Sebelum muncul Nabi Muhammad SAW, wilayah Arab adalah rumah bagi orang-orang Yahudi, Kristen, dan pagan Arab. Saat itu, masyarakat pra-Islam, seperti Yahudi dan Kristen di Arab tengah menunggu datangnya seorang Nabi.
Saat Rasulullah muncul, beberapa dari mereka ada yang percaya dan ada yang menolak. Oleh karena itu, Allah berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 89:
وَلَمَّا جَاۤءَهُمْ كِتٰبٌ مِّنْ عِنْدِ اللّٰهِ مُصَدِّقٌ لِّمَا مَعَهُمْۙ وَكَانُوْا مِنْ قَبْلُ يَسْتَفْتِحُوْنَ عَلَى الَّذِيْنَ كَفَرُوْاۚ فَلَمَّا جَاۤءَهُمْ مَّا عَرَفُوْا كَفَرُوْا بِهٖ ۖ فَلَعْنَةُ اللّٰهِ عَلَى الْكٰفِرِيْنَ
“Dan setelah sampai kepada mereka Kitab (Alquran) dari Allah yang membenarkan apa yang ada pada mereka sedangkan sebelumnya mereka memohon kemenangan atas orang-orang kafir, ternyata setelah sampai kepada mereka apa yang telah mereka ketahui itu, mereka mengingkarinya. Maka laknat Allah bagi orang-orang yang ingkar.”
Ada beberapa orang Kristen yang menjadi saksi atas kenabian Rasulullah. Saksi pertama adalah Buhaira yang merupakan pendeta Nasrani.
Dia mengakui kenabian Muhammad saat dia masih muda dan memberi tahu pamannya. “…Keberuntungan besar ada di depan keponakanmu, jadi bawa dia pulang dengan cepat.”Infografis 4 Ujian yang Kuatkan Nabi Muhammad – (Republika.co.id)
Sementara saksi kedua adalah Waraqah bin Naufal. Dia merupakan cendekiawan Kristen yang meninggal tak lama setelah pertemuan tunggal dengan Nabi Muhammad. Waraqah membuktikan Rasulullah adalah Nabi pada masanya dan menerima wahyu seperti Musa dan Yesus.
Dilansir About Islam, Senin (4/10), saksi ketiga dan keempat adalah dua rabi Yahudi terkenal, yaitu Abdullah bin Salam dan Mukhayriq. Saat itu, orang-orang Yahudi di Madinah dengan cemas menunggu kedatangan Nabi.
Saksi keenam dan ketujuh yang juga merupakan rabi Yahudi berasal dari Yaman adalah Wahb bin Munabbih dan Ka’b al-Ahbar. Ka’b menemukan bagian panjang pujian dan deskripsi Nabi yang dinubuatkan oleh Musa dalam Alkitab.
Allah berfirman dalam surat Asy-Syu’ara’ ayat 197:
اَوَلَمْ يَكُنْ لَّهُمْ اٰيَةً اَنْ يَّعْلَمَهٗ عُلَمٰۤؤُا بَنِيْٓ اِسْرَاۤءِيْلَ
“Apakah tidak (cukup) menjadi bukti bagi mereka, bahwa para ulama Bani Israil mengetahuinya?”