Beberapa Faedah dari Hadis-Hadis yang Berisi Anjuran Ziarah Kubur

Beberapa Faedah dari Hadis-Hadis yang Berisi Anjuran Ziarah Kubur

Diriwayatkan dari Buraidah bin Al-Hushaib Al-Aslami radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ فَزُورُوهَا

Dahulu aku melarang kalian untuk ziarah kubur, maka sekarang ziarahilah.” (HR. Muslim no. 977)

Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

اسْتَأْذَنْتُ رَبِّي فِي أَنْ أَسْتَغْفِرَ لَهَا فَلَمْ يُؤْذَنْ لِي وَاسْتَأْذَنْتُهُ فِي أَنْ أَزُورَ قَبْرَهَا فَأُذِنَ لِي فَزُورُوا الْقُبُورَ فَإِنَّهَا تُذَكِّرُ الْمَوْتَ

Saya memohon izin kepada Rabb-ku untuk memintakan ampunan baginya, namun tidak diperkenankan oleh-Nya. Dan saya meminta izin untuk menziarahi kuburnya, lalu diperkenankan oleh-Nya. Karena itu, berziarahlah kubur karena ia akan mengingatkan kalian akan kematian.” (HR. Muslim no. 976)

Dalam riwayat At-Tirmidzi disebutkan,

قَدْ كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ فَقَدْ أُذِنَ لِمُحَمَّدٍ فِي زِيَارَةِ قَبْرِ أُمِّهِ فَزُورُوهَا فَإِنَّهَا تُذَكِّرُ الْآخِرَةَ

Saya pernah melarang kalian berziarah kubur. Sekarang telah diizinkan untuk Muhammad menziarahi kuburan ibunya, maka berziarahlah, karena (berziarah kubur itu) dapat mengingatkan akhirat.” (HR. Tirmidzi no. 1054, dinilai sahih oleh Al-Albani)

Adapun dalam riwayat Ibnu Majah terdapat tambahan,

فَإِنَّهَا تُزَهِّدُ فِي الدُّنْيَا، وَتُذَكِّرُ الْآخِرَةَ

Karena ia dapat menjadikan zuhud di dunia dan ingat dengan akhirat.” (HR. Ibnu Majah no. 1571, namun tambahan ini dinilai dha’if oleh Al-Albani)

Dari hadis-hadis di atas, terdapat beberapa faedah berikut ini.

Faedah pertama

Di dalam hadits ini terdapat dalil bahwa di awal-awal Islam, ziarah kubur itu dilarang. Hal ini, wallahu ta’ala a’lam, mungkin disebabkan karena kekhawatiran bahwa ziarah kubur tersebut akan menyebabkan ketergantungan hati dan pengagungan kepada si mayit, lalu menjadi peribadahan kepada jenazah tersebut, sebagaimana yang telah terjadi pada jaman jahiliyah.

Ketika akidah kaum muslimin sudah tertanam di dalam hati, dan kaum muslimin juga memahami apakah yang dimaksud dengan ziarah kubur yang syar’i, maka hukum tersebut (larangan ziarah kubur) kemudian dihapus. Masalah ini termasuk dalam contoh penghapusan hukum dari sunah (hadis) dengan hadis, yaitu antara hukum yang dihapus dan dalil penghapusan hukumnya terdapat dalam dalil yang sama.

Faedah kedua

Hadis ini merupakan dalil dianjurkannya ziarah kubur. An-Nawawi rahimahullah dan sejumlah ulama yang lainnya mengutip ijma tentang disunahkannya ziarah kubur bagi laki-laki, bukan untuk wanita.

Anjuran untuk ziarah kubur tersebut disertai dengan hikmah dan faedah yang sangat banyak yang bisa didapatkan oleh kaum muslimin dengan berziarah kubur. Tidak diragukan lagi bahwa ketika suatu amal itu disertai dengan hikmah atau faedah tertentu, maka diharapkan kaum muslimin bisa konsisten di dalam mengamalkannya. Di antara faedah dan hikmah dari ziarah kubur antara lain:

Pertama, ziarah kubur dapat mengingatkan akhirat. Seseorang menyadari bahwa tempat tinggal abadinya bukanlah di kehidupan dunia, akan tetapi dia sedang berjalan menuju akhirat.

Kedua, ziarah kubur dapat mengingatkan kematian. Ketika seseorang ziarah kubur, dia menyadari bahwa kelak dia akan tertimbun di dalam tanah, dan kematian adalah akhir dari kenikmatan yang dia peroleh selama di dunia.

Ketiga, menjadi zuhud dari kehidupan dunia. Ketika seseorang ziarah kubur, dia melihat bahwa manusia yang dulunya hidup gemerlap dengan kehidupan dunia, pada akhirnya akan tertimbun di dalam tanah. Sehingga dia pun menjadi zuhud dari kehidupan dunia, tidak tamak dan memiliki ambisi berlebihan terhadap kehidupan dunia, karena dia sadar semua itu akan dia tinggalkan ketika mati.

Faedah ketiga

Ziarah kubur yang dimaksudkan dalam hadis tersebut adalah ziarah kubur syar’i, yang dimaksudkan untuk dua perkara:

Pertama, perkara (faedah) yang kembali kepada penziarah, yaitu untuk mengingatkan akhirat dan zuhud dari kehidupan dunia, sebagaimana telah dijelaskan di atas.

Kedua, perkara (faedah) yang kembali kepada si mayit, yaitu mendoakan untuk kebaikan si mayit.

Syarat tambahan agar termasuk ziarah kubur syar’i adalah tidak berniat melakukan safar (perjalanan jauh) untuk semata-mata berziarah kubur. Jika dia sengaja melakukan safar demi ziarah ke makam tertentu, hal itu tidak diperbolehkan. Hal ini sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

وَلَا تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلَّا إِلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ مَسْجِدِ الْحَرَامِ وَمَسْجِدِ الْأَقْصَى وَمَسْجِدِي

Dan tidaklah ditekankan untuk berziarah (melakukan safar), kecuali untuk mengunjungi tiga masjid, yaitu Masjidil Haram, Masjidil Aqsha, dan masjidku (Masjid Nabawi).” (HR. Bukhari no. 1197 dan Muslim no. 415, 827)

Ziarah kubur yang syar’i itu tidak membutuhkan safar (perjalanan jauh). Karena jika sampai melakukan safar, maka biasanya dia memaksudkan untuk mengunjungi makam tertentu yang dianggap keramat atau ingin diambil berkahnya.

Adapun ziarah kubur yang bid’ah adalah ziarah kubur yang dimaksudkan untuk salat di sisi makam, atau tawaf mengelilinginya, menciumnya, mengusap-usap makam untuk mencari keberkahan, atau berdoa meminta kepada orang yang sudah mati untuk mendatangkan manfaat atau menolak bahaya, atau perbuatan-perbuatan lainnya yang dapat mengantarkan menuju kemusyrikan.

***

@Rumah Kasongan, 12 Sya’ban 1444/ 4 Maret 2023

Penulis: M. Saifudin Hakim

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/83457-hadis-ziarah-kubur.html