SEORANG Muslim itu tidak pernah tidak bahagia, apa pun kondisi dan situasi yang dihadapinya. Hal ini karena seorang Muslim memiliki frame berpikir tauhid dan orientasi hidup akhirat yang sangat kuat, sehingga sangat sulit mereka lupa akan keadilan dan kasih sayang Allah terhadap setiap hamba-hamba-Nya yang beriman.
Namun jika ada seorang Muslim mengaku kurang bahagia, pasti ada sesuatu yang bermasalah dalam dirinya, khususnya masalah akidah dan tauhidnya.
Mengapa seorang Muslim hidupnya terasa sangat berat, seolah sempit dadanya, sesak nafasnya dan hidup penuh dengan ketidakbahagiaan?
Itu bukan karena mereka benar-benar tidak merasa bahagia, tetapi karena mereka boleh jadi tidak mengerti dan tak mengenal Allah Subhanahu Watata’ala.
Di bawah ini adalah lima kunci ‘mengenal’ Allah Ta’ala”
Bersyukur kepada Allah Ta’la
Bagaimana mungkin seorang Muslim itu gelisah dan tidak bahagia hidupnya. Padahal, nikmat Allah mengalir dalam diri dan keidupannya dengan begitu deras dan tak pernah henti.
Aid Al-Qarni dalam bukunya La Tahzan mengingatkan, “Ingatlah setiap nikmat yang Allah anugerahkan kepada Anda. Karena Dia telah melipatkan nikmat-Nya dari ujung rambut hingga ke bawah kedua telapak kaki.”
Pesan tersebut memang patut kita renungkan. Karena di dalam Al-Qur’an Allah juga menegaskan bahwa nikmat Allah terhadap diri kita tak bisa dihitung jumlahnya.
وَآتَاكُم مِّن كُلِّ مَا سَأَلْتُمُوهُ وَإِن تَعُدُّواْ نِعْمَتَ اللّهِ لاَ تُحْصُوهَا إِنَّ الإِنسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ
“Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).” (QS: Ibrahim [14]: 34).
Untuk itu, marilah kita berpikir dan merenung, sungguh Allah sangat memuliakan hidup kita. Bahkan, jika kita bersyukur sedikit saja misalnya, Allah sudah menyediakan buat kita tambahan nikmat yang sangat luar biasa. Sebaliknya, jika kita tidak bersyukur maka kehidupan kita akan semakin sempit, susah dan sulit.
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS: Ibrahim [14]: 7)
Berprasangka Baik pada Allah Ta’ala
Siapa di muka bumi ini orang yang hidup tanpa masalah? Semua orang memiliki masalah, tetapi Muslim yang baik tidak akan resah karena masalah, meskipun seolah-olah masalah itu sangat berat dan sangat membebani kehidupannya.
Umumnya, orang sangat tidak mau dengan yang namanya masalah. Tetapi mau tidak mau hidup pasti akan berhadapan dengan masalah. Lantas bagaimana jika masalah itu terasa seolah sangat menyiksa? Tetap saja berprasangka baik kepada Allah. Karena Allah mustahil menzalimi hamba-Nya.
َعَسَى أَن تَكْرَهُواْ شَيْئاً وَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ وَعَسَى أَن تُحِبُّواْ شَيْئاً وَهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ وَاللّهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak Mengetahui.” (QS: Al-Baqarah [2]: 216).
Terus bagaimana jika ternyata doa yang kita panjatkan kepada Allah Ta’ala seolah tak kunjung terkabulkan, tetaplah berprasangka baik dan jangan berhenti berdoa kepada-Nya.
Syeik Ibn Atha’illah dalam kitabnya “al-Hikam” menuliskan bahwa, “Tidak sepatutnya seorang hamba berburuk sangka kepada Allah akibat doa-doanya belum dikabulkan oleh-Nya. Dan sebaiknya bagi hamba, yang tidak tahu apa yang akan terjadi atas dirinya esok hari, segera melakukan introspeksi diri.”
Jika syukur dan husnudzon billah telah bisa kita lakukan, tahap berikutnya adalah membuang jauh sifat buruk sangka terhadap sesama. Karena buruk sangka terhadap sesama tidak memberikan dampak apa pun kecuali diri kita akan semakin terperosok dalam keburukan-keburukan. Oleh karena itu Islam sangat melarang umatnya memelihara sifat buruk tersebut.
“Jauhilah oleh kalian berprasangka (kecurigaan), karena sesungguhnya prasangka itu adalah sedusta-dustanya pembicaraan.” (HR. Bukhari).
Kemudian di dalam Al-Qur’an, Allah menegaskan;
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيراً مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan pra-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari pra-sangka itu adalah dosa.” (QS: Al-Hujurat [49]: 12).
Jadi, sangat rugi kalau kita sampai membiarkan prasangka buruk bersarang dalam dada dan kepala kita. Karena selain tidak memberi manfaat positif, tanpa kita sadari, dosa kita justru terus bertambah dan hati kita semakin buruk serta mental kita juga akan semakin jatuh,naudzubillah.
Sebab menurut Dr. Ibrahim Elfiky dalam bukunya “Quwwat Al-Tafkir,” buruk sangka (berpikir negatif) adalah candu.
“Berpikir negatif adalah penyakt yang sangat berbahaya. Ia candu seperti narkoba dan minuman keras,” tulisnya.
Sabar dalam Ikhtiar
Langkah berikutnya agar hidup kita senantiasa bahagia adalah sabar dalam ikhtiar. Allah telah menetapkan suatu ketetapan (hukum) dalam kehidupan ini, di antaranya adalah hukum proses. Dimana sukses seseorang dalam hal apa pun tidak bisa dicapai secara instan, perlu waktu, kerja keras, konsentrasi dan pengorbanan yang tidak sedikit.
Untuk itu, sabarlah dalam ikhtiar. Jangan berpikir ingin cepat berhasil, apalagi kalau sampai menabrak rambu-rambu syariat. Lebih baik sabar, karena kalaupun hasil belum tercapai, setidaknya jiwa kita tenang, dan keyakinan akan pertolongan Allah akan datang semakin kuat.
Bahkan Allah akan senantiasa menyertai dan mencintai kita karena kesabaran kita. Umar bin Khaththab berkata, “Dengan kesabaran, kita tau makna hidup yang baik.”
Tawakkal kepada Allah
Akan tetapi, bagaimana jika ternyata harapan dari upaya dan pengorbanan yang kita lakukan tidak membuahkan hasil?
Tawakkal saja kepada Allah. Karena yang paling mengerti mana yang terbaik buat hidup kita hanyalah Allah bukan diri kita sendiri. Oleh karena itu, perkuatlah ketawakkalan kita kepada Allah Ta’ala.
Ibnu Hajar Al Asqolani berkata,“Tawakkal yaitu memalingkan pandangan dari berbagai sebab setelah sebab disiapkan.” Artinya, sebab bukanlah penentu, tetapi Allah Yang Maha Menentukan.
Dengan empat langkah tersebut, insya Allah kita akan selamat dari tipu daya setan dalam menjalani kehidupan sementara di dunia ini. Bahkan Allah akan senantiasa melindungi kita dan menambah kasih sayang-Nya kepada kita bersebab kita memang berharap hanya kepada-Nya dengan selalu bersyukur, berprasangka baik terhadap-Nya juga terhadap sesama, bersabar dan bertawakkal. Wallahu A’lam.*/Imam Nawawi Pimred Majalah Mulia