Berhala Keempat di Muka Bumi: Kisah Nabi Ibrahim dan Kaum Babil

Berhala Keempat di Muka Bumi: Kisah Nabi Ibrahim dan Kaum Babil

Artikel ini merupakan kelanjutan dari artikel Berhala Ketiga di Muka Bumi. Pada artikel yang lalu, telah dibahas bagaimana kaum Tsamud mendustakan Nabi Saleh ‘alaihis salam dengan tetap menyembah berhala yang mereka buat. Mereka bahkan membunuh mukjizat unta Nabi Saleh dan juga berencana untuk membunuh beliau ‘alaihis salam. Akhirnya, Allah timpakan azab dari langit dan bumi kepada kaum Tsamud.

Kisah berhala yang disembah selanjutnya adalah kisah Nabi Ibrahim ‘alaihis salam. Ketika Nabi Ibrahim diangkat menjadi Nabi, mulailah beliau berdakwah kepada kaumnya di kota Babil (sekarang menjadi salah satu kota bersejarah di Irak). Saat itu, hanya beliau yang menjadi seorang muslim. Oleh karenanya, selain dimusuhi oleh ayahnya sendiri, beliau juga dimusuhi dan diusir oleh kaumnya. Kemudian ketika beliau diusir, beliau pindah dari Babil ke Harran (salah satu kota di negara Turki sekarang).

Dua kaum Nabi Ibrahim

Nabi Ibrahim ‘alaihis salam mendapati dua kaum yang melakukan kesyirikan dengan model yang berbeda. Kaum Nabi Ibrahim di Babil menyembah patung-patung makhluk bumi, sedangkan di Harran kaumnya menyembah benda-benda langit seperti bintang, bulan dan matahari (Lihat Qashas Al-Anbiya’, 1: 169).

Allah Ta’ala mengisahkan dialog Nabi Ibrahim dan kaumnya,

وَلَقَدْ آتَيْنَا إِبْرَاهِيمَ رُشْدَهُ مِنْ قَبْلُ وَكُنَّا بِهِ عَالِمِينَ، إِذْ قَالَ لِأَبِيهِ وَقَوْمِهِ مَا هَذِهِ التَّمَاثِيلُ الَّتِي أَنْتُمْ لَهَا عَاكِفُونَ؟

“Dan sesungguhnya Kami telah anugerahkan kepada Ibrahim hidayah kebenaran sebelum (Musa dan Harun). Dan Kami mengetahui keadaannya. (Ingatlah), ketika Ibrahim berkata kepada Bapaknya dan kaumnya, ‘Patung-patung apakah ini yang kamu tekun beribadah kepadanya?’” (QS. Al-Anbiya’: 51-52)

Kemudian kaumnya membalas,

قَالُوا وَجَدْنَا آبَاءَنَا لَهَا عَابِدِينَ

 “Kami mendapati Bapak-Bapak (nenek moyang) kami menyembahnya. (QS. Al-Anbiya’: 53)

Dari ayat di atas disebutkan bahwa di antara sebab sulitnya seseorang mendapat hidayah karena erat mengikuti tradisi menyimpang dari nenek moyang. (Lihat Miftah Daarissa’aadah, Ibnul Qoyyim, 1: 98)

Nabi Ibrahim ‘alaihis salam lalu dengan tegas berkata,

قَالَ لَقَدْ كُنْتُمْ أَنْتُمْ وَآبَاؤُكُمْ فِي ضَلَالٍ مُبِينٍ

“Sesungguhnya kamu dan Bapak-Bapakmu berada dalam kesesatan yang nyata. (QS. Al-Anbiya’: 54)

قَالَ بَل رَّبُّكُمْ رَبُّ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ ٱلَّذِى فَطَرَهُنَّ وَأَنَا۠ عَلَىٰ ذَٰلِكُم مِّنَ ٱلشَّٰهِدِينَ

“Sebenarnya Tuhan kamu ialah Tuhan langit dan bumi yang telah menciptakannya. Dan aku termasuk orang-orang yang dapat memberikan bukti atas yang demikian itu. (QS. Al-Anbiya’: 56)

Tauriyah dan tekad Nabi Ibrahim

Selepas Nabi Ibrahim ‘alaihis salam memperingatkan dan mendakwahkan dengan lisannya, maka beliau bertekad juga untuk melakukan nahi mungkar dengan tangannya. Nabi Ibrahim berkata,

وَتَاللَّهِ لَأَكِيدَنَّ أَصْنَامَكُمْ بَعْدَ أَنْ تُوَلُّوا مُدْبِرِينَ

“Demi Allah, sesungguhnya aku akan melakukan tipu daya terhadap berhala-berhala kalian sesudah kalian pergi meninggalkannya.” (QS. Al-Anbiya’: 57)

