Belajar dari Thawus, Ulama yang tak Mempan Disogok (1 )

Keteguhan Thawus bin Kaisan dalam menjaga kesucian iman dan ilmu patut menjadi teladan bagi setiap umat Islam terutama para  alim yang dekat dengan penguasa. Seperti dikisahkan dalam buku “Mereka adalah Tabiin” , Thawus disebut sebagai sosok yang mantap dalam iman, kejujuran kata-kata, kezuhudan terhadap dunia dan keberanian dalam menyerukan kalimat yang benar kendati harus ditebus dengan harga yang mahal.

Bagaimana tidak mesti berkali-kali pengusa setingkat gubernur memberikan hadiah demi mengurangi keritikan tajam Thawus terhadap lingkaran kekuasaan, Thawus tidak segan menolak dan mengembalikannya hadiahnya secara langsung. Dia tetap menyampaikan apa yang memang harus disampaikan seperti sebuah nasihat dan ilmu yang juga pernah dia terima dari sahabat-sahabat Rasulullah SAW.

Thawus memiliki pendapat bahwa kebaikan secara total dapat terwujud bila dimulai dari penguasa. Untuk itu dia tidak segan ketika menyampaikan nasihatnya (berdakwah) selalu menyampaikan sesuai apa yang disampaikan Rasulullah SAW dan Alquran. Karena bila baik pemimpinnya, akan baik pula umatnya. Bila rusak pemimpinnya, rusak pula rakyatnya.

Begitulah sekilas tentang Dzakhwan bin Kaisan yang mendapat julukan Thawus (burung merak) karena dia laksana thawus bagi para fuqaha dan pemuka pada masanya. Thawus bin Kaisan adalah penduduk Yaman, gubernur negerinya saat itu adalah Muhammad bin Yusuf ats-Tsaqafi, saudara dari Hajjaj bin Yusuf yang juga berpengaruh di Makkah.

Hajjaj menempatkan saudaranya itu sebagai wali setelah kekuasaannya menguat dan pamornya melejit, terutama sejak ia mampu membendung gerakan Abdullah bin Zubair. Muhammad bin Yusuf mewarisi banyak sifat jahat saudaranya, Hajjaj bin Yusuf, namun tak sedikit pun kebaikan Hajjaj yang diambilnya.

Pada musim dingin, kebanyakan penduduk Yaman memilih diam tidak protes atas kondisi yang menyulitkan akibat kerakusan sang penguasa. Namun  Thawus bin Kaisan dan Wahab bin Munabbih mendatangi Muhammad bin Yusuf.

Setelah duduk di hadapan wali itu, Thawus memberikan nasihat panjang lebar, berupa anjuran dan juga ancaman. Sementara itu orang-orang duduk di depan amirnya dan tercengah melihat keberanian Thawus memberikan nasihat kepada orang yang kekuasaanya sedang di atas angin.

Melihat ketangkasan Thawus dalam menyampaikan nasihat, Muhammad bin Yusuf yang kala itu baru beberapa tahun menjabat sebagai gubernur hanya tersenyum. Namun penguasa itu menghiraukan nasihat Thawus untuk memperbaiki pribadinya.

Dengan santai Muhammad bin Yusuf berbisik kepada pengawalnya yang sedang memperhatikan Thawus berceramah di depan pusan pemerintahannya.   “Ambilkan seperangkat pakaian berwarna hijau yang mahal lalu letakkan di bahu Abdurrahman (panggilan lain Dzakhwan bin Kaisan).”

Setelah menyerukan kepada pengawalnya Muhammad bin Yusuf bergumamam. “ Heem, setelah ini kau akan diam.” Kata Muhammad sambil menyinggungkan bibirnya.

Ternyata benar, pengawal itu segera melaksanakan perintahnya. Dia megambil seperangkat pakaian warna hijau yang mahal lalu dia meletakkannya di atas bahu Thawus.  Akan tetapi, Thawus terus saja melanjutkan nasihatnya. Bukan karena cara memberinya yang tidak sesuai kehendak Thawus tapi tekadnya untuk mengajak penguasa zalim kembali kejalan yang benar.

Ketika itu Thawus merasa ada beban bertambah di antara pundak kanannya. Namun dia tidak menghiraukannya. Dia sadar dari wanginya kalau itu adalah sebuah pemberian dari yang untuk menghentikan dakwahnya. Namun, perlahan tapi pasti, di tengah ia sedang semangat berbicara, sesekali diselingi dengan menggoyangkan bahunya secara halus hingga akhirnya jatuhlah pakaian tersebut. Setelah itu dia berdiri dan beranjak dari tempat itu.

 

sumber: Republia ONline