Begitu Besarnya Perhatian Nabi untuk Anak Kecil

Begitu Besarnya Perhatian Nabi untuk Anak Kecil

Sebagian orang tua bersikap seolah-olah setelah memiliki anak, dia tidak perlu lagi bertanggung jawab dan tidak akan ditanya perihal kondisi putra-putrinya. Mereka menyangka bahwa kewajiban mereka terhadap anak-anaknya hanyalah sebatas mencari nafkah, memberi makan, dan membelikan pakaian, serta kebutuhan mereka.

Ayah yang berangkat kerja dini hari lalu baru pulang kembali ke rumahnya di penghujung hari, hanya untuk kemudian tidur dan istirahat, sedang ia tidak tahu apa-apa perihal kondisi anaknya di hari itu. Jarang mengajak bermain anak-anaknya dan tidak pernah menanyakan apa yang mereka butuhkan. Yang lebih parahnya terkadang ia sampai lupa, di kelas berapa sekarang anaknya duduk? Dan seberapa jauh kemampuan akademiknya?

Sebagian ibu, berdalih dengan kesetaraan gender dan segala macam alasan lainnya, memilih bekerja di luar rumah hingga akhirnya perhatiannya terhadap anak-anaknya menjadi berkurang. Menyerahkan urusan anaknya kepada suster, babysitter, dan pembantu-pembantu di rumahnya. Sungguh sebuah fenomena yang sangat jauh dari ajaran Islam.

Di mana peran bapak yang seharusnya merawat dan melindungi? Di mana peran ibu yang seharusnya mencurahkan segala kasih sayangnya untuk anaknya? Di mana letak tanggung jawab yang besar ini? Sungguh anak adalah amanah berat yang Allah Ta’ala berikan kepada seorang hamba. Amanah yang seharusnya dijaga dan disyukuri dengan sebaiknya-baiknya. Apakah mereka lupa terhadap hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رعيته وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ وَالْعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُ ألا فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

“Setiap orang adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannnya. Seorang kepala negara adalah pemimpin atas rakyatnya dan akan diminta pertanggungjawaban perihal rakyat yang dipimpinnya. Seorang suami adalah pemimpin atas anggota keluarganya dan akan ditanya perihal keluarga yang dipimpinnya. Seorang istri adalah pemimpin atas rumah tangga dan anak-anaknya dan akan ditanya perihal tanggung jawabnya. Seorang pembantu rumah tangga adalah bertugas memelihara barang milik majikannya dan akan ditanya atas pertanggungjawabannya. Dan kamu sekalian pemimpin dan akan ditanya atas pertanggungjawabannya.” (HR. Muslim)

Masa kecil adalah masa paling krusial dalam proses tumbuh kembang seorang anak. Seharusnya para orang tua berusaha maksimal di dalam mendidik dan mencurahkan kasih sayang mereka kepada anak-anaknya. Di usia tersebut, pikiran dan tabiat anak-anak masihlah lunak dan mudah untuk dibimbing, terutama bila yang mendidik langsung adalah kedua orang tuanya. Sebagaimana hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

ما مِن مَوْلُودٍ إلَّا يُولَدُ علَى الفِطْرَةِ، فأبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أوْ يُنَصِّرَانِهِ، أوْ يُمَجِّسَانِهِ

“Setiap anak yang lahir, tidaklah dilahirkan kecuali di atas fitrah (suci). Kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Majusi, atau Nasrani.” (HR. Bukhari no. 1358 dan Muslim no. 2658)

Nabi kita yang mulia, Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam sangatlah perhatian terhadap anak-anak kecil, memerintahkan kita untuk menyayangi mereka dan mencintai mereka. Beliau bersabda,

لَيْسَ مِنَّا؛ مَنْ لَمْ يَرْحَمْ صَغِيرَنَا

“Bukanlah termasuk golongan kami, orang yang tidak menyayangi anak kecil.” (HR. Tirmidzi no. 1919)

Kasih sayang beliau dan perhatiannya terhadap anak kecil terlukis di banyak sekali hadis-hadis sahih yang sampai kepada kita. Di antaranya:

Lembutnya hati beliau terhadap anak yang masih menyusu kepada ibunya, meskipun anak tersebut adalah hasil zina