Dan rupanya kaum Ibrahim juga mempunyai acara ibadah tahunan (seperti hari raya) yang dilakukan di luar kota Babil. Ketika itu, Nabi Ibrahim diajak kaumnya untuk ikut. Akan tetapi, beliau tidak ingin pergi dan mengatakan kepada kaumnya bahwa beliau sedang sakit. (Lihat QS. Ash-Shaffat: 89)

Sebenarnya beliau tidak sakit! Namun, yang sakit adalah hatinya yang melihat kondisi kaumnya yang menyembah berhala. Inilah tauriyah Nabi Ibrahim yang pertama (semasa hidup ada tiga tauriyah yang beliau ucapkan). Tauriyah adalah perkataan yang maknanya benar dan memang sengaja diucapkan untuk disalahpahami oleh orang-orang yang mendengarkannya. Hukum asalnya tauriyah adalah hal yang tercela, kecuali dalam kondisi yang mendesak.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tidak pernah sama sekali Nabi Ibrahim ‘alaihis salam berdusta kecuali hanya tiga kali, dua kali karena membela Allah, yaitu perkataan beliau, ‘Aku sakit.’, dan perkataan beliau, ‘Akan tetapi yang menghancurkan adalah patung yang besar ini.’, dan yang ketiga berkaitan dengan istrinya Sarah.”  (diringkas dari HR. Muslim dalam hadis yang panjang)

Kemudian setelah semua kaumnya pergi ke acara tersebut, Nabi Ibrahim keluar dari rumahnya dengan membawa kapak dan beliau hancurkan seluruh patung kaumnya. (Lihat QS. As-Shaffat: 91-93) Nabi Ibrahim mendapati ada satu patung yang paling besar sedangkan yang lainnya lebih kecil. Maka, beliau hancurkan semua patung yang kecil dan menyisakan satu patung yang paling besar. Lalu beliau menggantungkan kapaknya di leher patung yang terbesar tersebut.

Allah Ta’ala berfirman,

فَجَعَلَهُمْ جُذَاذًا إِلَّا كَبِيرًا لَهُمْ لَعَلَّهُمْ إِلَيْهِ يَرْجِعُونَ

“Maka, Ibrahim membuat berhala-berhala itu hancur berpotong-potong, kecuali yang terbesar (induk) dari patung-patung yang lain, agar mereka kembali (untuk bertanya) kepadanya.” (QS. Al-Anbiya’: 58)

Tatkala kaumnya telah kembali, mereka melihat tuhan-tuhan mereka telah hancur bergelimpangan (Lihat QS. Al-Anbiya’: 59-61). Mereka pun menuduh Nabi Ibrahim yang melakukannya karena beliaulah satu-satunya di negeri tersebut yang berani mencela berhala-berhala mereka. Allah Ta’ala berfirman tentang hal ini,

قَالُوا أَأَنْتَ فَعَلْتَ هَذَا بِآلِهَتِنَا يَاإِبْرَاهِيمُ، قَالَ بَلْ فَعَلَهُ كَبِيرُهُمْ هَذَا فَاسْأَلُوهُمْ إِنْ كَانُوا يَنْطِقُونَ

“Mereka bertanya, ‘Apakah kamu, yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan kami, wahai Ibrahim?’ Ibrahim menjawab, ‘Sebenarnya patung yang besar itulah yang melakukannya, maka tanyakanlah kepada berhala-berhala itu, jika mereka dapat berbicara.’” (QS. Al-Anbiya’: 62-63)

Nabi Ibrahim dibakar hidup-hidup

Karena mereka sudah kalah argumen dan tak bisa membantah (Lihat QS. Al-Anbiya’: 64-67), maka tiada cara lain kecuali dengan menggunakan kekerasan. Mereka ingin Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dibunuh dengan cara dibakar di hadapan banyak orang.

قَالُوا حَرِّقُوهُ وَانْصُرُوا آلِهَتَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ فَاعِلِينَ

“Mereka berkata, ‘Bakarlah dia dan bantulah tuhan-tuhan kamu, jika kamu benar-benar hendak bertindak.’“ (QS. Al-Anbiya’: 68)

Ketika kayu bakar sudah terkumpul banyak dan terlihat sangat tinggi (dikumpulkan selama berhari-hari), mereka kemudian menyalakan api dan melemparkan Nabi Ibrahim ke tengah lautan api yang besar dengan menggunakan manjaniiq (alat pelempar semacam ketapel besar). Nabi Ibrahim saat itu berkata,

حَسْبِيَ اللَّهُ وَنِعْمَ الوَكِيلُ

“Cukuplah Allah bagiku. Dia adalah sebaik-baik Pelindung.” (HR. Bukhari no. 4564)

Kemudian Allah Ta’ala menolong Nabi Ibrahim,

قُلْنَا يَا نَارُ كُونِي بَرْدًا وَسَلامًا عَلَى إِبْرَاهِيمَ، وَأَرَادُوا بِهِ كَيْدًا فَجَعَلْنَاهُمُ الأخْسَرِينَ

“Kami berfirman (kepada api), ‘Hai api jadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim.’ Mereka hendak berbuat makar terhadap Ibrahim, maka Kami menjadikan mereka itu orang-orang yang paling merugi.” (QS. Al-Anbiya’: 69-70)

Api yang seharusnya panas dengan karunia Allah menjadi dingin dan menyejukkan. Maka, selamatlah Nabi Ibrahim.

Cicak ikut-ikutan meniup api

Dalam riwayat Muslim disebutkan bahwa cicak ikut meniup untuk membesarkan api yang membakar Nabi Ibrahim.

عَنْ أُمِّ شَرِيكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، ” أَمَرَ بِقَتْلِ الوَزَغِ، وَقَالَ: كَانَ يَنْفُخُ عَلَى إِبْرَاهِيمَ عَلَيْهِ السَّلاَم

“Dari Ummu Syariik bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintah untuk membunuh cicak, dan Nabi berkata, ‘Cicak dulu meniup (untuk membesarkan api) Ibrahim ‘alaihis salam.’” (HR. Bukhari)

Imam Ahmad rahimahullah juga meriwayatkan dari Saibah ketika ia masuk ke rumah Aisyah, maka ia melihat di rumah Aisyah ada tombak yang diletakkan di tempatnya. Ia pun bertanya, “Wahai ibunda kaum mukminin, apa yang hendak engkau lakukan dengan tombak ini?” Beliau menjawab, “Untuk menombak cicak-cicak, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengabarkan kepada kami bahwasanya Ibrahim ‘alaihis salam ketika dilemparkan di api, maka tidak ada seekor hewan pun, kecuali berusaha mematikan api. Kecuali cicak, cicak meniupkan untuk memperbesar nyala api. Maka, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam untuk membunuhnya.” (HR. Ahmad no. 24780)

Sebagaimana hadis di atas, kita disunahkan untuk membunuh cicak. Karena selain cicak membantu meniup api, cicak juga merupakan hewan penganggu dan membawa penyakit.

عَنْ عَامِرِ بْنِ سَعْدٍ، عَنْ أَبِيهِ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ «أَمَرَ بِقَتْلِ الْوَزَغِ وَسَمَّاهُ فُوَيْسِقًا»

“Dari ‘Amir bin Sa’ad dari ayahnya (Sa’ad bin Abi Waqqash) bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan untuk membunuh cicak dan Nabi menamakannya dengan Fuwaisiq (yang mengganggu dan memberikan kemudaratan).” (HR. Muslim)

Berdebat dengan Raja Namrud tentang Tuhan

Para ulama bersilang pendapat mengenai kapan kisah pertemuan dan perdebatan antara Nabi Ibrahim dan Namrud/Numrud tersebut? Pendapat yang kuat kejadiannya adalah setelah Nabi Ibrahim dibakar, yaitu ketika ia selamat. Ia lalu dibawa untuk bertemu dengan Namrud yang menjadi penguasa negeri saat itu.

Raja Namrud adalah salah satu dari dua Raja (termasuk Fir’aun) yang pernah mengaku sebagai Tuhan. Disebutkan oleh sebagian ulama bahwa ada empat orang yang kekuasaannya sangat luas di muka bumi ini. Dua orang tersebut adalah muslim (Nabi Sulaiman ‘alaihis salam dan Dzulqarnain), dan dua yang lainnya kafir (Namrud dan Bukhtanasshar). (Tafsir Ibnu Katsir, 1: 525).

Allah Ta’ala mengisahkan pertemuan Nabi Ibrahim dengan Namrud dalam firman-Nya,

“Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya (Allah) karena Allah telah memberikan kepada orang itu pemerintahan (kekuasaan). Ketika Ibrahim mengatakan, ‘Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan.’ Orang itu berkata, ‘Saya dapat menghidupkan dan mematikan.’ Ibrahim berkata, ‘Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah dia dari barat.’ Lalu, terdiamlah orang kafir itu, dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Baqarah: 258)

Karena kalah debat, akhirnya Nabi Ibrahim ‘alaihis salam diusir oleh Namrud dari Babil. Kemudian Allah mengirimkan seekor lalat atau nyamuk yang masuk ke dalam hidungnya dan tinggal di dalam kepalanya selama 400 tahun. Selama itu pula kepalanya dipukul dengan palu. Karena jika kepalanya dipukul, maka sakitnya berkurang. Allah menghinakan Namrud hingga kematiannya karena seekor hewan kecil dengan penuh ketersiksaan. (Lihat Tafsir At-Thabari, 14: 204)

Ketika Nabi Ibrahim diusir Namrud, maka beliau pergi ke Harran dan bertemu dengan Nabi Luth yang merupakan keponakannya. Nabi Ibrahim pun mendakwahinya dan ia pun beriman.

***

Penulis: Arif Muhammad N.

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/85139-kisah-nabi-ibrahim-dan-kaum-babil.html