Innalillahi wa inna ilaihi rajiun. Telah berpulang ke Rahmatullah salah satu ulama kharismatik asal Indramayu, Jawa Barat, Prof. Dr. KH. Buya Abdul Syakur Yasin, MA, pada hari Rabu, 17 Januari 2024, pukul 02.00 WIB, di Rumah Sakit Mitra Plumbon, Cirebon, Jawa Barat. Nah berikut ini biografi Buya Syakur.
Secara biografi, Buya Syakur lahir di Desa Tulungagung, Kecamatan Kertasmaya, Indramayu, pada tanggal 2 Februari 1949. Ia merupakan putra dari pasangan KH. Yasin dan Hj. Zubaidah. Beliau merupakan pendiri sekaligus pengasuh Pondok Pesantren Cadangpinggan, yang berlokasi di Kecamatan Jatiwangi, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat.
Buya Syakur, Ulama Indonesia
Masa kecil Buya Syakur dihabiskan di lingkungan pondok pesantren. Beliau belajar agama dari ayahnya, KH. Moh Yasin Ibrohim, yang juga merupakan seorang ulama. Selain itu, Buya Syakur juga belajar di Pondok Pesantren Babakan Ciwaringin, Cirebon, yang diasuh oleh KH. Abdullah Mubarok.
Setelah menyelesaikan pendidikan di Pondok Pesantren Babakan Ciwaringin, Buya Syakur melanjutkan pendidikannya ke luar negeri. Pada tahun 1976, beliau berangkat ke Libya untuk belajar Ilmu Al-Qur’an di Fakultas Sastra Universitas Al-Fatah. Pada tahun 1979, beliau menyelesaikan pendidikan sastra Arab di Universitas Al-Fatah.
Pada tahun 1981, Buya Syakur melanjutkan pendidikannya ke Tunisia. Beliau belajar di Fakultas Sastra Universitas Tunis dan meraih gelar magister di bidang sastra linguistik.
Setelah menyelesaikan pendidikannya di luar negeri, Buya Syakur kembali ke Indonesia. Pada tahun 1983, beliau mendirikan Pondok Pesantren Cadangpinggan. Pondok pesantren ini kemudian berkembang pesat dan menjadi salah satu pondok pesantren besar di Jawa Barat.
Buya Syakur dikenal sebagai ulama yang berilmu luas dan ramah. Beliau aktif dalam berbagai kegiatan keagamaan, baik di dalam maupun di luar negeri. Buya Syakur juga dikenal sebagai ulama yang moderat dan toleran.
Pada tanggal 17 Januari 2024, Buya Syakur wafat pada usia 75 tahun. Kepergian beliau merupakan kehilangan besar bagi umat Islam di Indonesia.
Pemikiran Buya Syakur
Buya Syakur memiliki pemikiran yang moderat dan toleran. Beliau menggabungkan antara ajaran Islam dengan nilai-nilai universal yang ada di dalam agama lain. Buya Syakur juga menekankan pentingnya toleransi dan persaudaraan antar umat beragama.
Buya Syakur juga dikenal sebagai ulama yang kritis terhadap berbagai persoalan sosial dan politik. Beliau sering menyampaikan kritik-kritiknya dalam berbagai kesempatan, baik di dalam maupun di luar negeri.
Lebih jauh lagi, Buya Syakur dikenal sebagai teman Gus Dur sejak lama, namun tidak terkenal luas seperti nama-nama besar Cak Nur dan Quraish Shihab. Mungkin karena baru aktif di Indonesia sejak awal 90-an dan fokus mengajar di Indramayu dan Cirebon. Namun, dengan diunggahnya ceramah di YouTube, Buya Syakur kini banyak dipuji dan popularitasnya kian menanjak.
Salah satu pandangannya yang moderat adalah terkait hukum musik dalam Islam. Menurut Buya Syakur, terdapat fenomena di kalangan masyarakat Indonesia, generasi Islam yang terlalu berani mengharamkan sesuatu. Standar hukum pengharamnya pun cukup unik, yakni implementasi Islam di abad ke-VII ketika masa Nabi Muhammad dan sahabat-sahabat beliau. Itulah standar hukum.
Buya Syakur, ketika ditanya tentang hukum “gitar”, maka orang tersebut sibuk melihat antropologi, arkeologi, dan teks-teks yang merujuk pada masa Nabi dan sahabat. Nah, bila setelah ditelisik “gitar” itu tidak ada pada masa Nabi, maka itu haram.
Pada soal lain, misalnya ketika membahas masalah “gendang”, dibuka kembali teks, antropologi, arkeologi, dan ilmu lain yang standarnya masa Nabi dan sahabat. Ternyata “gendang” ada masa nabi, maka itu halal. Itulah satu pandangan satu kelompok dalam Islam; bila ada pada masa Nabi halal, bila tidak ada, haram.
Menurut Buya Syakur, mendengar musik merasakan kenikmatan tersendiri, bukan menjauhkan dari Allah bahkan mendekatkan pada Ilahi. Dalam ayunan musik kita tersadar betapa Maha Hebat Allah. Pun ketika membaca Al-Qur’an dengan suara indah; tajwid, nada, qiraat sab’ah, yang merdu. Nabi dalam sabdanya sendiri menganjurkan kesenian dalam membaca Al-Qur’an. Nabi Muhammad bersabda;
حسِّنوا القرآنَ بأصواتِكم فإنَّ الصوتَ الحسنَ يزيدُ القرآنَ حُسْنًا
Artinya; baguskan Al-Qur’an dengan suara kamu, maka sesungguhnya suara yang bagus menambahkan kebaikan Al-Qur’an.
Kepergian Buya Syakur merupakan kehilangan yang besar bagi dunia keagamaan Indonesia. Ia merupakan sosok ulama yang telah memberikan banyak kontribusi bagi pengembangan ilmu agama dan masyarakat.
Semoga almarhum husnul khatimah, dan keluarga yang ditinggalkan diberikan ketabahan dan kesabaran. Amin ya Rabbal alamin.