Dalam Naungan Islam Semua Orang Bersaudara

UKHWA dalam Islam meliputi seluruh golongan masyarakat. Oleh karenanya, tidak ada golongan manusia yang lebih tinggi daripada golongan yang lain. Harta, kedudukan, keturunan, status sosial, atau apa pun, tidak boleh menjadi penyebab sombongnya manusia atas manusia yang lain.

Pemerintah adalah saudara rakyat, sebagaimana termaktub dalam hadist Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam,

“Sebaik-baik pemimpin kalian adalah orang-orang yang kalian sukai dan mereka menyukai kalian, kalian selalu mendoakan mereka dan mereka pun selalu mendoakan kalian. Seburuk-buruk pemimpin kalian adalah orang-orang yang kalian benci dan mereka juga membenci kalian, kalian mencela mereka dan mereka pun mencela kalian.” (HR. Muslim)

“Tuan” adalah saudara bagi hamba sahaya, meskipun kondisi khusus kadang-kadang memaksa sahayanya untuk berada di bawah kekuasaannya.

Dalam hadist sahih, Nabi bersabda,

“Saudara-saudara kalian adalah para pembantu kalian, Allah telah menjadikan mereka berada di bawah kekuasaan kalian. Jika Allah berkehendak, maka Ia akan menjadikan kalian di bawah kekuasaan mereka. Barangsiapa saudaranya berada di bawah kekuasaannya, maka hendaklah memberi makan kepadanya sebagaimana ia makan, memberi pakaian kepadannya sebagaimana ia berpakaian, dan janganlah kalian memaksa mereka mengerjakan suatu pekerjaan yang mereka tidak mampu. Jika kalian memaksa mereka juga, maka bantulah mereka itu.” (HR. Mutafaq alaih)

Orang-orang kaya, orang-orang miskin, para buruh, karyawan, dan orang-orang yang disewa adalah bersaudara. Oleh karena itu, tidak ada peluang bagi mereka dalam naungan ajaran Islam untuk terjadinya konflik sosial atau dendam golongan.

Dalam masyarakat Islam tidak terdapat kasta-kasta, sebagaimana dikenal dalam masyarakat Barat pada abad pertengahan. Di sana golongan cendekiawan, para penunggang kuda, para uskup, dan orang-orang tertentu lainnya, adalah yang berhak menentukan nilai, tradisi, dan hukum yang berlaku.

Sampai hari ini masih ada sebagian bangsa yang memiliki sekolompok tertentu berhak menentukan dan mengendalikan garis ideologi bangsa tersebut, hukum-hukumnya, serta sistem sosial dalam kehidupan masyarakatnya, misalnya negara India.

Memang, dalam masyarakat Islam terdapat orang-orang kaya. Akan tetapi, mereka tidak membentuk kolompok tersendiri yang mewariskan kekayaannnya. Mereka adalah individu-individu biasa seperti lainnya. Si kaya pun, suatu saat bisa saja menjadi miskin, dan si miskin bisa juga tiba-tiba menjadi kaya. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,

Sesungguhnya bersama kesulitan pasti ada kemudahan.” (QS. Al- Insyirah: 5)

Dalam Islam memang ada ulama. Namun mereka tidak membentuk golongan yang mewarisi tugas tersebut. Tugas itu terbuka bagi siapa saja yang berhasil memperoleh keahlian di bidang keilmuan dan studi. Dia bukan merupakan tugas kependetaan, seperti yang dilakukan para pendeta dan uskup dalam agama lain, tetapi merupakan tugas mengajar, dakwah, dan memberi fatwa. Mereka adalah ulama, bukan pendeta.

Allah berfirman kepada Rasul-nya SAW, sebagaimana berikut,

Sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi peringatan. Kamu bukanlah orang yang berkuasa atas mereka.” (QS. Al-Ghasyiyah: 21-22)

Bagaimana dengan pewarisnya para ulama ? Sesungguhnya mereka itu bukanlah yang menguasai atau memaksa manusia, tetapi mereka adalah mengajar dan pemberi peringatan.

 

*/Sudirman STAIL (sumber buku Masyarakat Berbasis Syariat Islam, penulis Dr. Yusuf Qardhawi)

HIDAYATULLAH