Empat Kiat agar Hidup Tenang

Empat Kiat agar Hidup Tenang

بسم الله , الحمد لله، والصلاة والسلام على رسوله، نبينا محمد وآله وصحبه

Manusia hidup di dunia tidak akan pernah terlepas dari musibah. Banyak hal yang terjadi di luar keinginan dan harapan manusia. Segala usaha dan rencana yang telah dilakukan bukan jaminan akan terwujud sebagaimana mestinya. Kehidupan ini Allah ciptakan penuh dengan kesulitan-kesulitan yang harus dilalui. Himpitan ekonomi, pasangan yang zalim, putus kerja, dikhianati teman, utang yang tidak dibayar, dan bermacam-macam bentuk kepahitan hidup yang setiap orang pernah merasakannya. Maka, tidak akan ada yang bisa menghadapi segala ketetapan takdir tersebut dengan tenang, kecuali dia memiliki kekuatan hati dalam meyakini beberapa perkara di bawah ini.

Segala sesuatu, baik suka atau duka, terjadi dengan takdir Allah

Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,

مَآ اَصَابَ مِنْ مُّصِيْبَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۗوَمَنْ يُّؤْمِنْۢ بِاللّٰهِ يَهْدِ قَلْبَهٗ ۗوَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ

Tidak ada sesuatu musibah yang menimpa (seseorang), kecuali dengan izin Allah. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah, niscaya Allah akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. At-Taghabun: 11)

Makna “kecuali dengan izin Allah” adalah atas qada dan qadar Allah. (Tafsir Ath-Thabari)

“Barangsiapa yang beriman kepada Allah, niscaya Allah akan memberi petunjuk kepada hatinya.” Maksudnya adalah barangsiapa yang yakin dan percaya pada Allah, maka dia akan paham bahwa tidak ada satu pun musibah yang menimpanya, kecuali atas izin Allah. Oleh karena itu, Allah beri petunjuk hatinya. (Tafsir Qurthubi)

‘Alqamah rahimahullah ditanya tentang ayat tersebut, beliau berkata,

الرَّجُل تُصِيبهُ الْمُصِيبَة فَيَعْلَم أَنَّهَا مِنْ عِنْد اللَّه فَيَرْضَى وَيُسَلِّم

Seseorang yang ditimpa musibah, kemudian dia menyadari bahwa musibah ini datang dari sisi Allah, lalu dia rida dan menerimanya.” (Tafsir Ibnu Katsir)

Dari Ali bin Abi Thalhah, Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata,

يَهْدِ قَلْبه لِلْيَقِينِ فَيَعْلَم أَنَّ مَا أَصَابَهُ لَمْ يَكُنْ لِيُخْطِئَهُ وَمَا أَخْطَأَهُ لَمْ يَكُنْ لِيُصِيبَهُ

Allah beri petunjuk hatinya untuk yakin. Sehingga dia paham bahwa apa saja yang akan menimpanya, tidak akan luput. Dan apa yang luput darinya tidak pernah menimpanya.” (Tafsir Ibnu Katsir)

Maka, orang yang ditimpa berbagai macam musibah atau segala sesuatu yang tidak disenangi, sesuatu yang berat, kesulitan, kegundahan, dia akan senantiasa tenang jika dia yakin semua datang dari sisi Allah. Dengan keyakinannya tersebut, Allah tuntun hatinya untuk menyadari bahwa takdir yang telah ditetapkan tidak akan pernah meleset. Pasti akan menimpanya walau dia mencoba menghindarinya.

Allah akhiri ayat tersebut dengan, “Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”, untuk menegaskan bahwa musibah tersebut diturunkan oleh Zat yang paling mengetahui kadar musibah dan mengetahui kondisi manusia yang menerima musibah. Sehingga ketetapan tersebut sangat terukur dan presisi. Semuanya pas, tidak akan kurang atau lebih.

Dalil kedua adalah firman Allah,

مَآ اَصَابَ مِنْ مُّصِيْبَةٍ فِى الْاَرْضِ وَلَا فِيْٓ اَنْفُسِكُمْ اِلَّا فِيْ كِتٰبٍ مِّنْ قَبْلِ اَنْ نَّبْرَاَهَا ۗاِنَّ ذٰلِكَ عَلَى اللّٰهِ يَسِيْرٌۖ

Setiap bencana yang menimpa di bumi dan yang menimpa dirimu sendiri, semuanya telah tertulis dalam Kitab (Lauhulmahfuz) sebelum Kami mewujudkannya. Sungguh, yang demikian itu mudah bagi Allah.” (QS Al-Hadid: 22)

Makna مِّنْ قَبْلِ اَنْ نَّبْرَاَهَا, yaitu قَبْل أَنْ خَلَقَهَا مِن artinya ‘sebelum Allah menciptakan bumi dan manusia‘. (Tafsir Ath-Thabari).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

