SELALU disampaikan bahwa tak ada yang tak diuji dalam kehidupan ini. Dunia adalah ladang ujian. Tak salah apa yang diperintahkan seorang kiai di saat detik akhir kehidupannya agar semua keluarga dan santrinya mengadakan pesta tasyakkur jika kematian telah menjemputnya.
Semua kaget dengan perintah itu dan bertanya-tanya. Sebelum mulut mereka menganga melafalkan kalimat tanya, sang kiai berkata: “Itu karena dunia ini adalah ujian. Kematian bermakna bahwa ujian telah usai. Tak bahagiakah aku dengan selesainya ujian?”
Mungkin saja ujian hidup terasa sangat berat. Mungkin saja mata menangis, saraf melemah, otot mengendor dan nafas tersengal karena musibah itu. Saat seperti itu perlulah diingat pernyataan Allah bahwa musibah itu sesungguhnya tak pernah diciptakan melebihi kemampuan orang yang ditimpanya. Itu dengan sebuah catatan, yakni jika yang ditimpa musibah itu memaksimalkan potensi dan kesempatan untuk kembali kepada Allah.
Tidak ada yang sulit dan berat jika semuanya dikembalikan dan dipasrahkan kepada Allah. Ingat saja pada ayat berikut ini: “Begitulah, Tuhanmu berkata: Itu bagiku adalah mudah.”
Sungguh tak ada yang mustahil jika Allah mau. Demikian pula tak ada yang mungkin terwujud jika Allah tak mau. Allah adalah sumber segalanya, prima causa kata orang kampus.
Coba baca ayat itu dengan suara agak keras, renungi maknanya dan berkatalah: “DenganMu aku bisa, denganMu aku menjadi tenang, denganMu semuanya menjadi mudah.” Lalu tersenyumlah. Jangan pelihara masalah dan jangan ditangisi. Masalah itu agak manja. Tersenyumlah atas ujian atau musibah, maka ujian dan musibah itu akan mengecil, lalu pergi dan bergantikan bahagia. Demikian kata ulama yang kitabnya saya baca. Salam, AIM.