Jual beli hewan peliharaan dalam pandangan hukum Islam.
Cukup banyak hewan peliharaan dan hewan ternak yang biasa dipelihara oleh masyarakat. Masyarakat juga kerap melakukan transaksi jual beli hewan peliharaan dan ternak.
Agama Islam sebagai agama yang sempurna bagi Muslim telah mengatur hukum jual beli secara lebih mendetail. Sebagai contoh hukum jual beli hewan peliharaan seperti kucing dan anjing menurut ajaran Islam.
Wakil Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), Prof Huzaemah T Yanggo mengatakan, hewan peliharaan yang bisa dimakan dan halal tentu hukumnya bisa dijual. Sementara, menjual kucing dan anjing ada dua pendapat ulama.
Ia menerangkan, ada ulama yang membolehkan menjual kucing dan anjing, dan ada ulama yang tidak membolehkan. Tapi menurut pandangannya, kalau anjing untuk berburu di zaman dulu dan anjing untuk melacak atau menangkap penjahat di zaman sekarang, hukumnya boleh dijual.
“Kalau anjing yang digunakan untuk melacak dan menangkap penjahat misalnya, bisa saja (dijual) karena dia selama ini dipelihara, dirawat, dikasih makan,” kata Prof Huzaemah kepada Republika, Ahad (28/2).
Ulama perempuan pakar fikih ini menjelaskan, memang ada dua pendapat ulama soal jual beli anjing peliharaan. Ada ulama yang membolehkan dan ada ulama yang melarangnya.
Ulama yang membolehkan jual beli anjing berdasarkan sabda Nabi Muhammad SAW yang melarang menjual anjing kecuali anjing pemburu.
Untuk itu, ulama berpendapat anjing pemburu boleh dijual untuk berburu di hutan. Dalam konteks sekarang anjing dipakai untuk melacak atau menangkap penjahat.
“Ya boleh (dijual), kan memeliharanya niatnya untuk menjadi anjing pelacak, mencari pencuri, tapi selama ini dia biayai memelihara (anjingnya) untuk membeli daging (untuk makan anjingnya),” ujarnya.
Ia menambahkan, mengenai hukum menjual kucing juga sama ada dua pendapat. Ada ulama yang membolehkan dan ulama yang melarang menjual kucing. Ulama yang melarang menjual kucing karena ia bukan hewan untuk dimakan.
Prof Huzaemah menerangkan, kalau hewan peliharaan yang halal untuk dimakan maka hukum jual belinya biasa saja. Dalam Surah Al Baqarah ayat 275, dijelaskan bahwa Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
Ia menjelaskan, artinya apapun yang dijual, hal yang paling penting, barang yang dijual itu milik diri pribadi dan halal. Maka hukum menjualnya sah.
“Yang penting jangan kita menjual (barang) yang gharar artinya yang tidak jelas, ada unsur penipuan. Kalau barangnya jelas semua dan barangnya ada yang diserahkan (sah hukumnya),” ujarnya.
Prof Huzaemah menyampaikan jenis-jenis jual beli. Di antaranya ada jual beli tidak kontan tetapi ada penambahan harga. Kemudian ada jual beli pesanan, maksudnya barangnya belum ada, tapi pembeli sudah memesan barang itu, dengan catatan disebutkan kriteria barangnya dan waktunya.
“Biasanya kalau datang barangnya, kadang lebih murah daripada harga di pasar, karena ini saling membantu, (artinya) orang (penjual) tidak punya modal dan sudah dikasih uang duluan (oleh pembeli), uang itu bisa diagunakan,” jelasnya.
Ia menambahkan, ada juga jual beli angsuran, pembeli butuh barang tapi uangnya belum ada. Jadi barangnya dipakai dulu, maka wajar kalau yang punya barang itu menambah harganya. Sebab harga barangnya mungkin akan bertambah di masa yang akan datang.
“Misalnya orang mengatakan saya jual baju ini harga Rp 100 ribu kalau kontan, kalau dicicil Rp 150 ribu, itu bisa, tidak apa-apa, menurut zumhur ulama boleh,” jelas Prof Huzaemah.