Malam yang larut telah menyelimuti kota Madinah sehingga membuat dunia gelap gulita. Akan tetapi Nabi Muhammad di tengah malam, beliau bangun dan menghidupkan malamnya dengan shalat dan bermunajat kepada Allah, Tuhan pemilik langit dan bumi. Beliau memohon kepada Rabb yang memegang kendali segala kehidupan, “Wahai orang yang berselimut, bangunlah di tengah malam, tidurlah sebentar saja separuh malam atau kurang sedikit, atau tambahlah. Dan bacalah Al-Qur’an dengan tartil (perlahan-lahan dan merdu).” (Qs. Al-Muzammil: 1-4)
Abu Hurairah menceritakan bahwa Nabi Muhammad selalu melaksanakan shalat malam sampai-sampai kakinya bengkak. Kemudian Aisyah bertanya, “Mengapa engkau melakukannya sampai begini, padahal dosa-dosamu sudah diampuni oleh Allah?” Beliau pun menjawab, “Tidak bolehkah aku menjadi hamba yang bersyukur?” (H.R. Ibnu Majah) Sungguh suatu jawaban yang keluar dari hati yang penuh cinta. Diriwayatkan dari al-Aswad bin Yazid, “Aku bertanya kepada Aisyah radiyallahu ‘anha bagaimana Rasulullah melakukan shalat malam?” Aisyah berkata, “Beliau tidur agak awal kemudian bangun di tengah malam. Kalau beliau punya keperluan kepada istrinya, beliau laksanakan. Dan ketika mendengar adzan, beliau bangun. Kalau junub, beliau mandi lalu bergegas ke masjid.’” (H.R. Bukhari)
Jika shalat malam (sunnah) sendirian bukan main lamanya, namun kalau shalat fardhu berjama’ah di masjid, beliau mempercepat shalatnya karena beliau memahami keadaan makmumnya yang beragam dan beliau tidak ingin mempersulit mereka. Berkata Hudzaifah ibnul Yaman, “Aku pernah shalat bersama Rasulullah (shalat malam). Beliau membaca surat al-Baqarah, lalu rukuk ketika sampai pada ayat yang keseratus. Lalu beliau bangun dan menamatkannya pada raka’at yang kedua. Kemudian beliau bangun lagi dan membaca Ali Imran, lalu an-Nisaa’. Kalau ada ayat tasbih, beliau bertasbih. Kalau membaca ayat do’a, beliau berdo’a. Lalu beliau rukuk lama sekali, seakan-akan sama dengan satu raka’at, lalu bangun dan diam agak lama. Kemudian beliau sujud lama sekali, hampir sama dengan bangunnya.” (H.R. Bukhari)
Setelah Fajar Menyingsing
Lalu malam pun berlalu, cahaya fajar mulai membuka lembaran hari. Setelah shalat Shubuh berjama’ah, Rasulullah duduk berdzikir sampai matahari terbit. Kemudian beliau shalat lagi dua raka’at. Inilah yang diriwayatkan oleh Jabir bin Samurah, bahwa beliau belum beranjak dari dzikirnya sampai terbitnya matahari. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Anas, Nabi Muhammad bersabda,
“Barangsiapa shalat Shubuh berjama’ah, lalu duduk berdzikir kepada Allah sampai terbitnya matahari, kemudian shalat dua raka’at, maka dia mendapat pahala haji dan umrah. Sempurna, sempurna, sempurna.” (H.R. Muslim)
Ketika pagi beranjak siang dan matahari sudah mulai menampakkan wajahnya dan sinarnya sudah menyapa wajah-wajah penduduk Madinah, itulah waktu dhuha. Waktu memulai segala aktivitas dunia, waktu kerja dan beramal shaleh, waktu memeras keringat dan membanting tulang. Rasulullah menggunakan waktu ini untuk menerima tamu (utusan), mengajar, dan bersilaturahmi. Aisyah ditanya, “Apakah Rasulullah selalu shalat dhuha?” Jawabnya, “Ya. Sebanyak 4 raka’at, dan beliau menambah lagi berapa saja yang beliau mau.” (H.R. Muslim)
Pernah Nabi Muhammad berpesan kepada Abu Hurairah yang kemudian diceritakannya kepada kita,
“Kekasihku Rasulullah berwasiat kepada kita tentang tiga perkara: Pertama, berpuasa tiga hari dalam setiap bulan. Kedua, shalat 2 raka’at dhuha. Ketiga, hendaklah shalat witir sebelum tidur.” (H.R. Tirmidzi)
Shalat Sunnah Nawafil
Di rumah yang penuh dengan bunga-bunga keimanan, ibadah, dan dzikir, Nabi Muhammad berpesan agar rumah kita selalu dihiasi dengan shalat sunnah.
“Shalatlah kamu di rumah, jangan jadikan rumahmu seperti kuburan.” (H.R. Bukhari)
Berkata Ibnul Qayyim, “Rasulullah selalu melakukan shalat sunnah di rumahnya, termasuk shalat sunnah mutlak, terutama shalat sunnah setelah maghrib. Karena belum pernah ada riwayat yang mengatakan bahwa beliau melakukannya di masjid. Mengerjakan shalat sunnah di rumah mempunyai beberapa faedah. Di antaranya adalah: mengikuti jejak Rasulullah sebagai saran efektif untuk mendidik anak dan keluarga agar mendirikan shalat, mengusir setan dan jin karena setan sangat benci kepada rumah yang di dalamnya ada orang yang shalat dan membaca Al-Qur’an serta berdzikir, dan yang terakhir menghindari riya (ingin dipuji), dan tidak ikhlas.