HUSEIN bin Ishak, seorang saudagar kaya, tidak sanggup lagi membendung perasaannya. Ia jatuh cinta pada Fauziah binti Abdullah. Namun wanita tersebut sudah memiliki suami bernama Salam bin Sufyan. Mereka pun pasangan yang bahagia meskipun hidup dengan kondisi seadanya.
Husein pun menceritakan kegelisahannya kepada sahabatnya Ismail bin Sholeh. “Dia adalah wanita bersuami. Apakah tidak ada perempuan lain?” Tanya Ismail yang sempat terkejut mendengar cerita Husein.
Saudagar tersebut pun menjawab dengan yakin, “Aku begitu mencintai Fauziah. Aku bahkan rela menukar apapun untuk bisa mendapatkannya.” Ismail sepakat untuk membantu Husein. Keduanya pun membuat sebuah rencana.
Beberapa hari kemudian, Ismail datang mengunjungi rumah Salam dan Fauziah. Ismail berkata bahwa saudagar Husein mengundang Salam untuk datang ke rumahnya. Salam pun terkejut, namun juga merasa tersanjung. Ia pun datang ke rumah Salam, “Selamat datang, Sahabatku.”
Sapaan sahabat membuat Salam sedikit canggung. Namun sikap ramah Husein membuat suasana menjadi cair dan hangat. “Sebenarnya ada apa saudagar mengundangku? Jika engkau sedang membutuhan bantuanku, aku akan sangat senang membantumu,” kata Salam.
“Bagaimana keadaanmu?” Tanya Husein. “Meskipun kami dalam kondisi kemiskinan, kondisi aku dan istriku baik-baik saja.” Ada harapan dari nada ucapan Salam. Mungkin saja Husein akan memberikan sesuatu.
“Sebenarnya itulah kenapa aku mengundangmu kemari.” Tanggapan Husein membuat Salam terkejut. Apakah harapannya akan terwujud? Apa yang akan saudagar kaya ini lakukan? “Bagaimana keadaan istrimu?” lanjut Husein.
Salam menjawab dengan antusias, “Istriku adalah perempuan yang shalihah. Ia sangat sabar dengan kondisi kami. Ia juga tidak pernah mengeluh dan tetap menjadi istri yang berbakti padaku. Kecantikannya juga tidak pernah memudar meski kesulitan melilit.
“Kira-kira apa yang terjadi jika kalian bercerai?” Pertanyaan Husein membuat Salam sangat terperanjat. “Pertanyaanmu ada-ada saja. Aku sangat mencintai istriku. Hanya Allah yang akan memisahkan kami.”
“Sebenarnya” ujar Husein dengan nada suara bergetar. “Sudah lama aku mencintai istrimu. Dia benar-benar membuatku sangat gelisah, sampai-sampai aku tidak bersemangat menjalani hari-hariku. Karena itu aku memanggilmu. Aku ingin menyampaikan bahwa aku rela memberikan separuh hartaku untuk mendapatkan istrimu.”
Kekagetan membuat Salam membisu. Namun pikirannya pun berkecamuk, jika ia mempertahankan Fauziah hidupnya akan tetap miskin. Jika ia melepas Fauziah, ia akan menjadi kaya raya dalam hitungan detik. Akhirnya Salam pulang dan menceritakan perbincangan tersebut kepada Fauziah.
Istrinya tersebut sangat terkejut sekaligus cemas. Dan benar saja. Salam suaminya kemudian memilih untuk menceraikannya. Ia benar-benar sangat sedih karena tidak menyangka suaminya rela menukarnya dirinya dengan harta.
Husein pun memenuhi janjinya pada Salam. Setelah masa idah Fauziah lewat, ia segera meminang wanita tersebut. Jawaban shalat istikharah Fauziah pun berpihak padanya. Keduanya menikah dan hidup bahagia.
Di tempat lain, Salam yang hidup bergelimang harta mulai sakit-sakitan karena terbakar oleh api cemburu. Ia tidak sanggup menerima kenyataan bahwa mantan istrinya yang cantik dan shalihah kini telah dimiliki oleh orang lain. Lambat laun hartanya pun habis untuk biaya pengobatan.
Seperti kehidupan lamanya, Salam kembali jatuh miskin. “Cinta yang sangat terhadap harta dan kududukan dapat mengikis agama seseorang.” (HR Aththusi)
[An Nisaa Gettar]