قَدَّرَ اللَّه الْمَقَادِير قَبْل أَنْ يَخْلُق السَّمَوَات وَالْأَرْض بِخَمْسِينَ أَلْف سَنَة

Allah telah menakdirkan ketetapan-ketetapan 50.000 tahun sebelum Dia ciptakan langit dan bumi.” (HR. Muslim)

Ketika seseorang meyakini hal tersebut, maka hatinya akan tenang. Karena semua itu adalah ketetapan Penciptanya yang Mahaadil sejak 50.000 tahun sebelum segala sesuatu di alam ini ada. Apa yang hendak dikhawatirkan atas segala rencana-Nya? Dia yang mencipta apa yang Dia kehendaki. Dialah Yang Mahatahu dan Mahaadil.

Setelah kesulitan pasti ada kemudahan

Dalil pertama adalah firman Allah,

فَاِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًاۙ اِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًاۗ

Maka, sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Asy-Syarh: 5-6)

Setelah kesulitan pasti ada kemudahan. Kepastian adanya kemudahan disampaikan dalam ayat di atas dalam 4 sisi:

Pertama: Allah awali ayat dengan إنَّ (inna) yang artinya “sesungguhnya”, yang memiliki makna penekanan. Artinya, benar-benar setelah kesulitan pasti ada kemudahan.

Kedua: Allah mengulangi 2 kali yang juga menunjukkan penekanan.

Ketiga: Allah sebutkan kesulitan sekali, adapun kemudahan dua kali. Dan satu kesulitan tidak akan mengalahkan dua kemudahan. Sebagaimana hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, لن يغلب عسر يسرين, artinya ‘satu kesulitan tidak akan mengalahkan dua kemudahan‘.

Bagaimana bisa kesulitan hanya disebut sekali? Sedangkan dalam ayat disebut dua kali. Maka, dalam kaidah bahasa Arab, kesulitan العسر, disebut dalam bentuk ma’rifat atau kata benda definitif. Sedangkan kemudahan يُسْرًا dalam bentuk nakirah atau umum. Sehingga maknanya, kesulitan pada ayat 5 dan 6 itu sama, sedangkan kemudahan yang datang setelahnya akan datang dalam kemudahan-kemudahan yang berbeda.

Keempat: Allah gunakan kata مَعَ (bersama), yang artinya sangat dekat. Kedekatan itu seperti kata Ibnu Ma’sud radhiyallahu ‘anhu,

والذي نفسي بيده ، لو كان العسر في حجر ، لطلبه اليسر حتى يدخل عليه

Demi Zat yang jiwaku di genggaman-Nya, seandainya kesulitan itu ada di suatu lubang, sungguh kemudahan akan mencarinya dan masuk ke dalamnya.” (Tafsir Al-Qurthubi)

Maka, setiap kesulitan dan kehimpitan hidup yang dirasakan seseorang dalam hidup ini datang pula bersamanya kemudahan. Kesulitan akan selalu beriringan dengan kemudahan setelahnya. Keyakinan akan hal ini akan menenangkan jiwa. Menentramkan setiap orang yang dilanda kesulitan karena selalu ada harapan indah setelah kesulitan.

Dalil kedua adalah firman Allah,

سَيَجْعَلُ اللّٰهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُّسْرًا

Allah kelak akan memberikan kelapangan setelah kesempitan.” (QS. Al-Hadid: 7)

Ayat ini menunjukkan kemudahan itu sangat dekat dengan kesempitan. Tidak lama setelah kesulitan tersebut pasti ada kemudahan. Syaratnya, dia harus senantiasa bertakwa kepada Allah, tidak boleh bermaksiat. Tidak boleh mencela takdir, berkeluh kesah, tidak rida, lalai dari berzikir. Karena jalan keluar itu Allah kaitkan dengan ketakwaan, Allah berfirman,

وَمَنْ يَّتَّقِ اللّٰهَ يَجْعَلْ لَّهٗ مَخْرَجًا ۙ

Barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya.” (QS. Al-Hadid: 2)

Sebagaimana sebab turunnya surah Asy-Syarh ayat 5-6 berkenaan dengan kondisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam saat menghadapi kaum musyrikin di Makkah, kondisi yang sangat sulit. Namun, Allah berikan kemenangan dakwah beliau setelah kesulitan tersebut. Dan Rasulullah senantiasa bertakwa dan berserah diri pada Allah di tengah kesulitan tersebut.

Baca juga: Ilmu Bekal Hidup Bahagia

Tidak ada yang bisa mengangkat musibah, kecuali Allah

Ada beberapa solusi agar musibah segera diangkat oleh Allah, di antaranya,

Bertobat

Ali bin Abi Tholib radhiyallahu ‘anhu berkata,

ما نزل بلاء إلا بذنب، ولا رفع إلا بتوبة

Tidaklah musibah turun, kecuali disebabkan dosa. Tidak akan diangkat, kecuali dengan tobat.”