Dalam sebuah hadis disebutkan,

“Lalu datanglah (sahabiyah) Al-Ghamidiyah radhiyallahu ‘anha, dia berkata, ‘Hai Rasulullah, sungguh aku telah berbuat zina, maka sucikanlah aku (dari dosa).’ Rasulullah pun mengembalikannya (kepada kaumnya). Pada keesokan harinya dia datang lagi dan berkata, ‘Hai Rasulullah, kenapa Engkau mengembalikanku? Mungkinkah Anda mengembalikanku sebagaimana Engkau mengembalikan Ma’iz? Demi Allah aku telah hamil.’ Rasulullah menjawab, ‘Tidak, pergilah hingga kamu melahirkan.’ Maka, setelah dia (Al-Ghamidiyah) melahirkan, dia datang bersama seorang bayi yang ia gendong pada sepotong kain dan berkata, ‘Inilah, aku telah melahirkan.’ Rasulullah menjawab, ‘Pergilah, susuilah dia hingga engkau menyapihnya.’ Setelah dia (Al-Ghamidiyah) selesai dari persapihan, ia datang kembali sambil membawa bayi dengan potongan roti dan berkata, ‘Inilah hai Nabi Allah, aku telah menyapihnya, dia sudah bisa makan.’ Maka, Rasulullah menyerahkan bayi itu kepada seorang lelaki dari kaum muslimin, lalu memerintahkan supaya dibuatkan lubang baginya (Al-Ghamidiyah) hingga sebatas dada, lalu menyuruh orang-orang untuk merajamnya (melemparinya menggunakan batu hingga wafat).” (HR. Muslim no. 1695)

Lihatlah bagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menunda hukuman rajam untuk wanita ini hingga anaknya telah disapih. Sungguh sebuah tindakan yang menunjukkan betapa perhatian beliau terhadap anak kecil, terutama di umur-umur tersebut mereka sangatlah butuh terhadap ibunya. Sungguh sebuah pelajaran dan akhlak yang sangat mulia.

Menggendong anak kecil dan bersabar menanggung apapun yang diperbuat oleh mereka

Aisyah radhiyallahu ‘anha mengisahkan,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم كَانَ يُؤْتَى بِالصِّبْيَانِ، فَيُبَرِّكُ عَلَيْهِمْ، وَيُحَنِّكُهُمْ، فَأُتِيَ بِصَبِيٍّ فَبَالَ عَلَيْهِ، فَدَعَا بِمَاءٍ فَأَتْبَعَهُ بَوْلَهُ، وَلَمْ يَغْسِلْهُ

“Rasulullah pernah diserahi beberapa bayi supaya beliau mendoakan mereka dengan keberkahan serta mentahnik (memberi asupan pertama) mereka. Beliau lalu diserahi seorang bayi yang kemudian bayi tersebut mengencinginya, beliau lalu meminta sedikit air kemudian mencipratkan air pada bekas air kencing tersebut tanpa membasuhnya.” (HR. Muslim no. 286)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak marah dan tidak juga kesal atas apa yang diperbuat bayi tersebut, bahkan ketika beliau harus membersihkan bekas kencing bayi yang bukan anak beliau sendiri.

Beliau selalu mengajak bermain anak kecil dan berlemah lembut kepada mereka

Dari sahabat Mahmud bin Ar-Rabi’ radhiyallahu ‘anhu, ia mengisahkan,

عَقَلْتُ مِنَ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم مَجَّةً مَجَّهَا فِي وَجْهِي، وَأَنَا ابْنُ خَمْسِ سِنِينَ مِنْ دَلْوٍ

“Yang aku ingat sekali dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah semburan air dari mulutnya ke wajahku, (air tersebut) beliau (semburkan dengan) mengambilnya dari sebuah ember, dan kala itu aku berumur lima tahun.” (HR. Bukhari no. 77)

Para ulama menafsirkan, semburan yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam jaraknya jauh karena المج , artinya semburan air dari mulut. Dan tidak dikatakan المج , kecuali jika disamburkan dari jauh.

