Cinta kepada Rasulullah S.A.W. merupakan aspek yang sangat penting.
Nabi Musa A.S. punya banyak sahabat, Isa A.S. juga punya banyak sahabat, tapi apakah sahabat-sahabat mereka begitu menghargai mereka, bagaikan para sahabat Rasulullah S.A.W.? Tidak, bahkan Allah S.W.T. menunjukkan beberapa kesalahan mereka.
Misalnya sahabat Musa A.S. pernah berkata kepadanya “Kau bersama Tuhanmu saja yang pergi untuk menaklukkan Muqqada lainnya, sedangkan kami akan tetap disini.” Bayangkanlah, mereka sahabatnya namun mereka berkata seperti itu. Sedangkan para sahabat Isa A.S. pernah mengkhianatinya ketika dia ingin dibunuh oleh pasukan musuh.
Berbeda dengan sahabat-sahabat Rasulullah S.A.W. Ada yang unik dalam diri para sahabat Rasulullah S.A.W. Keunikan itu adalah mereka telah mempersembahkan hati mereka untuknya. Umar bin Khatab R.A. berkata “Wahai Rasulullah S.A.W., aku mencintaimu lebih dari apapun selain diriku, apakah kecintaanku sudah benar?” Rasulullah S.A.W. bersabda “Belum benar. Kau harus belajar bagaimana caranya mencintaiku melebihi dirimu sendiri.” Kemudian dia berkata “Wahai Rasulullah S.A.W., sekarang aku mencintaimu lebih daripada diriku sendiri.”
Dan seorang sahabat yang bernama Thouban datang seraya berkata “Wahai Rasulullah, apakah kami harus pergi ke surga?” Rasulullah S.A.W. bersabda “Memangnya ada apa Thouban? Kenapa kau bertanya seperti itu?”
Thouban berkata “Karena di hari kiamat nanti, Allah akan memberikanmu buku catatan amal yang penuh dengan begitu banyak amal baik, kau akan berada di tempat yang tinggi bersama para nabi dan anbiyya, sedangkan orang-orang seperti kami akan berada di surga tingkat rendah. Wahai Rasulullah, apa tujuannya berada di surga jika kami tidak bisa bersamamu? Tidak bisakah kita tinggal di Madinah saja dan menikmati kehidupan dimana kita bangun bersama, duduk bersama, dan shalat bersama?”
Rasulullah S.A.W. bersabda kepadanya “Kau akan bersama dengan seseorang yang kau cintai. Belajarlah caranya mencintaiku, maka kau akan bersamaku.” Cinta tanpa syarat.
Dan ada orang-orang yang bukan umat terdahulu, yang sangat mencintai Rasulullah S.A.W. Kita pikir kita sudah mencintai Rasulullah S.A.W. dengan benar karena telah mengenakan sorban di kepala, memanjangkan jenggot, dan mengenakan pakaian putih yang bagus, tapi seiring dengan itu, kita juga harus mencintai Rasulullah S.A.W. sepanjang waktu dengan cara menjalankan sunnahnya sepanjang waktu, dan tidak pernah berhenti sama sekali.
Kita punya guru-guru agama. Dan ketika aku melihat mereka, aku sadar bahwa mereka sangat mencintai Rasulullah S.A.W. Ada salah satu guruku, kapanpun dia mengajarkan tentang hadist kepada kami, dia selalu duduk dalam posisi Tasyahud. Dan seringkali ketika dia selesai mengajar dalam kelas hadistnya, dia hampir jatuh ketika berdiri karena jari jempolnya menjadi kaku.
Dan ini bukan hanya sekali, dia selalu melakukan ini 6 kali dalam seminggu. Dia berdiri dan hampir jatuh karena jempolnya menjadi kaku. Dia berpegangan pada tembok, mengangkat kakinya, membiarkan darahnya kembali mengalir, mengangkat kaki satunya, membiarkan darahnya kembali mengalir, kemudian baru jalan.
Aku pernah bertanya kepadanya “Syekh, kenapa kau melakukan ini sementara kau sudah tua, kenapa kau tidak duduk bersila saja, itu sudah jaiz (baik).” Dia berkata “Kau memintaku untuk melakukan sesuatu yang berlawanan dengan sunnah dari orang yang menyusun buku ini”, karena buku yang diajarkannya adalah Muatta Imam Malik.
Dan Imam Malik R.A. tidak pernah duduk dalam posisi selain tasyahud, sampai-sampai mereka berkata: Pada suatu waktu, Imam Malik sedang mengajarkan hadist dan ekspresi wajahnya berubah. Murid-muridnya bertanya “Ada apa?” Dia berkata “Periksa punggungku.” Dan ketika diperiksa, ternyata seekor kalajengking menyengatnya, dan dia tidak berpindah posisi karena rasa hormatnya terhadap ajaran Rasulullah S.A.W.