Musibah datang bisa bertujuan 2 hal: pertama, ujian keimanan; kedua, menghapus dosa. Yang pertama adalah musibah yang diturunkan kepada rasul dan para nabi. Adapun kita adalah yang kedua. Kita adalah manusia yang tidak luput dari dosa. Sedangkan musibah erat kaitannya dengan dosa yang dilakukan manusia. Allah berfirman,

وَمَآ اَصَابَكُمْ مِّنْ مُّصِيْبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ اَيْدِيْكُمْ وَيَعْفُوْا عَنْ كَثِيْرٍۗ

Dan musibah apa pun yang menimpa kamu adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan banyak (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS. Asy-Syura: 30)

Meningkatkan ketakwaan

Sebagaimana firman Allah dalam surah Al-Hadid,

وَمَنْ يَّتَّقِ اللّٰهَ يَجْعَلْ لَّهٗ مَخْرَجًا

Barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya.” (QS. Al-Hadid: 2)

Ketika ditimpa masalah, yang perlu dilakukan adalah bertakwa pada Allah. Jangan melakukan pelanggaran-pelanggaran syariat, jangan maksiat, jangan pilih jalan-jalan maksiat dalam mencari jalan keluar masalah. Minum khamar, menggunakan obat-obatan terlarang, keluh kesah di medsos, meninggalkan salat dan lainnya. Karena jalan keluar itu ada ketika seseorang bertakwa.

Rezeki seluruh makhluk berada di tangan Allah

Sebagaimana ajal yang ada di tangan Allah, maka rezeki manusia juga demikian. Seluruhnya berasal dari sisi Allah. Dalil hal ini sangat banyak, di antaranya,

قُلْ اِنَّ رَبِّيْ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَّشَاۤءُ وَيَقْدِرُ وَلٰكِنَّ اَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُوْنَ ࣖ

Katakanlah, ‘Sungguh, Tuhanku melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki dan membatasinya (bagi siapa yang Dia kehendaki), tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. As-Saba: 36)

اِنَّ اللّٰهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِيْنُ

Sungguh Allah, Dialah Pemberi rezeki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh.” (QS. Adz-Dzariyat: 58)

Namun, jangan pernah menyempitkan makna rezeki. Rezeki tidak selalu dimaknai dengan kekayaan, harta, perhiasan, atau jabatan. Karena rezeki ada dua macam sebagaimana perkataan Syekhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah,

والرزق يعم كل ما ينتفع به المرتزق ؛ فالإنسان يرزق الطعام والشراب واللباس ، وما ينتفع بسمعه وبصره وشمه .

ويرزق ما ينتفع به باطنه من علم وإيمان وفرح وسرور وقوة ونور وتأييد وغير ذلك

Rezeki mencakup seluruh hal yang bermanfaat untuk penerima rezeki. Seorang manusia diberi rezeki berupa makanan, minuman, pakaian, dan segala hal yang bermanfaat dengan (menggunakan) pendengarannya, penglihatannya, dan penciumannya. (Ini rezeki yang pertama, pent).

Dan diberi rezeki juga yang bermanfaat bagi batinnya berupa ilmu, iman, kegembiraan, kekuatan, cahaya, dukungan, dan lainnya. (Ini rezeki yang kedua).” (Majmu’ Fatawa, 10: 555).

Sehingga rezeki tidak selalu berbicara tentang harta, mobil mewah, rumah yang megah, jabatan yang tinggi, atau gaji yang besar. Akan tetapi, rezeki bisa berupa ilmu yang bermanfaat, keimanan yang kuat, salat lima waktu di masjid, kelapangan waktu sehingga dapat berkumpul bersama keluarga, kemudahan dalam setiap masalah dan bentuk rezeki lainnya.

Semuanya rezeki ada di tangan Allah. Diraih dengan ikhtiar. Salah satunya dengan doa sebagaimana doa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا وَرِزْقًا طَيِّبًا وَعَمَلًا مُتَقَبَّلًا

Ya Allah sesungguhnya aku memohon ilmu yang bermanfaat, rezeki yang baik dan amal yang diterima.” (HR. Ibnu Majah)

Demikian. Semoga bermanfaat.

***

Penulis: dr. Abdiyat Sakrie, Sp.JP, FIHA

Sumber:

Materi dirangkum dan di-takhrij dengan sedikit penambahan dari kajian yang disampaikan oleh Ustaz Dr. Firanda Andirja, MA : https://www.youtube.com/watch?v=F3bGC3USXVA

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/86832-kiat-agar-hidup-tenang.html