Bolehkah Merokok Pada Saat Khutbah Jumat?

Bolehkah Merokok Pada Saat Khutbah Jumat?

Bolehkah merokok pada saat khutbah Jumat? Pada dasarnya jamaah Jumat harus memperhatikan khutbahnya khatib, karena seorang khatib harus memperdengarkan khutbahnya minimal pada 40 orang. Oleh karenanya sebelum khutbah, bilal mengingatkan dengan membacakan;

مَعَاشِرَالْمُسْلِمِينَ، وَزُمْرَةَ الْمُؤْمِنِينَ رَحِمَكُمُ اللهِ، رُوِيَ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّهُ قَالَ، قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا قُلْتَ لِصَاحِبِكَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَنْصِتْ، وَاْلإِمَامُ يَخْطُبُ فَقَدْ لَغَو (أَنْصِتُوا وَاسْمَعُوا وَأَطِيعُوا رَحِمَكُمُ اللهِ ٢×) أَنْصِتُوا وَاسْمَعُوا وَأَطِيعُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

Artinya: “Wahai golongan kaum muslim dan kaum mukmin, semoga Allah selalu memberikan rahmat-Nya kepada kamu sekalian. Diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah ra, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:

ketika kamu berkata “ansit” kepada temanmu pada hari Jumat (salat Jumat), sedangkan khatib sedang berkhotbah, maka kamu telah melakukan hal yang sia-sia. Barangsiapa yang melakukan hal sia-sia, maka tidak ada Jumat baginya, maka perhatikan kebaikan dan taatilah, semoga Allah memberikan kepada kamu sekalian.”

Bolehkah Merokok Pada Saat Khutbah Jumat?

Lalu bolehkah merokok pada saat khutbah Jumat? Dalam konteks fikih, merokok ini hukumnya sama dengan minum. Dalam pandangan madzhab Syafi’i, minum saat khutbah bagi khatib ataupun jamaah adalah makruh hukumnya. Dikatakan oleh Imam Nawawi dalam kitab Majmu’ Syarah al-Muhaadzab berikut;

يُسْتَحَبُّ لِلْقَوْمِ اَنْ يُقْبِلُوا عَلَى الْخَطِيبِ مُسْتَمِعِينَ وَلَا يَشْتَغَلُوا بِغَيْرِهِ حَتَّى قَالَ اَصْحَابُنَا يُكْرَهُ لَهُمْ شُرْبُ الْمَاءِ لِلتَّلَذُّذِ وَلَا بَأْسَ يَشْرَبُهُ لِلْعَطَشِ لِلْقَوْمِ وَالْخَطيبِ هَذَا مَذْهَبُنَا. قَالَ ابْنُ الْمُنْذِرِ رَخَّصَ فِي الشُّرْبِ طَاوُسٌ وَمُجَاهِدٌ وَالشَّافِعِيُّ وَنَهَي عَنْهُ مَالِكٌ وَالْاَوْزَاعِيُّ وَاَحْمَدُ وَقَالَ الْاَوْزَاعِيُّ تَبْطُلُ الْجُمُعَةُ إِذَا شَرِبَ وَالْاِمَامُ يَخْطُبُ وَاخْتَارَ ابْنُ الْمُنْذِرِ اَلْجَوَازَ قَالَ وَلَا اَعْلَمُ حُجَّةً لِمَنْ مَنَعَهُ قَالَ الْعَبْدَرِىُّ قَوْلُ الْاَوْزَاعِيِّ مُخَالِفٌ لِلْاِجْمَاعِ.

“Disunnahkan bagi jemaah untuk menghadap pada khatib dan mendengarkannya dan jangan menyibukkan diri dengan lainnya sehingga ulama kami (ulama Syafi’iyah) berpendapat bahwa makruh bagi mereka minum air untuk kenikmatan.

Namun  tidak masalah jika minum air karena haus, baik bagi jemaah maupun khatib sendiri. Ini adalah pendapat kami (ulama Syafiiyah). Ibnul Mundzir mengatakan bahwa Thawus, Mujahid, dan Imam Syafii memberikan rukhsah. Sedangkan Imam Malik, Al-Auza‘i, dan Imam Ahmad melarang minum saat khutbah sedang berlangsung. Al-Auza‘i berpendapat kebatalan jumatan ketika minum saat imam atau khathib sedang berkhutbah. Sedangkan Ibnul Mundzir memilih pendapat untuk membolehkannya.

Ia berkata, ‘Saya tidak tahu hujjah ulama yang melarang minum saat khutbah sedang berlangsung.’ Sedang Al-‘Abdari menyatakan, ‘Pendapat Al-Auza‘i menyalahi ijma’ ulama,’” (Lihat An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, Juz 4, h. 401)

Demikian adalah hukum minum, namun dalam masalah merokok ini terdapat pengecualian tersendiri. Sayyid Abdurrahman Al-Ahdal menyatakan;

قال شيخنا المؤلف ويجوز شرب التنباك في المسجد لكنه مكروه تنزيها قال لأنه إذا جاز إخراج الريح في المسجد فدخان التنباك أولى. وقال البجيرمي في حواشي الإقناع بعد أن ذكر كراهة دخول المسجد لكل ذي ريح كريه ومن الريح الكريه ريح الدخان المشهور الآن, ولا فرق في الكراهة بين كونه خاليا أولا لتأذي الملائكمة به قلت” شرب التنباك في المسجد يعد مزريا بالمسجد فالوجه الذي فيه تحريم ذلك فيه بخلاف دخول من في فمه ريح كريه من تنباك أو غيره فليس فيه إزراء به وكلام البجيرمي إنما هو في دخول من في فمه ريح كريه من تنباك في المسجد لا شربه في المسجد.

