Bagaimana Sujud Orang dengan Kepala Diperban?

Bagaimana Sujud Orang dengan Kepala Diperban?

Di fikih termasuk anggota sujud yang wajib menyentuh lantai adalah jabhah (dahi). Sehingga apabila ada penghalang antara dahi dan tempat sujud, maka dapat menyebabkan shalatnya tidak sah. Lantas bagaimana sujud orang dengan kepala diperban karena luka? Apakah harus melepas perbannya ketika hendak melaksanakan shalat? 

Menurut ulama, orang yang memiliki luka pada sebagian anggota sujudnya tergolong orang yang udzur untuk menyempurnakan anggota sujud beserta syaratnya. Seseorang yang kepalanya diperban, shalatnya tetap sah meskipun saat sujud ada penghalang di dahinya untuk menyentuh tempat sujud secara terbuka. Dan shalat yang dia kerjakan tak wajib di ulang ketika luka di kepalanya sudah sembuh. 

Hal ini sebaimana yang diterangkan oleh Syaikh Nawawi Al-Jawi dalam kitab Nihayatuzzain [69];

وَأَن يكون السُّجُود (بِوَضْع بعض جَبهته بكشف) للجبهة إِن سهل الْكَشْف بِحَيْثُ لَا يَنَالهُ بِهِ مشقة لَا تحْتَمل عَادَة ‌فَلَو ‌كَانَ ‌بجبهته ‌جرح أَو نَحوه وَعَلِيهِ عِصَابَة وشق عَلَيْهِ نَزعهَا صَحَّ السُّجُود عَلَيْهَا وَلَا تلْزمهُ الْإِعَادَة

Artinya; ‘’adanya sujud harus dengan meletakkan (menyentuhkan) sebagian dahinya dengan terbuka apabila terbukanya itu mudah dan tak ada kesulitan secara adat. Sehingga apabila pada dahi terdapat luka dan semacamnya yang diperban dan tidak memungkinkan untuk dilepas, maka sujudnya tetap sah dan shalatnya tidak wajib untuk diulang’’. 

Hukum  semacam ini juga diterangkan oleh Qodhi Abu Syuja’ dalam kitab Kifayatul Akhyar [108];

‌لَو ‌كَانَ ‌على ‌جَبهته ‌جِرَاحَة وعصبها وَسجد على الْعِصَابَة أَجزَأَهُ وَلَا قَضَاء عَلَيْهِ على الْمَذْهَب لِأَنَّهُ إِذا سَقَطت الْإِعَادَة مَعَ الْإِيمَاء بِالسُّجُود فَهُنَا أولى وَلَو عجز عَن السُّجُود لعِلَّة أَوْمَأ بِرَأْسِهِ فَإِن عجز فبطرفه وَلَا إِعَادَة عَلَيْهِ

Artinya; ‘’Seandainya pada dahi seseorang terdapat luka yang dibalut dan dia sujud dengan balutan tersebut maka itu mencukupi, dan tak ada kewajiban mengulangi shalat menurut al-madzhab (dzahir riwayat). Karena jika mengulangi shalat itu gugur di samping adanya  isyarat pada sujud, apalagi masalah ini. Tentunya lebih lagi (lebih menggugurkan). Apabila seseorang kesulitan sujud karena penyakit, maka dia berisyarat sujud dengan kepalanya. Jika masih kesulitan, maka dengan kelopak matanya. Dan tak ada kewajiban mengulangi shalat baginya’’.

Qadhi Abu Syuja’ perihal hukum mengulangi shalat bagi orang yang sujudnya tidak sempurna sebab udzur, membandingkan dengan sujud yang di ganti dengan isyarat yang hal tersebut tak mewajibkan seseorang mengulangi shalatnya. Sebagai contoh adalah orang yang disabilitas menggunakan kursi roda, baginya cukup berisyarat sujud dengan kepalanya tanpa harus menyentuhkan dahinya ke tempat sujud. 

Dan baginya tak ada kewajiban mengulangi shalatnya ketika sembuh. Nah, jika yang demikian saja tidak mewajibkan mengulangi shalat, apalagi orang yang luka kepalanya diperban dan dia tetap sujud pada tempat sujudnya, tidak dengan isyarat. Tentunya lebih berhak untuk mendapatkan hukum tak wajib mengulangi shalatnya. 

Demikan jawaban atas nama bagaimana sujud orang dengan kepala diperban? Allah SWT menghendaki kemudahan bagi hambanya dan tak menghendaki kesukaran. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.

BINCANG SYARIAH