Di hadis yang lain, sahabat Anas radhiyallahu ‘anhu menceritakan,

رُبَّمَا قَالَ لِيَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم: «يَا ذَا الأُذُنَيْنِ» يَعْنِي: يُمَازِحُهُ

“Terkadang Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam (mencandaiku dengan) memanggilku, ‘Wahai Dzal Udzunain (si pemilik dua daun telinga).’ Abu Usamah (salah satu periwayat hadis) mengatakan, ‘Beliau bermaksud untuk bersenda gurau dengannya.’” (HR. Tirmidzi no. 3828)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menggunakan berbagai cara untuk menggembirakan dan menyenangkan anak kecil, sembari melatih mereka untuk terbiasa berbicara dengan orang yang lebih dewasa.

Beliau senang mengusap kepala anak kecil

Dari sahabat Abdullah bin Hisyam, suatu ketika beliau pernah dibawa ibunya Zainab binti Humaid radhiyallahu ‘anhuma untuk menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu ibunya mengatakan,

يَا رَسُولَ اللَّهِ بَايِعْهُ. فَقَالَ: «هُوَ صَغِيرٌ»، فَمَسَحَ رَأْسَهُ، وَدَعَا لَهُ

” ‘Wahai Rasulullah, tolong bai’atlah dia.’ Lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Dia masih kecil!’ Maka, Nabi mengusap kepalanya dan mendoakannya.” (HR. Bukhari no. 7210)

Beliau sering memberikan hadiah untuk anak kecil

Nabi mencontohkan bahwa di dalam memberikan hadiah ada pengaruh besar terhadap orang yang menerimanya, terlebih lagi untuk anak kecil karena merekalah yang paling senang dan antusias jika melihat sebuah hadiah. Sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu mengisahkan,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم كَانَ يُؤْتَى بِأَوَّلِ الثَّمَرِ، فَيَقُولُ: «اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي مَدِينَتِنَا، وَفِي ثِمَارِنَا، وَفِي مُدِّنَا، وَفِي صَاعِنَا؛ بَرَكَةً مَعَ بَرَكَةٍ»، ثُمَّ يُعْطِيهِ أَصْغَرَ مَنْ يَحْضُرُهُ مِنَ الوِلْدَانِ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam biasanya diberi buah yang pertama kali keluar, maka beliau pun berdoa, ‘(yang artinya) Ya Allah, berkahilah Madinah kami, pada buah-buahan kami, pada Mudd kami, pada Sha’ kami, dengan keberkahan yang melimpah.’ Baru kemudian beliau memberikannya kepada anak yang paling kecil di antara anak yang hadir di situ.” (HR. Muslim no. 1373)

Nabi senantiasa mengajarkan anak-anak tentang Al-Qur’an, keimanan, dan tauhid

Begitu banyak hadis hadis yang mengisahkan bagaimana Nabi mengajarkan agama Islam kepada anak-anak, bahkan sahabat Jundub bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu mengatakan,

كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم وَنَحْنُ فِتْيَانٌ حَزَاوِرَةٌ. فَتَعَلَّمْنَا الإِيمَانَ قَبْلَ أَنْ نَتَعَلَّمَ القُرْآنَ، ثُمَّ تَعَلَّمْنَا القُرْآنَ؛ فَازْدَدْنَا بِهِ إِيمَانًا

“Dahulu kala, kami bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, sedang pada saat itu kami merupakan sosok pemuda-pemuda yang mendekati usia balig. Kami belajar iman sebelum mempelajari Al-Qur`an. Kemudian kami mempelajari Al-Qur`an, maka dengan begitu bertambahlah keimanan kami.” (HR. Ibnu Majah no. 52)

Itulah beberapa contoh tentang bagaimana sikap dan perhatian beliau shallallahu ‘alaihi wasallam untuk anak-anak kecil. Sebuah teladan yang seharusnya dicontoh oleh setiap orang tua yang sedang membesarkan anaknya.

Saat orang tua benar-benar totalitas di dalam mendidik dan memperhatikan anak-anaknya, di situlah keberkahan akan muncul dan bersemai. Manisnya keberkahan itu insyaAllah akan dirasakan oleh orang tua, baik di kehidupan dunia mereka, maupun setelah meninggalnya keduanya.

Semoga Allah Ta’ala memberikan keistikamahan kepada setiap orang tua yang sedang mendidik anaknya, memberikan kesabaran di dalam menghadapi tingkah laku mereka sehari-hari. Amin ya Rabbal ‘alamin. Wallahu Ta’ala a’lam bisshawab.

***

Penulis: Muhammad Idris, Lc.

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/81800-begitu-besarnya-perhatian-nabi-untuk-anak-kecil.html