap orang yang tidur (dalam keadaan kenyang) sementara dia tahu tetangganya dalam keadaan kelaparan, sebagai orang yang imannya kurang. Dan barang siapa yang kedatangan tamu namun dia tidak menghormatinya, maka dia juga imannya kurang.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:


لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ ِلأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ (رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ).

” Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian hingga ia mencintai untuk saudaranya segala apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri berupa kebaikan”. [HR al-Bukhâri dan Muslim].

Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda:


الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لاَ يَظْلِمُهُ وَلاَ يُسْلِمُهُ وَمَنْ كَانَ فِي حَاجَةِ أَخِيهِ كَانَ اللَّهُ فِي حَاجَتِهِ وَمَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً فَرَّجَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرُبَاتِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ. (رواه البخاري ومسلم)

” Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lainnya. Janganlah menzhaliminya dan jangan membiarkannya (tidak membela dan menolongnya). Dan barangsiapa yang membantu kebutuhan saudaranya, maka Allah akan membantunya. Dan barangsiapa yang memberikan jalan keluar untuk kesulitan saudaranya, maka Allah akan memberikan jalan keluar bagi kesulitan-kesulitannya pada hari kiamat. Dan barangsiapa yang menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan tutupi aibnya pada hari kiamat.” (HR. Bukhari Muslim)

Ini adalah hadits yang menakjubkan, darinya kita mengetahui sejauh mana perhatian Nabi terhdap masalah membantu orang lain dan mencintai kebaikan untuk mereka, sampai-sampai Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menganggap bahwa perbuatan apapun yang Anda lakukan, baik berupa melepaskan salah satu kesulitan dari kesulitan-kesulitan duniawi seorang Muslim, atau menutupi aibnya atau memenuhi kebutuhannya, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memberikan kepada Anda balasan yang berlipat ganda dari apa yang telah Anda lakukan di dunia.

Nabi yang mulia shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:


مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلَا يُؤْذِ جَارَهُ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ

” Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, maka janganlah ia menyakiti tetangganya, barangsiapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, maka hendaknya ia memuliakan tamunya, dan barangsiapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaknya ia berkata baik atau diam.(HR. al-Bukhari)

Sesungguhnya memuliakan tamu adalah sebuah tuntunan yang dicintai Allah dan Rasul-Nya, dan bahwasanya Allah memberikan pahala yang besar atas amalan tersebut. Dan Islam tidak hanya memerintahkan untuk membantu orang lain, akan tetapi ia (Islam) juga memerintahkan untuk menahan diri dari mengganggu mereka dan tidak menyakiti mereka.

Sekarang, setelah kita melihat bagaimana perhatian Islam terhadap aspek sosial ini, dan bagaimana Islam memelihara keutuhan masyarakat dan integritasnya serta tersebarnya cinta, kasih sayang, dan kebaikan di antara orang-orang yang beriman. Kita bertanya:” Apakah ada keajaiban ilmiah atau faidah-faidah medis dan psikologis dari amalan ini?”

Studi Ilmiah Membuktikan Bahwa Membantu Orang Lain Mengobati Stress

Para ahli di bidang psikologi menegaskan bahwa membantu orang lain akan meringankan stress, yang mana membantu orang lain merangsang sekresi suatu hormon yang bernama “endorfin”, suatu hormon yang membantu menghasilkan perasaan nyaman dan tenang secara psikologis.

Dan mantan direktur Institut “Penyuluhan Kesehatan” di Amerika Serikat “Alan Lex” menegaskan bahwa membantu orang lain membantu mengurangi tekanan saraf, yang mana bantuan seseorang kepada orang lain mengurangi pikirannya terhadap kesedihan-kesedihan dan masalah-masalah pribadinya, dan kemudian merasa nyaman secara psikologis.

Peneliti mengisyaratkan akan perlunya terpenuhi tiga syarat mendasar ketika seseorang membantu orang lain agar bisa menikmati sisi positif (dampak positif) dari bantuannya. Syarat tersebut yaitu hendaknya bantuan tersebut harus teratur, memungkinkan hubungan pribadi antara orang yang membantu dan orang yang meminta bantuan dan hendaknya orang yang meminta bantuan adalah orang di luar lingkup orang yang dikenalnya, keluarganya atau teman-temannya.

Sang Ahli menegaskan bahwa manusia tidak dipaksa untuk membantu orang yang tidak dikenal, namun dia benar-benar bebas untuk memutuskan apakah akan mebantu orang lain atau tidak. Dan bahwasanya kebebasan itu adalah hal penting untuk mendapatkan hasil psikologis yang diinginkan dalam membantu orang lain. Dan sebaliknya, bahwasanya seseorang “dipaksa” untuk membantu teman-teman dan kerabat.

Dalam studi-studi ilmiah sebelumnya nampak jelas pentingnya toleransi, memaafkan orang lain dan tidak marah. Semua ini menyebabkan peningkatan kemampuan sistem kekebalan tubuh pada manusia, dan secara otomatis meningkatan perlindungan terhadap berbagai penyakit.

Dapat dikatakan bahwa setiap perbuatan baik yang dilakukan seseorang dapat memberikan kontribusi untuk meningkatkan kondisi mental dan meningkatkan tingkat kekuatan sistem kekebalan tubuh serta memberikan kepada tubuh Anda dosis kekebalan tambahan terhadap penyakit, terutama stres.

Sesungguhnya Islam ketika memberikan perhatian terhadap perbuatan baik, tidaklah penetapan syar’iat tersebut kecuali untuk maslahat (kebaikan) manusia dan masyarakat dan agar mereka beruntung mendapatkan balasan di dunia dan akhirat.

Oleh karena itu, kita dapatkan banyak ayat yang memotivasi seorang mukmin untuk saling tolong menolong dan memberikan pelayanan/bantuan kepada orang lain tanpa imbalan (gratis). Lihatlah bagaimana peneliti ini, setelah banyak percobaan yang dia lakukan, maka nampak jelaslah baginya bahwa sebaik-baik jenis bantuan adalah ketika Anda tidak meminta imbalan atau mengaharap terima kasih atas bantuan Anda. Dan dari sini kita mengetahui arti penting firman-Nya Subhanahu wa Ta’ala:


(وَيُطْعِمُونَ الطَّعَامَ عَلَى حُبِّهِ مِسْكِينًا وَيَتِيمًا وَأَسِيرًا * إِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ اللَّهِ لَا نُرِيدُ مِنْكُمْ جَزَاءً وَلَا شُكُورًا) [الإنسان: 8-9].

” Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan. Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih.” (QS. Al-Insaan: 8-9)

Ya Allah jadikanlah seluruh amalan kami ikhlash karena ingin mendapatkan keridhaan-Mu, dan karena takut terhadap adzab-Mu serta karena kecintaan kepada penutup para Nabi-Mu (Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam).

(Sumber:الإعجاز النبوي معالجة التوتر النفسي بمساعدة الآخرين karya ‘Abdud Daim al-Kaheel. Diterjemahkan dan diposting oleh Abu Yusuf Sujono)


Sumber : alsofwah.or.id