“Guru kami menyatakan bahwa boleh menghisap rokok di masjid namun hukumnya makruh tanzih, sebab bila diperbolehkan mengeluarkan kentut di masjid, maka merokok lebih utama untuk dibolehkan.

Syekh al-Bujairimi dalam Hasyiyah al-Iqna’, setelah memaparkan kemakruhan memasuki masjid bagi orang yang memiliki aroma tak sedap, beliau berkata, termasuk aroma yang dibenci adalah aroma rokok di era sekarang. Tidak ada perbedaan dalam kemakruhan, antara dilakukan saat masjid sepi atau tidak, karena malaikat merasakan ketidaknyamanan aroma tersebut.

Aku berkata, menghisap rokok di masjid tergolong menghina masjid, maka pendapat yang benar adalah mengharamkan hal tersebut, berbeda dengan orang yang di mulutnya terdapat bau yang dibenci dari rokok atau lainnya, maka bukan termasuk menghina masjid.

Dan statemen al-Bujairimi konteksnya hanya mengarah kepada hukum memasuki masjid bagi orang yang di mulutnya terdapat aroma tidak sedap berupa rokok di dalam masjid, bukan mengarah kepada hukum meghisap rokok di dalam masjid.” (Muhammad bin ‘Abd al-Rahman al-Ahdal, ‘Umdah al-Mufti wa Al-Mustafti,  Juz 1, hal. 84)

Dengan demikian hukum minum dengan merokok ini dibedakan, sebagaimana penuturan di atas. Bahkan Kementrian Wakaf Kuwait menyatakan adanya konsensus atas hukum ini, dikatakan;

لا يجوز شرب الدخان في المساجد باتفاق، سواء قيل بإباحته أو كراهته أو تحريمه، قياسا على منع أكل الثوم والبصل في المساجد، ومنع آكلهما من دخول المساجد حتى تزول رائحة فمه، وذلك لكراهة رائحة الثوم والبصل، فيتأذى الملائكة والمصلون منها، ويلحق الدخان بهما لكراهة رائحته – والمساجد إنما بنيت لعبادة الله، فيجب تجنيبها المستقذرات والروائح الكريهة – فعن جابر رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: من أكل البصل والثوم والكراث فلا يقربن مسجدنا، فإن الملائكة تتأذى مما يتأذى منه بنو آدم

“Tidak boleh merokok di dalam masjid menurut kesepakatan ulama’ baik yang menyatakan hukum rokok boleh, makruh atau haram. Hal ini dikarenakan diqiyaskan pada larangan memakan bawang putih dan bawang merah di masjid dan melarang orang yang memakan keduanya untuk masuk masjid sampai bau keduanya hilang dari mulutnya.

Di mana malaikat dan orang yang shalat tidak akan suka dengan baunya. Sedangkan masjid dibangun untuk ibadah sehingga wajib menjauhkan masjid dari hal-hal menjijikkan dan bau yang tidak enak.” (Al-Mausu’ah al Fiqhiyyah al-Kuwaitiyah, Juz 10 H. 108)

Hukum ini juga dipertegas oleh seorang ulama’ besar di Mekkah, Syekh Ismail Zein dalam kompilasi fatwanya menyatakan;

إن شرب الدخان من حيث هو مكروه عند الشافعية وبعض العلماء وحرام عند آخرين لكونه من الأشياء ذوات الروائح الخبيثة وأما إذا كان في المسجد أو مجالس العلم فهو حرام لما فيه من انتهاك حرمة المكان برائحة الخبيثة والله سبحانه وتعالى أمر بتعظيمه

“Sesungguhnya menghisap rokok hukum makruh menurut ulama Syafi’iyyah dan sebagian ulama, dan haram menurut ulama lain, karena termasuk perkara yang beraroma tidak sedap. Adapun bila di lakukan di masjid atau majlis ilmu, maka haram. Karena merusak kehormatan tempat dengan aroma yang tidak sedap. Dan Allah memerintahkan untuk mengagungkan tempat tersebut.” (Syekh Isma’il al-Zain, Qurrah al-‘Ain, H. 188)

Dengan demikian bisa diketahui bahwasanya hukum merokok saat khutbah ini Haram, sebab yang demikian dianggap tidak menghormati masjid dan mengganggu orang lain. Adapun hukum minum, yang demikian makruh pada asalnya. Namun menjadi boleh jika karena haus atau ingin melepas dahaga, hukum ini berlaku bagi khatib maupun jamaah.

Demikian penjelasan terkait bolehkah merokok pada saat khutbah Jumat ? Wallahu a’lam bi Al-Shawab. Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH