Berkenalan dengan Hati (Bag. 1)

Berkenalan dengan Hati (Bag. 1)

Hati dalam bahasa Arab disebut dengan qalbu (jantung). Disebut qalbu karena sifatnya yataqallabu yang artinya mudah bergejolak dan berbolak-balik (baik detak, tekanan, atau sifatnya). Di antara definisi hati menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah jantung. Dan perlu diketahui bahwa tempat akal adalah di jantung (hati).

Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ فِى ذَٰلِكَ لَذِكْرَىٰ لِمَن كَانَ لَهُۥ قَلْبٌ

“Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai akal (jantung/hati).(QS. Qaf: 37)

Dalam firman-Nya yang lain,

أَفَلَمْ يَسِيرُوا۟ فِى ٱلْأَرْضِ فَتَكُونَ لَهُمْ قُلُوبٌ يَعْقِلُونَ بِهَآ أَوْ ءَاذَانٌ يَسْمَعُونَ بِهَا ۖ فَإِنَّهَا لَا تَعْمَى ٱلْأَبْصَٰرُ وَلَٰكِن تَعْمَى ٱلْقُلُوبُ ٱلَّتِى فِى ٱلصُّدُورِ

“Maka, apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada.” (QS. Al-Hajj: 46)

Syekh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah berkata,

فيه إشارة إلى أن العقل في القلب، وأن المدبر هو القلب

“Dalam ayat ini terdapat isyarat bahwa akal itu letaknya di dalam hati (jantung), dan pengaturnya adalah hati (jantung).” (Syarah Al Arba’in, hal. 134)

Hati merupakan tempat ilmu

Imam Waki’ rahimahullah berkata, “Ilmu adalah cahaya dan cahaya Allah tidaklah mungkin diberikan kepada ahli maksiat.” (Lihat I’anatuth Thalibin, 2: 190)

Sesuatu yang mulia tentu akan bertempat pada tempat yang mulia. Emas atau barang mewah tak mungkin ditempatkan di WC, pembuangan sampah, atau tempat yang jorok. Begitu pula ilmu. Ia akan memilih wadah yang bersih dan mulia.

Allah Ta’ala berfirman,

كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang mereka kerjakan itu telah menutupi hati mereka.(QS. Al-Muthaffifin: 14)

Syekh Shalih Al-‘Ushaimi hafizhahullah mengutip ungkapan yang indah,

“Ilmu adalah permata mulia. Tidak akan cocok bertempat, kecuali di hati yang bersih.”

“Siapa yang hatinya bersih, maka ilmu akan betah menetap di dalamnya. Siapa yang tidak berusaha mengusir kotoran hati, ilmu akan meninggalkannya dan pergi.” (Lihat Khulashah Ta’dzhimil ‘Ilmi, hal. 9-10)

Hati mempengaruhi jasad

Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda,

أَلاَ وَإِنَّ فِى الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ . أَلاَ وَهِىَ الْقَلْبُ

Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati (jantung).(HR. Bukhari dan Muslim)

Dari hadis di atas dapat kita ketahui bahwa hati itu mempengaruhi jasad (perilaku) seseorang. Maka, hendaknya seorang muslim meminta kepada Allah agar dikaruniakan hati yang baik. Hal ini sebagaimana yang sering Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam minta dalam doa beliau,

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِى عَلَى دِينِكَ

Ya muqallibal qulub tsabbit qalbi ala dinik (Wahai Zat yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu).

Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha pernah menanyakan kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengapa doa tersebut yang sering beliau baca. Nabi shallallahu alaihi wasallam menjawab,

يَا أُمَّ سَلَمَةَ إِنَّهُ لَيْسَ آدَمِىٌّ إِلاَّ وَقَلْبُهُ بَيْنَ أُصْبُعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ اللَّهِ فَمَنْ شَاءَ أَقَامَ وَمَنْ شَاءَ أَزَاغَ

Wahai Ummu Salamah, yang namanya hati manusia berada di antara jari-jemari Allah. Siapa saja yang Allah kehendaki, maka Allah akan berikan keteguhan dalam iman. Namun siapa saja yang dikehendaki, Allah pun bisa menyesatkannya.(HR. Tirmidzi no. 3522. Syekh Al-Albani mengatakan hadis ini sahih)

Hati meninggikan derajat

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِنَّ اللَّهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ

“Sesungguhnya Allah tidak melihat pada bentuk rupa dan harta kalian. Akan tetapi, Allah melihat pada hati dan amalan kalian.” (HR. Muslim)

Hati dapat menaikkan level hamba di sisi Allah Ta’ala. Dikisahkan dalam suatu hadis yang populer (dikenal dengan hadis Jibril) bahwa Islam memiliki tiga tingkatan, yaitu Islam-muslim, iman-mukmin, dan ihsan-muhsin (Lihat HR. Muslim no. 8). Orang yang mukmin sudah tentu muslim, tetapi orang yang muslim belum tentu mukmin (bahkan, bisa jadi munafik). Demikian karena muslim hanya terkait amalan yang nampak, sedangkan mukmin adalah amalan hati (batinnya) dan muhsin menyempurnakan keduanya.

Dia (Jibril) bertanya lagi, “Beritahukan kepadaku tentang ihsan!”

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab,

أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ

Hendaklah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya. Kalaupun engkau tidak melihat-Nya, sesungguhnya Dia melihatmu. (HR. Muslim no. 8)

Amalan-amalan hati dalam berbagai riwayat lebih utama nilainya dan lebih besar pahalanya di sisi Allah Ta’ala. Sebagaimana sahabat Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu. Karena amalan hati (iman) yang ada dalam dadanya, beliau lebih unggul daripada sahabat yang lain. Bahkan, Umar bin Al-Khattab radhiyallahu ‘anhu memuji beliau dengan mengatakan,

لو وزن إيمان أبي بكر بإيمان أهل الأرض لرجحت كفة أبي بكر

Seandainya keimanan Abu Bakar radhiyallahu anhu ditimbang dengan keimanan penduduk bumi (selain para Nabi dan Rasul shallallahu alaihi wasallam), maka sungguh keimanan beliau radhiyallahu anhu lebih berat dibandingkan keimanan penduduk bumi.(HR. Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman no. 36 dengan sanad yang sahih)

[Bersambung]

***

Penulis: Arif Muhammad Nurwijaya, S.Pd.

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/87123-berkenalan-dengan-hati-bag-1.html