KATA walimah diambil dari kata al-walamu yang maknanya adalah pertemuan. Sebab kedua mempelai melakukan pertemuan. Sedangkan secara istilah adalah hidangan/ santapan yang disediakan pada pernikahan. Di dalam kamus disebutkan bahwa walimah itu adalah makanan pernikahan atau semua makanan yang untuk disantap para undangan.
Para ulama berbeda pendapat tentang hukum menghadiri undangan walimah. Sebagian mengatakan wajib atau fardhu `ain, sebagian lagi mengatakan fardhu kifayah dan sebagian lagi mengatakan sunah.
1. Fardu
Pendapat jumhur ulama terdiri dari mazhab Al-Malikiyah, Asy-Syafi’iyah dan Al-Hanabilah. Mereka sepakat mengatakan bahwa menghadiri undangan walimah hukumnya fardhu. Namun kewajiban ini tergantung jenis undangannya juga. Kalau undangannya bersifat umum, tanpa menyebut nama tertentu, maka tidak ada kewajiban harus menghadirinya. Sebaliknya, bila undangannya ditujukan secara pribadi, baik lewat tulisan atau lewat orang yang diutus untuk menyampaikan undangan, maka barulah ada kewajiban untuk menghadirinya.
Az-Zarqani dalam kitab Syarahnya menyebutkan bahwa tidak termasuk wajib hadir bila teks undangannya sendiri tidak mengikat. Misalnya tertulis dalam undangan ‘apabila Anda berkenan hadir’, maka hadir atau tidak hadir terserah apakah pihak yang diundang berkenan atau tidak. Dalil yang digunakan oleh pendapat ini di antaranya adalah hadis berikut ini: “Apabila kamu diundang walimah maka datangilah.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Selain itu juga ada hadis lain yang menyebutkan bahwa orang yang tidak menghadiri undangan walimah, termasuk disebut telah bermaksiat kepada Allah dan rasul-Nya. “Makanan yang paling buruk adalah makanan walimah, bila yang diundang hanya orang kaya dan orang miskin ditinggalkan. Siapa yang tidak mendatangi undangan walimah, dia telah bermaksiat kepada Allah dan rasul-Nya.” (HR. Muslim)
Di antara hikmah dari menghadiri walimah menurut para ulama, akan menambah keterpautan dan ikatan hati. Sedangkan tidak menghadirinya akan menimbulkan mudarat dan keterputusan silaturrahmi.
2. Sunah
Pendapat kedua dari para ulama tentang hukum menghadiri undangan walimah adalah sunah. Pendapat ini didukung oleh beberapa ulama mazhab Al-Hanafiyah dan Asy-Syafi’iyah, dan salah satu versi pendapat mazhab Al-Hanabilah. Ibnu Taimiyah termasuk yang berpendapat bukan wajib tetapi sunah. Dasar pendapat ini karena menghadiri walimah berarti memakan makanan dan harta milik orang lain. Dan seseorang tidak diwajibkan untuk mengambil harta orang lain yang tidak diinginkannya.
Sehingga paling tinggi kedudukannya hanya sunah, tidak sampai kepada wajib. Karena pada hakikatnya menghadiri walimah itu seperti orang menerima pemberian harta. Sehingga bila harta itu tidak diterimanya, maka hukumnya boleh-boleh saja. Dan bila diterima hukumnya hanya sebatas sunah saja.
3. Fardhu Kifayah
Sedangkan pendapat ketiga dari hukum menghadiri walimah adalah fardhu kifayah. Di antara para ulama yang berpendapat seperti ini adalah sebagian pendapat Asy-Syafi’iyah dan sebagian pendapt Al-Hanabilah. Dengan demikian, apabila sebagian orang sudah ada yang menghadiri walimah itu, maka bagi mereka yang tidak menghadirinya sudah tidak lagi berdosa.
Adapun kesimpulan hukumnya fardhu kifayah berlandaskan kepada esensi dan tujuan walimah, yaitu sebagai media untuk mengumumkan terjadinya pernikahan serta membedakannya dari perzinaan. Bila sudah dihadiri oleh sebagian orang, menurut pendapat ini sudah gugurlah kewajiban itu bagi tamu undangan lainnya.
Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh. [Ahmad Sarwat, Lc., MA]