Kesulitan ekonomi memang sering memaksa orang untuk melakukan hal yang tak dibenarkan. Misalnya mencuri, menipu bahkan bunuh diri. Alsannya hanya karena tak kuat menghadapi ujian yang diberikan oleh Allah. Padahal fisiknya masih kuat, pikirannya masih bisa dipakai untuk berusaha namun karena keimanan yang lemah maka mereka lebih memilih jalan pintas yang tak dibenarkan.
Alasan keuangan yang tak memadai pun seringkali melatar belakangi para peminta-minta untuk mengidupi kebutuhan sehari-hari dari hasil belas kasih orang lain. Lalu bagaimana kah seharusnya sikap kita terhadap peminta-minta? Dalam hal ini ada yang harus kita pahami. Bahwa memberikan uang bukanlah salah satu bentuk kasih sayang kita terhadap mereka.
Memang, jika kita ikhlas memberikan sebagian harta pada pengemis maka akan Allah jadikan sebagai kebaikan dan Ia akan memberikan kita pahala atas apa yang telah kita lakukan. Namun, alangkah baiknya jika kita bijak untuk memilih mana pengemis sungguhan dan mana yang tidak?
Sekarang, mengemis dan meminta-minta sudah dijadikan sebagai ladang bisnis yang menguntungkan. Sebagian dari mereka menjadikan mengemis sebagai profesi bukan karena keterdesakan semata.
“Siapa yang membuka pintu meminta-minta bagi dirinya, Allah buka tujuh puluh pintu kefakiran untuknya.” (HR. Tirmidzi)
Sebelum kita memberikan sebagian harta, coba kita lihat keadaaan si pengemis. Apakah fisiknya masih kuat atau malah sudah renta. Tentulah kita bisa membedakan mana yang benar mana yang tidak. Ada yang lebih berguna dari uang untuk kita berikan. Misalnya lowongan pekerjaan atau barang yang lebih berguna seperti pakaian, makanan dan lain sebagainya.
Sungguh segala sesuatu tergantung dari niatannya.